Skip to main content

Posts

Showing posts from November 12, 2008

Raja Pedang 8 (Kho Ping Hoo)

“Enak saja,” ia menggerutu, ”Taruhan yang tidak adil. Kalau tidak ada kutu busuknya, kau memotong hidungku. Bagaimana kalau ada kutu busuknya? Aku tidak punya apa-apa, hidungku adalah barang yang paling kusayang, kalau itu kutaruhkan, habis apa taruhanmu? Apakah kau juga mempertaruhkan hidungmu?” Hek hwa Kui bo tak terasa lagi meraba hidungnya yang mancung. Tak mungkin ia mengorbankan hidungnya. Ia berpikir-pikir lalu berkata sambil tertawa mengejek, “Yang paling berharga padaku adalah kepandaianku. Aku pertaruhkan kepandaianku. Setiap kali kau memperoleh kutu busuk, kuhadiahkan sebuah ilmu silat kepadamu.” “Hah, untuk apa ilmu silat?” Beng San berkata. Perempuan aneh itu menengok dan matanya berapi. “Anak tolol! Kalau kau menerima satu macam saja ilmu silatku, apa kau kira orang-orang macam ayah anak Hoa san pai itu mampu mengganggu dan menghinamu?” Beng San memutar otaknya. Betul juga. Wanita ini lihai bukan main. Alangkah baiknya kalau dia bisa memiliki kelihaian seperti wanita

Raja Pedang 7 (Kho Ping Hoo)

Kwa Tin Siong yang kaget mendengar jerit sumoinya, juga menjadi lengah dan sebuah babatan golok kearah pinggangnya hampir saja membuat tubuhnya putus menjadi dua. Baiknya dia telah mengelak dan meloncat sehingga hanya paha kirinya saja yang terluka, cukup parah namun tidak cukup untuk merobohkannya. Betapapun juga, keadaan Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa sudah amat terancam dan sewaktu-waktu dapat dipastikan bahwa mereka tentu akan menjadi korban keganasan musuh-musuh mereka ini. Pada saat itu terdengar orang tertawa dan bernyanyi-nyanyi. “Ha, ha, ha, ho, ho,” orang itu tertawa-tawa ketika tiba di dekat tempat pertempuran, “ada anjing-anjing berebut tulang! Anjing-anjing penjilat Mongol mengeroyok.... heh he heh, aku tak dapat tinggal diam saja. Heiiii! Biarkan aku ikut main-main, waah, gembira benar nih!” muncullah seorang laki-laki tinggi besar yang pakaiannya tidak karuan, berkembang-kembang seperti pakaian wanita dengan potongan pakaian bocah. Sikapnya juga seperti seorang anak k

Raja Pedang 6 (Kho Ping Hoo)

Mulai khawatir hati Sian Hwa, sepasang alisnya yang hitam bergerak-gerak. “Ayah, apakah sebenarnya yang telah terjadi?” hatinya benar-benar mulai merasa tidak enak karena ia sudah menduga bahwa pasti terjadi sesuatu dengan diri tunangannya, Kwee Sin. “Manusia she Kwee itu ternyata bukan orang baik-baik, Sian hwa. Biarpun dia itu murid Kun lun pai, biarpun dia seorang diantara Kun lun Sam hengte namun sekarang ia telah tersesat. Dia gulung-gulung dengan seorang wanita jahat, kalau tidak salah wanita itu seorang dari perkumpulan Ngo lian kauw yang dipimpin iblis. Mataku sendiri melihat dia bermain gila secara tak tahu malu dengan wanita genit dan cabul itu. Sudahlah, pendeknya aku tidak rela anakku menjadi istri seorang laki-laki yang bergulung-gulung dengan wanita cabul!” Dapat dibayangkan betapa kaget dan sedihnya hati Sian Hwa. Akan tetapi ia masih menahan-nahan perasaan dan bertanya sambil lalu, “Aneh sekali kenapa orang bisa begitu tak tahu malu, ayah? Dimanakah ayah melihatnya.

Raja Pedang 5 (Kho Ping Hoo)

“Pedangmu yang buruk dan ilmu silat Hoa san pai yang rendah mau bisa apakah terhadapku?” “Hemmmm, sombong amat. Kalau begitu lihat pedangku!” Kwa Tin Siong memutar pedangnya dan langsung menyerang dengan gerak tipu yang lihai dari Hoa san Kiam hoat, yaitu gerakan Tian mo po in (payung kilat sapu awan). Pedangnya berputar sampai merupakan payung yang berkilauan dan berkelebatan menyambar kearah wanita itu. “Hi hi hi hi hi, kiam hoat (ilmu pedang) buruk!” Wanita itu dengan mudahnya miringkan tubuh menundukkan kepala untuk menghindari sabetan pedang. Akan tetapi Kwa Tin Siong adalah seorang jago tangguh dari Hoa san pai. Gerakan-gerakannya amat mahir, sudah masak dan cepat sekali. Melihat bahwa serangan pertamanya takkan berhasil ia cepat sekali merubah gerakannya tanpa menarik kembali pedangnya. Kini pedangnya itu meluncur dengan gerakan yang disebut Kwan kong sia ciok (Kwan kong memanah batu). Cepat sekali pedangnya sudah meluncur menusuk kearah ulu hati lawan. Kwa Tin Siong sudah m

Raja Pedang 4 (Kho Ping Hoo)

“Kau seperti Kui bo!” Beng san membalas. “Bunglon”. “Kui Bo!” “Bunglon, bunglon, bunglon”. “Kui Bo, Kui Bo, Kui Bo!” Dua orang anak-anak itu, seperti lazimnya semua anak-anak di dunia ini kalau cekcok, balas membalas dengan poyokan. Kwa Hong kalah keras suaranya dan melihat Beng San memoyokinya sambil tertawa-tawa, menjadi makin marah. “Bunglon, katak, monyet! Kau bilang aku seperti kuntilanak, apa sih sebabnya?” “Kau berlagak dan sombong sekali. Anak perempuan bernyali kecil masih pura-pura membawa pedang ke mana-mana. Kurasa dengan pedang itu kau tidak mampu menyembelih seekor katak sekalipun! Huh, sombong.” “Sraatt” tahu-tahu pedang sudah berada di tangan Kwa Hong yang memuncak kemarahannya. “Menyembelih katak? Menyembelih bunglon macammu pun aku sanggup!” Pedang digerakkan. “Syeettt … syeeettt!” dua kali pedang berkelebat dan.... selongsong kulit ular yang membungkus tubuh Beng San terbelah dari atas kebawah dan jatuh ke bawah, dalam sekejap mata saja Beng San berdiri...