Skip to main content

Jaka Lola 24 -> karya : kho ping hoo

Namun, Im-yang-sin-kun adalah ilmu yang bersumber kepada Im-yang-bu tek-cin-keng, merupakan rajanya ilmu silat dan telah mencakup inti sari daripada semua gerakan silat. Ilmu silat yang di-miliki Pendekar Buta sendiri pun bersumber pada ilmusilat ini, demikian pula ilmu-ilmu silat dari semua partai bersih. Andaikata masa latihan Cui Sian sedemi-kian lamanya seperti Ang-hwa Nio-nio, jangan harap ketua Ang-hwa-pai itu akan dapat menang. Sekarang pun, karena kalah matang dalam latihan, biar tak dapat mendesak lawan, namun Cui Sian niasih dapat mempertahankan diri dengan baik. Memang kalau dilanjutkan, akhirnya ia akan kalah juga karena terus-menerus mempertahankan diri tanpa mampu membalas, akan tetapi akan memakaif waktu lama sekali. Siu Bi menonton pertempuran Itu dengan hati tegang. Matanya yang sudah terlatih akan ilmu-ilmu silat tinggi dapat membedakan sifat kepandaian dua orang yang sedang bertanding itu. Terjangan-terjangan Ang-hwa Nio-nio bersifat ganas dan kasar, didorong oleh hawa pukulan bersinar merah yang menyelubungi seluruh tubuh berpakaian merah itu. Se3 baliknya, Cui Sian bersilat dengan gerak-an yang sifatnya tenang dan kokoh kuat, indah dalam setiap gerakan dan hawa pukulan dari kedua tangannya mengandung sinar jernih tak berwarna namure cukup kuat sehingga menolak bayangan sinar merah. lawan. Saking tegang dan memandang penuh perhatian, Siu Bi tidak" melihat lagi kepada Ouwyang Lam. Pemuda ini diam-diam mengeluarkan sebungkus bubuk berwarna putih, menye-' barkannya di ^sekeliling tempat mereka, kemudian memberi tanda kepada para anak buah Ang-hwa-pai. Tak lama ke-mudian terdengarlah suara melengking tinggi seperti suling, tiada putus-putusnya datang dari empat penjuru. Beberapa menit kemudian, Siu Bi mengeluarkan seruan kaget. Beratus ekor ular men-desis-desis dan bergerak cepat dari semua jurusan, menuju ke pertempuran itu. Seekor ular hijau yang besar dan pan-jang, paling cepat sampai di situ dan serta merta binatang ini mengangkat kepala dan meloncat dengan mulut' ter-buka ke arah Cui Sian! Gadis sakti ini pun sudah melihat adanya ular-ular hijau yang datang me-nyerbu, maka begitu mendengar desis keras dari arah kiri, cepat ia melangkah mundur dan tangan kirinya dengan jarit, terbuka menyabet miring, tepat mengenai' leher ular, "Trakkk!!" Ular sebesar pang-kal lengan itu terpukul keras sehingga terlepas sambungan tulangnya, tak berdaya lagi, terbanting dan hanya ekornya saja yang masih menggeliat-geliat, ke-palanye tak dapat digerakkan lagi! Akan tetapi, Cui Sian harus men-jatuhkan diri ke belakang dan bergulingan karena pada saat ia menghadapi penyerangan ular tadi, Ang-hwa Nio-nio sudah melakukan serangan hebat sekali yang aroat berbahaya. Segulung sinar merah menerjang ke arah dada dan lehernya, dan ternyata Ang-hwa Nio-nio sudah mencabut pedangnya dan rnenyerangnya pada saat gadis itu tidak kuat kedudukan-nya. Hanya dengan cara membuang diri ke belakang dan bergulingan inilah Cui Sian dapat nnenyelamatkan diri. la cepat melompat bangun dan wajahnya merah sepasang matanya berapi-api saking ma-rahnya. Biarpun lawan sudah memegang pedang dan di sekelilingnya sudah ber-kumpul ular-ular hijau, namun dara per-kasa ini sama sekali tidak menjadi gen-tar! la maklum bahwa tak mungkin me-larikan diri setelah ular-ular itu men-datangi dari segala jurusan, jalan lari selain terhalang ular-ular berbisa dan gunung-gunungan batu karang, juga di bagian lain berdiri Ang-hwa Nio-nio dap anak buahnya yang amat banyak. Cui Sian maklum bahwa keadaannya amat berbahaya, dan besar kemungkinan ia akan tewas di sini, namun ia mengambil keputusan untuk melawan dengan nekat dan sampai titik darah terakhir, tewas sebagaimana layaknya puteri pendekar besar dan ketua Thai-san-pai! "Ang-hwa-pai tak tahu malu! Meng-andalkan pengeroyokan dan bantuan ular-ular berbisa! Ang-hwa Nio-nio, majulah, jangan kira aku takut menghadapi ke-curanganmu!" Ang-hwa Nio-nio merasa penasaran, malu dan inarah sekali. Memang amat memalukan kalau ia tidak mampu me-ngalahkan gadis ini, gadis muda tak ber-senjata, dan ia masih dibantu ular-ular-hya. Benar-benar sekali ini kalau ia tidak mampu membunuh Cui Sian, akan rusak nama besarnya. "Iblis cilik, siaplah untuk mampus!'' "Nanti dulu, Nio-nio!"Tiba-tiba Siu Bi berseru dan melompat ke depan. Ang-hwa Nio-nio kaget dan heran, lebih-lebih herannya ketika Siu Bi berkata lantang, "Aku tidak suka melihat ini! Aku pun benci dia karena dia adalah sahabat baik Pendekar Buta musuh besarku, akan te-tapi aku tidak suka melihat pertandingan yang berat sebelah ini. Ang-hwa Nio-nio, karena aku dan kau bersahabat, aku tidak mau sahabatku melakukan hal yang tidak pantas." ”Dia ini boleh saja dibunuh, tapi sedikitnya harus memberi kesempatan melawan, itulah haknya. Ayah..... ayahku selain menekankan bahwa dalam keadaan bagaimanapun juga, aku harus bersikap gagah dan sama sekali tidak boleh curang. Heee, Cui Sian, ini pedangmu, kukembalikan. Sebelum mampus, kau boleh melawan dan jangan bilang bahwa aku menyernbunyikan pedangmu. Tapi berjanjilah, kalau nanti kau sudah mati, relakan pedangmu ini menjadi milikku!" Sambil berkata demikian Siu Bi melemparkan Liong-cu-kiam kepada Cui Sian. Sejenak Cui Sian tertegun sambil memegangi Liong-cu-kiam di tangannya. Tentu saja hatinya menjadi sebesar Gunung Thai-san sendiri setelah pedang pusakanya kembali di tangannya. Akan tetapi dia menjadi terheran-heran melihat sikap dan mendengar kata-kata gadis cilik itu. Tahulah dia bahwa gadis cilik itu sama sekali bukan anak buah Ang-hwa-pai!Seorang tamu agaknya, dan tentu gadis cilik yang juga lihai itu anak seorang tokoh hitam pula. la tersenyum dan menatap mesra ke arah Siu Bi. "Adik manis, kau adalah batu kumala terbenam lumpur, biar sekelilingmu kotor kau tetap ceinerlang! Tentu saja, aku berjanji, rohku akan rela kalau setelah aku mati, pedang ini menjadi rmlikmu. Tapi sayangnya, aku takkan mati, Adik manis. Dan kelak akan tiba saatnya aku membalas kebaikanmu ini!" Sernentara itu, Ang-hwa Nio-nio ma-rah sekali; "Siu Bi, kau..... kau lancang dan tolol! Setelah berkata demikian ketua Ang-hwa-pai ini menerjang dengan pedangnya. Sinar merah berkelebat ketika pedangnya, pedang pusaka ampuh yang sudah direndam racun kembang merah dan diberi nama sesuai pula, yaitu Ang-hwa-kiam, digerakkan menusuk ke depan. Pada saat yang sama, eropat ekor ular juga sudah menerjang dari belakang, menggigit ke arah kaki Cui Sian. Akan tetapi, setelah kini Liong-cu-kiam berada di tangannya, Cui Sian seakan-akan menjadi seekor harimau betina yang tumbuh sayap. Sinar putih berkiiat-kilat menyilaukan mata ketika Liong-cu-kiam di tangannya beraksi. Pedang pusaka ampuh ini sudah menangkis Ang-hwa-kiam dan tenaga bentucan itu ia manfaatkan dengan cara mengaypn pedang ke belakang sambil mengubah kedudukan kaki dari kuda-kuda melintang menjadi kuda-kuda membujur. Tenaga benturan membuat Liong-cu-kiam bergerak cepat mengeluarkan suara. "Cring!" dan..... empat ekor ular yang menyerang dari belakang tubuhnya itu telah terbabat buntung menjadi delapan potong! "Hebat.....!" Siu Bi bengong-bengong kagum tiada habisnya. Indah sekali gerakan itu dan ia maklum bahwa dengan pedang pusaka di tangannya, Cui Sian benar-benar merupakan lawan berat dan ia sendiri rnasih sangsi apakah ia dengan Cui-beng-kiam akan dapat mengimbangi kesaktian nona cantik langsing ini. "Kenapa kau membantunya.....?" Siu Bi menengok dan alisnya berkerut melihat bahwa yang mengeluarkan pertanyaan dengan suara ketus itu bukan lain adalah Ouwyang Lam. Pemuda itu berdiri dengan pedang terhunus, sikapnya mengancam, Siu Bi mengedikkan kepalanya. "Siapa membantunya? Aku tidak sudi membantu sahabat baik musuh besarku, akan tetapi aku pun tidak sudi membantu kecurangan, biarpun yang curang adalah teman sendiri. Kau mau apa?" "Mari kita keroyok dia. Dia lihai sekali dan kalau sampai dia terlepas, tentu hanya akan menimbulkan kesulitan di belakang hari." "Kau mau keroyok, terserah. Twako, apakah kau tidak malu? Lihat, ketua Ang-hwa-pai sudah melawannya dengan bantuan ular-ular mengerikan itu. Hal itu saja sudah tidak adil, masa kau mau ajak aku mengeroyok lagi? Aku tidak sudi mengambil kemenangan secara rendah begitu!" "Tapi, Moi-moi, dia itu musuh kita. Ayahnya adalah ketua Thai-san-pai, bukan saja sahabat baik Pendekar Buta, malah masih terhitung gurunya!" "Ahhh....." Ouwyang Lam mengira bahwa seruan ini menyatakan perubahan di hati Siu Bi. Akan tetapi sebetulnya bukan demikian, Siu Bi terkejut memang, akan tetapi la terkejut karena teringat bahwa gadis itu saja sudah begitu lihai, apalagi Pendekar Buta! "Lihat, Moi-moi, dia begitu lihai." Kalau kita tidak turun tangan, bisa berbahaya!" Setelah berkata demikian, Ouwyang Lam dengan pedang terhunus lalu menerjang ke medan pertempuran. Ia telah menyebar bubuk anti ular pada sepatu dan celananya sehingga seperti halnya Ang-hwa Nio-nio, dia takkan diganggu lagi oleh ular-ular itu. Memang Cui Sian hebat sekali setelah Liong-cu-kiam berada di tangannya. Bo-leh jadi dalam hal keuletan, pengalaman, dan keahlian, ia masih belum dapat me-nandingi Ang-hwa Nio-nio. Akan tetapi biarpun belum matang betul karena usianya masih muda, namun ilmu pedang yang ia mainkan adalah raja sekalian ilmu pedang yaitu Im-yang Sin-kiam. ilmu pedang inilah yang dahulu nnembuat ayahnya, Si Raja Pedang Tan Beng San, menjagoi di dunia persilatan dan mem-buat Raja Pedang itu berhasil mengalahkan semua lawannya yang sakti (baca cerita Raja Pedang). Kini, dengan ilmu pedang sakti itu, ditambah lagi dengan pedang pusaka Liong-cu-kiam yang amat ampuh di tangannya, Cui Sian benar-benar merupakan seorang lawan yang sukar dikalahkan.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed