Skip to main content

Jaka Lola 25 -> karya : kho ping hoo

Betapapun juga, keroyokan ular-ular itu membuat Cui Sian repot. Menghadapi Ang-hwa-Nio-nio saja ia sudah mengerahkan seluruh perhatiannya karena memang wanita itu amat ganas dan berbahaya, apalagi sekarang dibantu oleh Ouwyang Lam yang tidak rendah kepandaiannya. Maka sambaran ular-ular dari belakang dan kanan kiri, benar-benar membuat ia sibuk sekali dan ngeri. la maklum bahwa sekali saja tergigit ular hijau, nyawanya takkan tertolong lagi. Sudah puluhan ekor ular terbabat mati oleh pedangnya, dan bangkai ular itu bertumpuk dan berserakan di sekelilingnya, menyiarkan bau yang amis dan memuakkan, bau yang mengandung racun pula.
Cui Sian terkejut dan berusaha sedapat mungkin untuk menahan napas mengerahkan sinkang melawan bau yang memuakkan itu. Akan tetapi karena di lain fihak ia diserang hebat oleh Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam dan di-ancam pula semburan ular-ular beracim, berkali-kali perhatiannya terpecah dan tappasengaja ia menyedot dan terserang bau amis itu. Kepalanya mulai pening, pandang matanya berputaran. Pedangnya masih ia gerakkan dengan cepat, diputar-putar melindungi tubuhnya, akan tetapi karena Tnataiiya makin lama makin gelap, akhirnya ia terkena tusukan ujung pe~ dang Ouwyang Lam yang melukai pundaknya.
Dengan hati merasa muak Siu Bi memandang dan hatinya merasa ngeri juga karena sebentar lagi ia akan menyaksikan gadis perkasa itu roboh mandi darah dan dikeroyok ular-ular hijau. Untuk menolong, ia tidak sudi karena bu-kankah gadis perkasa itu masih sahabat bahkan saudara seperguruan dengan musuh besarnya? la harus membenci gadis itu, biarpun perasaan hatinya tak memungkinkannya menaruh rasa itu, bahkan ada rasa kagum di lubuk hatinya. Namun, ia harus meinbenci semua yang "berbau" Pendekar Buta! Betapapun juga, rasa bencinya yang dipaksakan ini tidak melebihi rasa tidak senangnya kepada Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam yang dianggapnya berjiwa pengecut dan curang, sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat gagah sedikit pun juga.
"Tranggg!! Tranggg!!" Bunga api berpijar dan Ang-hwa Nio-nio, juga Ouwyang Lam, melompat ke belakang, kaget se-kali karena pedang mereka tersambar sinar hitam, telapak tangan mereka menjadi sakit dan hampir mereka terpaksa melepaskan pedang. Sinar hitam masih berkelebatan dan matilah ular-ular yang berada di sekeliling Cui Sian dalam jarak dua meter!
Siu Bi melompat kaget ketika melihat laki-laki yang memegang pedang bersinar hitam itu. Itulah pedangnya dan laki-laki itu bukan lain adalah Yo Wan!
"Kau.....?!?" serunya, kaget dan heran.
Yo Wan cepat merangkul pundak Cui Sian yang terhuyung dan tak ingat diri dengan Liong-cu-kiam masih tergenggam erat-erat. Kemudian Yo Wan menoleh ke arah Siu Bi, tersenyum getir dan melemparkan Cui-beng-kiam. "Nona, ini pedangmu kukembalikan. Terimalah!"
Pedang itu melayang dengan gagang di depan ke arah Siu Bi yang menangkapnya dengan mudah. Mata gadis ini terbelalak memandang. Entah bagaimana ia sendiri tidak tahu, melihat Yo Wan memondong tubuh Cui Sian yang pingsan itu dan melangkah pergi dengan cepat, hati-nya menjadi panas dan marah!
Sementara itu, Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam sejenak tercengang. Heran mereka mengapa hari ini, setelah Siu Bi muncul pula orang-orang muda yang amat lihai, padahal orang-orang muda ini sama sekali tidak terkenal di dunia kang-ouw.
Namun, melihat betapa pemuda sederhana berpakaian putih itu memondong tubuh Cui Sian yang pingsan, Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam menjadi marah. Sambil berseru keras Ang-hwa Nio-nio melompat diikuti oleh Ouwyang Lam.
"Jahanam, jangan harap dapat keluar dari Ching-coa-to dalam keadaan bernyawa!" seru Ang-hwa Nio-nio. Tangannya bergerak dan sinar kemerahan me-luncur ke arah punggung Yo Wan. Itulah Ang-tok-ciam (Jarum Racun Merah) yang ampuh serta jahatnya tidak kalah dengan Ching-tok-ciam (Jarum Racun Hijau) yang dahulu dimiliki oleh majikan pulau itu.
Kedua-duanya memang merupakan senjata rahasia yang ampuh dan sekali menyentuh kulit dan menimbulkan luka, korban itu takkan tertolong lagi nyawa-nya. Akan tetapi, tentu saja Ang-hwa Nio-nio lebih lihai dalam penggunaan senjata halus ini karena memang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi daripada mendiang Ching-toanio, maka pelepasan jarum-jarum itu amat berbahaya.
Bagi si penyannbit dan orang lain, agaknya jarum-jarum yang sudah berubah menjadi segulung sinar merah itu pasti akan mengenai punggung Yo Wan yang lari memondong tubuh Cui Sian. Akan tetapi, aneh bin ajaib akan tetapi nyata terjadi, pemuda itu masih berlari-iari dan jarum-jarum itu melayang ke depan, hilang di antara pepohonan, sama sekali tidak menyentuh baju Yo Wan! Hal ini sebetulnya tidaklah mengherankan oleh karena dalam larinya, Yo Wan yang selalu berhati-hati, apalagi maklum bahwa dia dikejar orang-orang pandai, telah menggunakan, langkah ajaib Si-cap-it Sin-po. Tentu saja dengan langkah-langkah ajaib ini, apalagi ditambah pendengarannya yang amat tajam karena terlatih sehingga dia dapat mendengar angin sambaran senjata rahasia, dengan mudah dia
dapat menghindarkan serangan gelap dari belakang.
Betapapun lihainya Yo Wan, dia adalah seorang asing di pulau itu, same sekali tidak mengenal jalan, hartya berlari dengan tujuan ke pantai telaga, maka dalam kejar-mengejar ini sebentar saja Ouwyang Lam dan Ang-hwa Nio-nio yang mengambil jalan memotong, dapat menyusulnya. Malah dua orang ini tahu-tahu muncul di depan menghadang larinya Yo Wan!
Yo Wan mengeluh dalam hatinya. Tadinya dia tidak ingin bertempur, apalagi dengan tubuh gadis itu dalam pondongannya. Akan tetapi agaknya dia tidak dapat menghindarkan pertempuran kalau menghendaki selamat. Cepat dia meraih pedang di tangan gadis itu yang biarpun dalam keadaan pingsan masih memegang erat-erat. Sekali renggut dia dapat merampas pedang ini dan tepat di saat itu, pedang Ang-hwa Nio-nio dan pedang Ouwyang Lam sudah menyerangnya dengan ganas. Yo Wan memondong tubuh Cui Sian dengan lengan kiri, tangan ka-nannya memutar pedang dan sekali ber-gerak dia berhasil menangkis dua pedang lawannya. Pertempuran hebat segera terjadi dan karena tiga batang pedang itu kesemuanya adalah pedang-pedang pusaka, maka berhamburanlah bunga api tiap kali ada pedang beradu.
”Uuhhh....." Cui Sian mengeluh meronta. Yo Wan yang memondongnya cepat melepaskan nona itu sambil menariknya ke belakang agar menjauh daripada sinar pedang dua orang pengeroyoknya.
"Nona, kau sudah kuat betul?"
Cui Sian adalah seorang gadis yang sudah digembleng oleh ayah bundanya sejak kecil. Sinkang di tubuhnya sudah amat kuat, maka pengaruh racun tadi tidak lama menguasai dirinya. Sejenak ia nanar setelah siuman, akan tetapi segera teringat akan segala pengalamannya dan seketika ia maklum bahwa pemuda yang dikeroyok oleh Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam dengan menggunakan pedangpya secara aneh itu adalah penolongnya.
"Sudah, terima kasih. Tolong kau kembalikan pedangku dan biarkan aku melawan mereka yang curang ini!"
Yo Wan menggunakan tenaganya menangkis dan sekaligus menerjang. ganas sehingga kedua orang lawannya terpaksa menghindar ke belakang. Kesempatan ini dia pergunakan untuk mengembalikan pedang Liong-cu-kiam kepada pemiliknya. Cui Sian dengan hati gemas lalu memutar pedang itu dan menerjang kedua orang lawannya.
"Nona, tidak baik mengacau tempat orang lain lebih baik lari selagi ada kesempatan," kata Yo Wan sambil mencabut pedang kayu dari balik jubahnya. Pemuda ini sebetulnya mempunyai sebatang pedang pusaka pula yaitu pedang pusaka pemberian isteri Pendekar Buta. Akan tetapi dia tidak pernah mempergunakan pedang ini dan hanya mempergunakan pedang kayu cendana yang dibuatnya sendiri di Pegunungan Himalaya. Ilmu batin yang dalam dipelajarinya dari Bhewakala dan hal ini membuat hatinya dingin terhadap pertempuran dan permusuhan, maka dia tidak akan menggunakan senjata tajam untuk menyerang orang kalau kesela;,atannya sudah cukup dilindungi dengan pedang kayunya.
Serangan Cui Sian yang dahsyat diterima Ouwyang Lam. Ang-hwa Nio-mo menghadapi Yo Wan yang ia tahu malah lebih lihai daripada puteri Raja Pedang itu. Bukan main kaget, heran, dan kagumnya ketika ia mendapat kenyataan bahwa pedang kayu di tangan pemuda itu dapat menahan senjata pusakanya, Ang-hwa-kiam! Maklumlah ia bahwa ia ber-hadapan dengan seorang lawan muda yang tingkat kepandaiannya sudah amat tinggi, merupakan lawan yang amat berat. Adapun Ouwyang Lam yang kini menghadapi Cui Sian sendirian saja, dalam beberapa gebrakan sudah tampak terdesak hebat. Untung baginya, Cui Sian dapat me-nangkap kata-kata Yo Wan. Gadis ini diam-diam membenarkan bahwa tiada gunanya melanjutkan pertempuran. Biarpun ia akan dapat menangkan pemuda ini, akan tetapi tempat itu merupakan sebuah pulau yang terkurung air, dan anak buah Ang-hwa-pai amat banyak. Selain ini, pulau itu amat berbahaya dengan, ular-ularnya, juga Ang-hwa Nio-nio dan anak buahnya pandai mempergunakan racun-racun jahat. Melanjutkan pertempuran berarti mengundang bahaya bagi diri sendiri. la pribadi tidak mempunyai urusan, apalagi permusuhan dengan orang-orang ini, apa perlunya bertempur mati-matian?
"Kau benar, Sahabat. katanya. Mari kita pergi!”. katanya.
Yo Wan kagum dan girang. Gadis ini ternyata seorang yang berpengalaman dan berpemandangan jauh, alangkah bedanya dengan Siu Bi yang tindakannya sem-brono.
Mereka berdua lalu melompat jauh ke belakang, lari meninggalkan ,§elang-gang pertempuran menuju ke pantai. Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam mak-lum bahwa
mereka berdua takkan rnampu menangkan dua orang itu, maka mereka tidak mengejar. Ang-hwa Nio-nio dengan muka keruh memberi tanda rahasia dengan suitan nyaring kepada anak buahnya menghalangi kedua orang musuh itu, dan berusaha menangkap mereka dalam air.
Akan tetapi, Yo Wan dan Cul Sian sudah melompat ke sebuah perahu kecil dan begitu mereka menggerakkan dayung di kanan kiri perahu, tak mungkin ada anak buah Ang-hwa-pai yang akan mampu mengejar mereka. Perahu itu meluncur dengan kecepatan luar biasa karena digerakkan oleh tangan-tangan saktl, maka gagallah harapan terakhir Ang-hwa Nio-nio untuk menangkap mereka dengan cara menggulingkan perahu. Ketika kedua orang ini kembali ke tengah pulau, ternyata Siu Bi sudah lenyap, tidak berada di situ lagi. Ouwyang Lam kelabakan dan mencari-cari, memanggil-manggil, namun gadis yang dicarinya tidak ada, karena memang dalam keributan tadi, diam-diam Siu Bi sudah lari meninggalkan pulau itu.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed