Skip to main content

Jaka Lola 27 -> karya : kho ping hoo

"Marah-marah tidak karuan? Pandai memutarbalikkan fakta!" Siu Bi membentak marah sekali, pedangnya yang terhunus itu ia acung-acungkan. "Kalian yang mengumbar mulut jahat menggoyang lidah membicarakan orang semaunya dan tidak karuan! Hayo mau bilang apa sekarang, apakah kfclian kira aku tidak mendengarkan kasak-kusuk kalian yang busuk? Apakah ini sikap orang-orang gagah, lelaki dan wanita kasak-kusuk di tempat sunyi, membicarakan orang lain?"
Seketika wajah Cui Sian menjadi merah. Tadinya ia kagum dan suka kepada Siu Bi, apalagi dara remaja itu telah menolongnya di Ching-coa-to. Akan tetapi ucapan yang galak ini benar-benar menyinggung hatinya, karena rnengandung sindiran tentang dia berdua Yo Wan.
"Nanti dulu, adik yahg baik. Kami memang telah bicara tentang dirimu, akan tetapi bukan membicarakan hal yang buruk....."
"Cih! Bicarakan hal buruk atau pun baik, aku melarang kalian bicara tentang diriku! Apa peduli kalian kalau aku rusak atau tidak apa sangkutannya dengan kali-an apa yang kulakukan, dengan siapa aku bergaul? Huh, sekarang aku sudah rusak, nah, kalian mau apa? Puteri Raja Pedang, hayo cabut pedangmu, kita bertanding sampai selaksa jurus, yang kalah boleh mampus!"
"Siu Bi.....!" dalam kagetnya Yo Wan lupa rnenyebut nona. la takut gadis aneh ini akan kumat (kambuh) lagi penyakitnya, tiada hujan tiada angin menantang orang bertanding. "Sungguh mati, Sian-moi (adik Sian) sama sekali tidak bicar buruk tentang....."
"Diam kau" Atau..... kau hendak rnembela moi-moimu yang manis ini? Boleh, boleh, kau boleh maju sekalian mengeroyokku. Aku tidak takut!"
Celaka, pikir Yo Wan kewalahan dan tanpa sengaja dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Melihat ini, Cui Sian menahan senyumnya. la sudah cukup berpengalaman, cukup bijaksana sehingga ia tidak terseret ke dalam ge-lombang kemarahan oleh sikap gadis muda yang liar ini. Akan tetapi hatinya terasa perih. Harus ia aku bahwa dalam pertemuan yang tidak terduga-duga dengan Yo Wan ini, hatinya yang selama ini tegak, kini menunduk, runtuh oleh kesederhanaan, kegagahan dan wajah Yo Wan. Akan tetapi berbareng ia pun dapat menduga bahwa pemuda yang menjatuhkan hatinya ini agaknya mencinta Siu Bi, dan kini, melihat sikap Siu Bi ia dapat menduga bahwa gadis remaja ini menjadi marah-marah seperti itu karena cemburu dan cemburu adalah sahabat cinta!
Dengan suara lembut ia berkata, "Bertanding sih mudah, memang bermain pedang merupakan kesenanganku. Akan tetapi, aku selamanya tidak sudi bertanding tanpa alasan tepat. Di pulau tadi, kau tidak mau mengeroyokku, malah kau membantuku dengan mengembalikan pedang ini. Sekarang kau menantangku, apa alasannya?"
"Peduli apa dengan alasan. Kalau memang kau berani, hayo lawan aku!"
"Berani sih berani, adik yang manis. Akan tetapi tanpa alasan, aku tidak mau . bertempur dengan kau atau pun dengan siapa juga."
Panas hati Siu Bi. Gadis ini demikian tenang, demikian sabar. Tentu akan kelihatan amat baik hati dalam pandang mata Yo Wan! Atau agaknya karena di depan pemuda itulah maka gadis ini bersikap begitu sabar dan tenang, biar dipuji!
"Kau mau tahu alasannya? Karena kau puteri Raja Pedang, maka kutantang kau”.
"Itu bukan alasan, Biar ayahku berjuluk Raja Pedang, tapi kau tidak kenal dengan ayah, tak mungkin bermusuhan dengan ayah, mana bisa dijadikan alasan?"
"Aku memusuhi ayahmu!"
"Ihhh, kenapa?"
"Karena ayahmu sahabat baik, bahkan guru Pendekar Buta!"
"Ahhh.....!" Yo Wan yang mengeluarkan suara ini dan makin panas hati Siu Bi. Apakah nama Pendekar Buta demikian besar dan hebat sehingga Yo Wan juga kaget mendengar ia memusuhi Pendekar Buta? Karena panasnya hati, ia melanjutkan, suaranya lantang dan ketus.
"Aku sudah bersumpah, akan kubuntungi lengan Pendekar Buta, isterinya, dan keturunannya, dan tentu saja semua sahabat baiknya adalah musuhku. Ayahmu Raja Pedang sahabat Pendekar Buta, kau pun tentu sahabatnya, maka kau musuhku. Hayo, berani tidak? Tak sudi aku bicara lagi!"
Wajah Yo Wan seketika menjadi pucat mendengar ini. Cui Sian maklum akan hal ini dan dapat merasakan juga pukulan hebat yang diterima pemuda itu. la maklum bahwa Pendekar Buta adalah penolong dan guru Yo Wan yang amat dikasihi, dan agaknya baru sekarang pemuda itu mendengar kenyataan yang amat menusuk perasaan, yaitu kenyataan bahwa gadis lincah dan liar ini adalah musuh besar Pendekar Buta. Oleh karena itu, Cui Sian hanya tersenyum masam dan memberi kesempatan kepada Yo Wan untuk menguasai perasaannya yang tertikam. la tidak ingin menambah penderitaan Yo Wan dengan melayani kenekatan Siu Bi. Yo Wan segera melangkah maju setelah berhasil menekan perasaannya yang kacau balau, matanya memandang tajam kepada Siu Bi ketika dia berkata,
"Nona, kau..... kau benar-benar tersesat jauh sekali! Harap kausingkirkan jauh-jauh pikiranmu yang bukan-bukan itu, tak mungkin. Beliau adalah seorang pendekar yang berbudi, seorang gagah perkasa dan bijaksana yang tiada kedua-nya di dunia ini. Aku tidak percaya bah-wa kau pernah dibikin sakit hati oleh Pendekar Buta. Mana mungkin kau bersumpah hendak membuntungi lengannya dan fengan keluarganya? Tak mungkin ini!'
"Hemmm, begitukah pendapatmu? Kiranya kau berpura-pura berlaku baik terhadapku karena hendak mengubah keinginanku? Tak mungkin ini, aku sudah mempertaruhkan
nyawaku. Biar Pendekar Buta seorang yang memiliki tiga buatl kepala dan enam buah
"lengan, aku tak-kan mundur setapak pun. Boleh jadi dia pendekar besar, boleh jadi dia berbudi dan bijaksana terhadap orang lain, akan tetapi terhadap mendiang kakek Hek Lojin, sama sekali tidak! Kakek Hek Lojin menjadi buntung lengannya oleh Pendekar Buta, karena itu, aku bersum-pah hendak membalaskan sakit hati ini, aku sudah bersumpah akan membuntungi lengan....."
"Jangan..... jangan berkata begitu...,. Yo Wan melompat dan seperti seorang gila dia menggunakan tangannya mendekap mulut Siu Bi!
"Ahhh..... aku..... uppp, lepaskan. lepaskan.....!" Siu Bi tentu saja meronta ronta, berusaha memukulkan gagang pedangnya, bahkan ia lalu membalikkan pedangnya hendak menusuk, akan tetapi Yo Wan sudah memegangi lengannya dan ia sama sekali tidak dapat melepaskan diri.
Diam-diam Cui Sian menjadi terharu sekali, berseru nyaring, "Yo-twako, aku pergi dulu ke Liong-thouw-san." la melompat dan berlari cepat meninggalkan tempat itu. la memang seorang gadis yang luas dan tajam pikirannya, dapat menggunakan pikiran mengatasi perasaan hati. Cui Sian maklum bahwa dalam keadaan seperti itu, lebih baik kalau ia pergi meninggalkan dua orang itu. Siu Bi dikuasai rasa cemburu dan tentu akan makin menggila dan menantangnya, se-hingga ia khawatir kalau-kalau ia akhir-nya tidak kuat menahan kesabarannya. Juga, tak mungkin ia dapat memukul Siu Bi, pertama karena gadis liar itu pernah menolongnya, kedua kalinya karena ia tidak mempunyai permusuhan dengannya. la pernah mendengar nama Hek Lojin dari ayah ibunya, dan. maklum bahwa Hek Lojin adalah seorang tokoh hitam yang amat jahat seperti iblis, juga berilmu tinggi. Siapa duga, gadis yang tadinya ia sangka seorang gadis gagah perkasa itu, kiranya cucu murid Hek Lojin. Pantas demikian aneh dan liar seperti setan!
Yo Wan sedang gugup, bingung, dan duka kecewa. Karena itulah maka dia hanya menyesal sebentar bahwa Cui Sian pergi dalam keadaan seperti itu. Baru setelah Siu Bi mengeluarkan suara seperti orang menangis terisak, dia sadar akan perbuatannya yang luar biasa ini. la merangkul Siu, Bi, mendekap mulutnya dan memegang lengannya. Setelah sadar, dengan tersipu-sipu ia melepaskan pegangannya. Mukanya sebentar merah sebentar pucat.
"Kau..... kau..... mau kurang ajaran, ya? Kau mengandalkan kepandaianmu? Karena kau sudah bisa nnenangkan aku, kau lalu mengira bo^eh berbuat sesukamu kepadaku? Kau laki-laki kurang ajar, kau laki-laki sombong, kau..... kau..... jangan kira aku takut, kau harus mampus.....!" Serta merta Siu Bi menerjang dengan pedangnya. Tentu saja Yo Wan cepat mengelak dan berkata,
"Siu Bi..... eh, Nona.,... tunggu dulu ....”.
"Tunggu apa lagi? Tunggu kau kurang ajar lagi? Kau merangkul-rangkul aku, mendekap mulutku, siapa beri ijin? Kurang ajar! kau kira aku sama seperti Cui Sian, kaukira aku akan tergila-gila kepadamu, karena kau tampan, karena kau gagah, karena kau lihai? Cih, tak ber-malu!" Pedangnya menusuk leher dan kembali Yo Wan mengelak.
"Sabar.....!" la sempat berkata tapi cepat mengelak lagi karena sinar pedang hitam itu sudah menyambar, "Siu Bi, jauh-jauh aku mengejarmu, di sepanjang jalan penuh gelisah setelah menemukan saputanganmu ini....." la mencabut sapu-tangan kuning dari sakunya. "Kukira kau terancam bahaya maut..... kiranya kau menyambutku dengan serangan nekat begini. Aku takut kau terancam bahaya, kau malah ingin aku mati....."
"Makan ini!" kembali pedang Siu Bi menyambar, kini menyabet ke arah hidung. Cepat Yo Wan meloncat dan menggerakkan kedua kakinya daiani langkah ajaib karena penyerangan
gadis itu benar-benar tak boleh dipandang rendah. "Kau mau menggunakan lidah tak bertulang? Jangan coba bujuk aku, he Jaka Lola tak tahu diri. Kau bilang gelisah memikirkan aku, tapi kenyataannya, dengan menyolok kau hanya datang untuk membantu Cui Sian.
Wah, kau gendong-gendong dia Mesra, ya? Cih, tak bermalu! Sekarang kau hendak membela Pendekar Buta lagi? 'Nah, matilah!"
Mau tidak mau Yo Wan tersenyum geli. Gadis ini memang aneh sekali. Ta-pi..... tapi..... karena agaknya marah-marah karena dia menolong Cui Sian? Hatinya berdebar. Benarkah dugaannya ini? Benarkah Siu Bi tak senang dia me-nolong gadis lain? Cemburu? Susah berurusan dengan gadis yang begini galak, pikirnya.
"Nanti dulu, Siu Bi, berhenti dulu.....
"Berhenti kalau kau sudah mati!" teriak Siu Bi dan mengirim tusukan cepat dan kuat sekli. Kalau terkena lambung Yo Wan, tentu pemuda itu akan di "sate" hidup-hidup. Akan tetapi langkah ajaib menolong Yo Wan dan pedang itu meluncur lewat belakang puriggungnya, cepat dia memutar tubuh ke kiri dan tangan berikut gagang pedang itu sudah dikempit di bawah lengannya. Siu Bi tak dapat bergerak!
"Nanti dulu, dengarkan dulu omonganku. Kalau sudah dengar dan tetap meng-anggap aku salah, boleh kausembelih aku dan aku Yo Wan takkan mengelak lagi!"
Tangan kiri Siu Bi tadinya sudah ber-gerak hendak mengirim pukulan. Men-dengar ucapan ini ia tampak ragu-ragu dan bertanya. "Betulkah itu? Kau takkan mengelak lagi kalau nanti kuserang?"
"Tidak, tapi kau harus dengarkan dulu omonganku, bersabar dulu jangan terlalu galak."
"Sumpah?"
"Sumpah.....?? Sumpah apa?"
"Sumpah bahwa kau takkan melanggar janji?"
"Pakai sumpah segala?" Yo Wan me-lepaskan kempitannya dan menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. "Aku....."
"Tak usah bersumpah pun percuma, mana bisa dipegang sumpah laki-laki? Sebagai gantinya sumpah, hayo bersihkan tanganku ini!" la mengasurkan tangannya ke depan.
Yo Wan melongo. "Bersihkan tanganmu? Kenapa?" la mengerutkan alisnya. Tak sudi dia demikian direndahkan, apakah dia akan diperlakukan sebagai se-orang bujang? Siu Bi merengut, marah lagi, tef-bayang pada matanya yang bersinar-sinar seperti akan mengeluarkan api. "Memang kau tak bertanggung jawab, berani ber-buat tak berani menanggung akibatnya. Kau tadi mengempit tanganku di ketiak-mu, apa tidak kotor??"
Hannpir saja Yo Wan meledak ketawa-nya, begitu geli hatinya sehingga terasa perutnya mengkal dan mengeras. Gadis ini benar-benar..... ah, gemas dia, kalau berani tentu sudah dicubitnya pipi dara itu. Tapi maklum bahwa gadis ini tidak berpura-pura, memang betul-betul ber-sikap wajar, sikap kanak-kanak yang nakal dan manja. Ia alu menggunakan ujung baju untuk menyusuti (angah yang berjari dan berkulit halus itu. Makin berdebar jantungnya dan jari-jari tangan-nya agak gemetar ketika bersentuhan de-ngan jari tangan Siu Bi yang "dibersihkan".
Tiba-tiba Siu Bi merenggutkan tangannya terlepas dari peganganYo Wan. "Sudahlah.....!
Lama-lama amat mem-bersihkan saja, agaknya memang kau se-nang pegang-pegang tanganku, ya?" Tentu saja kedua pipi Yo Wan seketika menjadi merah sekali saking malu dan jengah mendengar teguran yang benar-benar tidak mengenal sungkan lagi ini akan tetapi yang langsung menusuk hati dengan tepatnya.
"Nah, sekarang kau omonglah! Awas, kalau dari omonganmu ternyata kau masih bersalah terhadapku, pedangku akan menyembelih lehermu!" Mata Siu Bi me-mandang ke arah leher Yo Wan, penuh ancaman, akan tetapi Yo Wan sama sekali tidak merasa ngeri. Biarpun gadis ini merupakan kenalan baru, akan tetapi dia seperti telah mengenal luar dalam, sudah hafal akan wataknya yang memang aneh itu. la yakin bahwa Siu Bi sampai mati takkan sudi melakukan hal itu, menyem-belih orang yang tidak rnelawan seperti orang menyembelih ayam saja! la ter-senyum dan duduk di atas rumput. Ke-tika Siu Bi juga menjatuhkan diri duduk di depannya, dia merasa gembira dan lega hatinya, timbul kembali rasa aneh yang amat bahagia di hatinya seperti ketika dia bersama gadis itu makan ber-dua menghadapi api unggun.
"Aku tidak berbohong, tak pernah membohong dan juga takkan suka rnem-bohong kalau dengan perbuatan itu aku merugikan orang lain." Yo Wan mulai dengan kata-kata memutar karena dia maklum bahwa menghadapi seorang se-perti Siu Bi, ada perlunya sekali-kali membohong, maka dia tadi menambahi kata-kata "kalau dalam membohong itu akan merugikan lain orang"! "Ketika kau lari itu, pedangmu tertinggal. Aku me-nyesal sekali telah membikin kau marah dan kecewa, maka aku mengambil pe-dangmu dan mengejar. Celaka, kiranya ilmu lari cepatmu luar biasa sekali. Ma^ na aku mampu mengejar? Aku tidak dapat mengejarmu dan ketika kulihat saputangan ini...... ada darah di situ..... aku menjadi gelisah bukan main. Aku khawatir kalau-kalau kau terjatuh ke ta». ngan orang jahat.....
"Memang aku j-atuh ke tangan orang jahat, anak buah Ang-hwa-pai yang men-culikku setelah membuat aku pingsan dengan bubuk racun merah yang harum."
"Ahhh.....! Sudah kukhawatirkan ter-jadi hal seperti itu.....! Kemudian bagaimana?"
Siu Bi meruneingkan bibirnya. Yb Wan terpaksa meramkan kedua matanya melihat mulut yang kecil itu meruncing seperti hendak menusuk ulu hatinya. "Huh, yang mau omong ini engkau atau aku? Kaulah yang harus meneruskan omonganmu. Hayp, lalu bagaimanat"

Comments

wah seru bangettt deh kalo bacanya sampai tamat , namun sayang keburu cape nih terlalu panjang gan ceritanya.

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed