Skip to main content

Jaka Lola 22 -> karya : kho ping hoo

Cui Sian menoleh dan tersenyum mengejek. "Julukannya saja Cui-beng (Pengejar Roh), biarpun cantik seperti Kwan Im, tetap saja jahat. Bocah masih ingusan, siapa takut padamu? Kutunggu kau di darat dan aku tanggung kau akan kulempar sekali lagi ke dalam air!" Siu Bi memaki-maki, akan tetapi apa dayanya? Mengejar perahu itu yang tak mungkin. Lain dengan Ouwyang Lam biarpun amat mendongkol dan malu, namun segera bersuit nyaring memberi aba-aba kepada anak buahnya. Beberapa buah perahu hitami meluncur cepat dari balik alang-alang, menghampiri Ouwyang Lam dan Siu Bi yang kini sudah berhasil membalikkan perahu dan melompat ke dalam perahu dengan pakaian basah ku-yup. "Kejar iblis betina itu, gulingkan pe-rahunya dan tangkap dia. Ingat, harus gulingkan perahunya lebih dulu!" perintah Ouwyang Lam ini segera ditaati oleh tiga buah perahu yang masing-masing berpenumpang tiga orang. Sembilan orang ahli air Ang-hwa-pai melakukan penge-jaran. Ouwyang Lam dan Siu Bi meng-ikuti dari belakang setelah Ouwyang Lam terjun dan berenang mengambil dayung-dayung mereka yang tadi terlempar. Cui Sian yang sama sekali tidak men-duga bahwa la akan dikejar, dengan hati puas mendayung perahunya ke tengah telaga, tidak tergesa-gesa pergi men-darat karena ia ingin melihat-lihat pulau itu dari dekat. Tak lama kemudian baru-lah ia melihat tiga buah perahu hitam meluncur cepat mendekati perahunya. la dapat menduga bahwa mereka itu tentu-lah orang-orang Ang-hwa-pai, apalagi setelah dekat ia melihat bunga merah tersulam di baju mereka. Akan tetapi tentu saja ia tidak takut, malah me-nanti kedatangan mereka dengan dayung di tangan, siap menghantam dan meng-hajar mereka yang berani mengganggunya. Akan tetapi, ia mulai terkejut me-lihat sembilan orang di dalam tiga buah perahu itu semua melompat ke dalarp air dan tidak muncul lagi. Mereka menyelatn! Cui Sian dapat menduga apa yang akan mereka lakukan. Cepat ia mendayung perahunya meluncur pergi, namun terlambat. Perahunya berguncang hebat. la berdiri mempergunakan ginkangnya, meng-atur keseimbangan tubuh agar jangan sampai terjungkal ke dalam air. Malah dayungnya berhasil mengemplang pung-gung seorang penyelam yang segere me-nyelam dan berenang- pergi sambil me-rintih-rintih. Akan tetapi akhirnya perahu-nya terguling! Namun dengan gerakan yang amat indah, tubuh Cui Sian mencelat ke atas dan dengan berjungkir balik beberapa kali, tubuhnya cukup lama ber-ada di atas sehingga ketika ia meluncur turun, perahunya sudah terbalik dan ter-apung lagi. la mendarat di atas perahu-nya yang terbalik itu, siap dengan da-yungnya. Para penyelam melihat ini men-jadi kagum sekali, juga penasaran. Mere-ka menyelam lagi mendekati dan berusaha menggulingkan perahu yang sudah terbalik agar nona itu ikut tenggelam. Akan tetapi Cui Sian dengan dayungnya nnempertahankan perahunya. Dua orang penyelam kena dihaJ'ar tangan mereka sehingga tulangnya patah, seorang penye-lam lagi terpaksa dibawa pergi temannya karena kemplangan pada kepalanya mem-buat dia pingsan. Ouwyang Lam dan Siu Bi sudah tiba di situ. Melihat betapa gadis kosen itu masih belum dapat ditangkap, malah mengamuk menipertahankan perahu yang sudah terbalik itu, melukai beberapa orang penyelam, dia menjadi marah dan diam-diam kaget juga. Gadis itu benar-benar lihai. Hatinya tidak enak sekali. Kemudian dia bersuit memberi tanda kepada ternan-temannya yang sudah mun-cul di permukaan air, tidak berani men-dekati perahu terbalik itu. Kini hanya tinggal empat orang penyelam yang belum terluka, akan tetapi mereka jerih, tidak berani mendekat. Setelah Ouwyang Lam bersuit, nnereka menyelam lagi. Ouwyang Lam mendayung perahunya yang meluncur cepat mendekati perahu Cui Sian yang terbalik. "Adik Siu Bi, kesempatan kita untuk membalas!" kata-nya, Siu Bi sudah bersiap dengan dayungnya. Ketika perahu mereka sudah det-at, Ouwyang Lam dan Siu Bi menggerakkan dayung. Kali ini mereka berlaku hati-hati, dayung mereka menerjang hebat dengan pengerahan tenaga. Sebaliknya, Cui Sian berada dalam keadaan yang amat buruk. Berdiri di atas perahu terbalik amat licin dan terlalu sempit, sedangkan dua buah dayung yang menye-rangnya itu pun tak boleh dibuat main-main. Tadi pun ia sudah dapat kenyataan bahwa kedua orang muda ini memiliki kepandaian tinggi, hanya karena tadi memandang rendah kepadanya maka dalam segebrakan saja ia berhasil melempar mereka ke air. la maklum bahwa ke-adaannya berbahaya sekali. Namun, Cui Sian memiliki sifat yang amat tenang, juga tabah. la tidak menjadi gentar, malah mengejek, "Beginikah cara orang gagah? Menge-royok dengan cara yang licik?" Merah muka Siu Bi. Sesungguhnya ia benci akan cara dennikian ini, akan tetapi semua itu yang mengatur adalah Ouwyang Lam, ia sebagai tamu tak da-pat berbuat lain. Untuk diam saja tidak ikut mengeroyok juga tidak enak, apalagi ia tadi sudah' dibikin basah kuyup dan merasa amat marah kepada gadis ber-nama Cui Sian itu. Dengan tenaga dalamnya yang murni dan amat kuat serta gerakan dayungnya yang hebat, Cui Sian masih dapat mem-pertahankan diri daripada desakan kedua buah dayung lawannya. Akan tetapi tiba-tiba perahu yang diinjaknya berguncang hebat. Kini ia tidak mungkin dapat melawan orang-orang yang berada di dalam air karena dua batang dayung yang meng-aneamnya dari depan sudah cukup berbahaya. la berusaha mempertahankan diri, akan tetapi ketika tiba-tiba perahu " yang diinjaknya itu tenggelem, tak mung-kin lagi ia mempertahankan diri. la ikut tenggelam dan di lain saat ia gelagapan karena seperti juga Siu Bi, ia adalah seorang puteri gunung dan tak pandai berenang! Sungguhpun demikian, ketika dua orang penyelam berusaha menangkap dan memeluknya, mereka itu memekik kesakitan dan pingsan terkena sampokan tangannya! Melihat ini, Ouwyang Lam terjuft ke air. Cui Sian sudah gelagapan dan me-helan air, tentu saja bukan lawan Ouw-yang Lam yang selain berkepandaian tinggi, juga ahli bermain di air. Sebelum Cui Sian sempat mempertahankan diri, sebuah saputangan merah yang diambil pemuda itu dari saku bajunya, telah me-nutup mukanya. la mencium bau harum dan..... tak ingat iiri lagi. Ouwyang Lam menyeretnya san Jil berenang dan memondongnya naik ke perahu, melempar tubuh yang pingsan dan basah kuyup itu ke dalam perahu. Siu Bi mengerutkan keningnya. "Mau diapakan ia ini, Ouwyang-twako?" Mendengar pertanyaan ini dan me-lihat pandang mata Siu Bi yang tajam penuh selidik, Ouwyang Lam menjadi agak gagap ketika menjawab. "Diapakan? Dia..... eh, tentu saja ditawan. Hal ini harus dilaporkan kepada Nio-nio. Gadis ini mencurigakan sekali, Siauw-moi (Adik Kecil). Kepandaiannya tinggi dan andai-kata dia benar-benar bukan orang Kun-lun-pai, mengapa ia memusuhi kita? Dan mengapa pula ia berperahu di sini?" "Kan ia sudah bilang bahwa ia se-orang pelancong....." bantah Siu Bi, tidak setuju melihat gadis ini ditawan secara begitu. Ouwyang Lam tersenyum, maklum bahwa gadis ini mulai menaruh curiga. la harus berhati-hati, pikirnya. "Jangan kau khawatir, Moi-moi. Dia ini ditawan ha-nya untuk ditanyai kelak. Kalau ternyata benar dia itu hanya seorang pelancong yang iseng dan gatal tangah, tentu saja kami akan membebaskannya. Biarlah dia ditawan beberapa hari hitung-hitung membalas penghinaannya atas diri kita berdua." Puas hati Siu Bi dengan jawaban ini. Sambil mendayung perahu kembali ke pulau, diam-diam Siu Bi mengagumi ke-cantikan gadis yang telentang di depan-nya. Benar-benar cantik jelita dan manis sekali. Sayang dia sombong, pikirnya, dan pernah menghinaku. Kalau tidak, hemmm, senang juga mempunyai kawan yang. juga memiliki kepandaian tinggi ini. la melihat benda mengganjal di atas pinggang belakang. Dirabanya, ternyata gagang pedang. Dengan perlahan disingkapnya baju luar itu dan ditariknya pedang itu. Sebuah pedang pendek akan tetapi begitU Siu Bi mencabutnya dari sarung, mata-nya silau oleh sinar yang putih gemerlapan. "Wahhh, peaang yang hebat, pusaka ampuh!" seru Ouwyang Lam. "Moi-nioi, kau benar. Pedang itu harus dirampas, kalau ,tidak dia bisa mernbikin kacau setelah siuman." Ucapan ini membikin muka Siu Bi makin merah. Sama sekali ia tidak mem-punyai niat untuk merampas pedang orang, hanya ingin melihat. Akan tetapi tiba-tiba ia berpikir. Pedang pusakanya sen-diri ia tinggalkan kepada Jaka Lola. la tidak bersenjata. Tiada salahnya ia me-nyimpan dulu pedang ini, dan mudah kalau segala sesuatu beres, ia kembalikan kepada yang punya. Dari pada dirampas oleh Ouwyang Lam. Ia belum percaya. penuh kepada pemuda ini atau kepada "bibi Kui Ciauw". Dalam keadaan masih pirigsan, Cui Sian dibawa ke daratan pulau, dihadapkan kepada Ang-hwa Nio-nio. Nenek ini me-ngerutkan alisnya ketika mendengar la-poran Ouwyang Lam. la memeriksa bun-talan pakaian Cui Sian yang juga dibawa ke situ oleh anak buah yang menemukan-nya dari perahu yang terbalik. Akan tetapi isinya hanya beberapa potong pakaian dan sekantung uang emas. Tidak terdapat sesuatu yang membuka rahasia tentang diri gadis aneh itu. Ang-hwa Nio-nio lalu mengeluarkan sehelai saputangan berwarna biru, mengebutkan saputangan itu ke arah hidung Cui Sian, kemudian dengan saputangan itu pula ia menotok belakang leher. Ujung saputangan dapat dipergunakan untuk menotok jalan darah, hal ini saja membuktikan kelihaian ne' ek ini. Kiranya saputangan biru itu mengin-dung obat pemunah racun merah. Tak lama kemudian Cui Sian menggerakkan pelupuk matanya dan pada saat matanya terbuka, gadis ini sudah melompat ba-ngun dan berada dalam keadaan siap siaga! la memandang ke sekelilingnya, melihat muda-mudi bekas lawannya tadi berada di situ bersama seorang nenek berpakaian serba merah dan beberapa orang lak-laki setengah tua yang me-makai tanda bunga merah di dada. Di pinggir berdiri pelayan-pelayan wanita. Maklum bahwa dirinya dikepung musuh, Cui Sian meraba pinggangnya. Pedangnya tidak ada! Akan tetapi gadis ini tenang-tenang saja, sama sekali tidak menjadi gentar atau gugup. la malah tersenyum inengejek dan berkata, "Bagus! Kiranya Ang-hwa-pai penuh tipu muslihat. Kalian secara curang ber-hasil menawan aku, mau apa?" Ang-hwa Nio-nio membentak ketus, "Bocah sombong, berani berlagak di de-panku! Sudah diampuni jiwanya masih sombong. Kalau tadi kami turun tangan membunuhmu, kau akan bisa apa?" Cui Sian memandang nenek itu, pan-dang matanya tajam sekali membuat si nenek diam-diam tercengang dan menduga-duga, siapa gerangan gadis yang bernyali besar dan penuh wibawa ini. "Agaknya kau adalah ketua Ang-hwa-pai. Nah, katakan kehendakmu. Soal mati hidup, kau membunuhku pun aku tidak takut, kau membebaskan aku pun tidak merasa berhutang budi." "Bocah, lebih baik larutkan keangkuh-anmu ini dan lekas kau mengaku, siapa yang menyuruh kau datang memata-matai Ang-hwa-pai' dan membikin kacau? Kalau tidak ada yang menyuruh, apa maksud kedatanganmu? Jawab sebenarnya, jangan membikin aku habis sabar. Apa hubungan-niu dengan Kun-lun-pai?" "Tidak ada yang menyuruhku, Kun-iun-pai tiada sangkut-pautnya denganku. Aku seorang pelancong, kebetulan lewat dan pesiar di telaga, bertemu dengan dua orang tosu Kun-lun-pai. Kuanggap dua orang bocah ini keterlaluan, maka aku sengaja hendak memberi hajaran. Dengan curang mereka berhasil menawan aku, terserah kalian mau apa sekarang. Mau bertanding sampai seribu jurus, hayo!" Kembali Ang-hwa Nio-nio tercengang dan diam-diam harus ia akui bahwft gadis 'seperti ini tentu tak boleh dipandcmg ri-hgan. "Siapakah kau dan dari mana kau datang?" "Sudah kukatakan kepada dua orang 1 bocah ini, namaku Tan Cui Sian dan aku bukan orang Kun-lun-pai, sungguhpun Kun-lun-pai merupakan partai segolongan dengan Thai-san-pai." Berubah wajah Ang-hwa Nio-nio. "Kau anak murid Thai-san-pai? Kau..... kau she Tan, apamukah Bu-tek Kiam-ong Tan Beng San si kakek ketua Thai-san-pai?" "Dia ayahku....." "Keparat! Kiranya kau menyerahkan nyawa anakmu kepadaku, manusia she Tan?" Sambil berseru keras Ang-hwa Nio-nio sudah menerjang maju, tangannya menghantam dan sinar merah membayang pada pukulannya ini. Cui Sian sudah siap sejak tadi. la maklum bahwa nenek ini tentulah se-orang sakti dan alangkah kecewanya bahwa ia tadi telah mengaku dan me-nyebut nama ayahnya dan Thai-san-pai. Ternyata pengakuan itu hanya mendatang-kan bahaya bagi dirinya karena ternyata bahwa nenek ini kiranya adalah musuh ayahnya. Ayahnya, Si Raja Pedang Tan Beng San, memang mempunyai banyak sekali musuh, terutama dari golongan hitam (baca cerita Raja Pedang dan Rajawali Emas). Setelah terlanjur membuat pengakuan, ia sekarang harus menghadapi bahaya dengan tabah. Cui Sian bukan seorang gadis nekat seperti Siu Bi. Dia seorang yang berpemandangan luas, cer-dik dan dapat melihat gelagat. Tentu saja ia maklum bahwa seorang diri, amat-lah berbahaya baginya untuk menghadapi orang-orang Ang-hwa-pai di tempat mereka sendiri. Apalagi ia bertarigah ko-song, kalau ada Liong-cu-kiam di tangan-nya masih boleh diandalkan. Maka, me-lihat datangnya pukulan maut yang me-ngandung sinar merah, ia cepat miring-kan tubuh dan mainkan jurus Im-yang-kun-hoat yang ia warisi dari ayahnya. Kedua tangannya dengan pengerahan dua macam tenaga Im dan Yang, menangkis sambaran tangan Ang-hwa Nio-nio yang tak mungkin dapat dielakkan lagi itu. "Dukkk!" Tubuh Cui Sian terlempar sampai ke luar dari pintu ruangan, sedangkan ketua Ang-hwa-pai itu kelihatan meringis kesakitan. Terlemparnya tu-buh Cui Sian memang disengaja oleh gadis itu sendiri karena pertemuan tenaga mujijat itu memberi kesempatan kepadanya untuk melarikan diri, atau setidaknya keluar dari ruangan yangsem-pit itu agar kalau dikeroyok, ia dapat melawan lebih leluasa di tempat yang luas di luar rumah.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed