Skip to main content

Jaka Lola 20 -> karya : kho ping hoo

"Maaf, Ji-wi Totiang. Bukan makslidku mengganggu Ji-wi, melainkan saya mo-hon bertanya, telaga ini telaga apakah namanya dan pulau di depan itu pulau apa, siapa yang tinggal di sana?" Kung Thi Tosu dan sutenya saling pandang, kemudian Kung Thi Tosu ber-tanya, "Nona bukan orang sana? Bukan anggauta Ang-hwa-pai?" Kini gadis itu yang memandang heran, "Bukan, Totiang. Kalau saya orang pulau itu, masa masih bertanya-tanya. Saya seorang pelancong yang tertarik akan keindahan telaga ini, dan ingin sekali tahu nama telaga dan pulau itu." "Wah, kalau begitu, lebih baik Nona lekas-lekas pergi dari tempat ini. Amat 'berbahaya, Nona. Pulau di depan itu adalah Ching-coa-to, pusat perkumpulan Ang-hwa-pai. Kami berdua tosu dari Kun-lun-pai baru saja terlepas daripada bahaya maut." "Akan tetapi tidak terlepas daripada" penghinaan hebat!" sambung KungLoTosu. Gadis itu tampak mengerutkan alisnya yang hitam dan bagus bentuknya. "Di sepanjang perjalanan sudah banyak ku-dengar sepak terjang yang sewenang-wenang dari Ang-hwa-pai. Siapa duga sampai-sampai berani melakukan penghinaan terhadap Kun-lun-pai. Kiranya Ji-wi Totiang ini anak murid Kun-lun-pai? Harap Totiang sudi menceritakan kepada saya apakah yang telah terjadi antara Ji-wi dan Ang-hwa-pai?" "Nona siapakah? Pinto tidak dapat menceritakan hal ini kepada orang luar yang tidak pinto kenal, maaf," kata Kung Thi Tosu. Nona itu mengangguk. "Memang seharusnya begitulah. Akan tetapi biarpun Ji-wi Totiang tidak mengenal saya, tentu Bun Lo-sianjin ketua Kun-lun-pai takkan asing nnendengar nama saya dan itakkan marah kepada Ji-wi kalau menaengar bahwa Ji-wi menceritakan urusan ini kepada seorang gadis bernama Tan Cui Sian dari Thai-san." Dua orang tosu itu belum pernah mendengar nama Tan Cui Sian, akan tetapi tentu saja mereka tahu apa arti-nya Thai-san-pai bagi Kun-lun-pai. Ketua Thai-san-pai yang berjuluk Bu-tek-kiam-ong (Raja Pedang Tiada Lawan) adalah sahabat baik ketua mereka dan kalau nona ini datang dari Thai-san, berarti seorang sahabat pula. KungThi Tosu lalu menjura dan memberi hormat. "Kiranya Nona dari Thai-san-pai, ma-af kalau tadi pinto ragu-ragu. Di antara sahabat sendiri, tentu saja pinto, suka menceritakan urusan ini yang membuat hati menjadi sakit dan penasaran." Kung Thi Tosu lalu bercerita tentang semua peristiwa yang telah terjadi. Suheng me-reka yang menjadi utusan Kun-lun-pai dibunuh, dan mereka sendiri menerima hinaan dari dua orang inuda yang ainat lihai. Sepasang mata gadis itu bersinar tajam, kerut keningnya mendalam. "Hemmm, terlalu sekali mereka itu. Apakah yang Ji-wi Totiang hendak lakukan sekarang?" "Kami hendak pulang dan melaporkan hal ini kepada ketua kami." "Memang sebaiknya begitu. Urusan inl." adalah urusan. antara Kun-lun-pai dan Ang-hwa-pai, tentu saja saya tidak ber-hak mencampuri, akan tetapi ingin sekali saya bertemu dengan pemuda dan gadis yang telah menghina Ji-wi. Mereka itu kurang ajar dan terialu mengandalkan kepandaian, hemmm....." "Harap Nona jangan main-main di sini. Mereka itu benar-benar lihai. Baru yang muda-muda saja begitu lihai, belum ketua mereka, Si nenek Ang-hwa Nio-nio. Juga anggauta mereka banyak sekali, jahat-jahat pula. Lebih baik Nona me-ninggalkan tempat ini agar jangan mengalami penghinaan." Gadis itu tersenyum. "Saya justeru ingin mereka itu datang menghina saya. Selamat jalan, Totiang. Mendayung perahu dengan tangan tentu tidak dapat cepat. Biarlah saya rnembantu sebentar! Setelah berkata demiidan, nona ini menggunakan dayungnya yang panjang itu untuk mendorong perahu kedua tosu. Te-naga dorongannya bukan main kuatnya sehingga perahu ini seakan-akan digerak-kan tenaga raksasa, meluncur ke depan dengan amat cepatnya. Kung Thi Tosu dan sutenya kaget, heran dan juga girang sekali. Perahu nona itu sudah menyu-sul dan terus ia mendorong-dorong pe-rahu di depan. Dengan cara begini,benar saja, kedua orang tosu itu dapat men-capai daratan dalam waktu singkat. Me-reka meloncat ke darat, memberi hormat ke arah nona berperahu yang sudah meng-gerakkan perahunya ke tengah telaga lagi. Kung Thi Tosu menarik napas pan-jang. "Sute, benar-benar perjalanan kita kali ini membuka mata kita bahwa ke-pandaian kita sama sekali belum ada artinya. Dalam waktu sehari kita telah bertemu dengan tiga orang muda yang memiliki kepandaian jauh melampaui kita. Aku berjanji akan berlatih lebih tekun kalau kita sudah kembali ke gunung," Mereka lalu membalikkan tubuh dan melakukan perjalanan secepatnya pulang ke Kun-lun-pai. Siapakah sebenarnya gadis lihai berperahu itu? Dia bukanlah seorang pelancong biasa. Para pembaca cerita Pen-dekar Buta tentu masih ingat akan nama ini, Tan Cui Sian. Gadis ini adalah puteri dari ketua Thai-san-pai, Si Raja Pedang Tan Beng San dan si pendekar wanita Cia Li Cu yang sekarang sudah menjadi kakek-kakek dan nenek-nenek, memimpin perkumpulan Thai-san-pai yang makin maju dan terkenal. Suami isteri ini telah berusia empat puluh tahun lebih ketika Cui Sian terlahir, maka mereka sekarang menjadi tua setelah puteri mereka berusia dua puluh tiga tahun. Sebagai puteri sepasang pendekar besar yang memiliki ilmu kesaktian, ten-tu saja semenjak kecilnya Cui Sian te-lah digembleng dan mewarisi kepandaian mereka berdua sehingga kini Cui Sian menjadi seorang gadis yang sakti. Watak-nya pendiam seperti ayahnya, keras seperti ibunya, cerdik dan luas pandangannya. Hanya satu hal menjengkelkan ayah bunda Cui Sian dan yang membuat ibu-nya sering kali menangis sedih adalah kebandelan gadis ini tentang perjodohan. Banyak sekali pendekar-pendekar muda, bangsawan-bangsawan berkedudukan ting-gi, yang tergila-gila kepadanya. Banyak sudah datang lamaran atas dirinya dari orang-orang muda yang memenuhi syarat, baik dipandang dari watak yang baik, kepandaian tinggi dan kedudukan yang mulia. Namun semua pinangan itu ditolak mentah-mentah oleh Cui Sian! "Ibu, aku tidak mau terikat oleh per-jodohan! Aku..... aku tidak mau seperti enci Cui Bi....." demikian keputusan Cui Sian di depan ayah bundanya, lalu lari memasuki kamarnya. Ketua Thai-san-pai bersanna isterinya saling pandang. Di Raja Pedang meng-elus-elus jenggotnya yang panjang sambil menarih napas berkali-kali, memandang isterinya yang menjadi basah pelupuk matanya. Teringatlah mereka kepada mendiang Tan Cui Bi, puteri mereka pertama yang tewas menjadi korban asmara gagal. Di dalam cerita Rajawali Emas dituturkan betapa mendiang Cui Bi yang sudah ditunangkan dengan Bun Wan (sekarang Jenderal Bun di Tai-goan) ter-libat dalam jalinan asmara dengan Kwa Kun Hong (Pendekar Buta) sehingga kare-na gagal, Cui Bi lalu membunuh diri dan Kun Hong membutakan matanya serdiri! Cerita tentang Cui Bi inilah agaKnya yang membuat hati Cui Sian sekarang menjadi ngeri, membuat ia tidak mau bicara tentang perjodohan, bahkan membuat ia seperti membenci ,perjodohan. "Dia menjadi takut bayangan sendiri, takut akan terulang kesedihan dan mala-petaka yang menimpa diri cicinya. Biar-lah, kita serahkan saja kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena betapapun juga, Jodoh adalah kehendak Tuhan, tak dapat dipaksakan. Kalau ia sudah bertemu jodohnya, tak usah kita paksa iagi, ia tentu akan mau sendiri," demikian kata-kata hiburan ketua Thai-san-pai kepada isterinya. "Tapi..... tapi..... tahun ini dia sudah berusia dua puluh tiga tahun....." Isterinya tak dapat melanjutkah kata-katanya, menahan isak dan menghapus air mata. Kembali Bu-tek Kiam-ong Tan Beng ;San menarik napas panjang. "Di dalam perjodohan, usia tidak menjadi soal, is-teriku. Beberapa kali anak kita itu mo-hon untuk diberi ijin turun gunung dan kita selalu melarangnya karena khawatir kalau-kalau terjadi hal seperti yang telah menimpa diri Cui Bi. Kurasa inilah kesalahan kita. Biarkan ia turun gunung, biarkan ia mencari pengalaman, siapa tahu dalam perjalanannya, ia akan ber-temu |odohnya. Dia sudah dewasa dan tentang kepandaian, kurasa kita tidak perlu mengkhawatirkan keselamatannya. Cui Sian mampu menjaga diri." Pernyataan suaminya bahwa si anak mungkin bertemu jodohnya dalam peran-tauan, melunakkan hati nyonya ketua Thai-san-pai , ini. Dan alangkah girang hati Cui Sian ketika ibunya malam hari itu memberi tahu bahwa ia sekarang diperkenankan turun gunung melakukan perantauan. Dari ibunya ia menerima pedang Liong-cu-kiam yang pendek dan dari ayahnya ia dibekali pesan, "Kau sudah mencatat semua alamat dari sahabat-sahabat ayah bundamu. Jangan lupa untuk mampir dan menyampai-kan hormat kami kepada mereka. Ter-utama sekali jangan lupa mengunjungi Liong-thouw-san, Hoa-san, Kun-lun dan jika kau pergi ke kota raja, jangan lupa singgah di rumah Jenderal Bun." "Bekas tunangan cici Cui Bi?" Cui Sian mengerutkan kening. Ayahnya tertawa. "Apa salahnya? Dahulu tunangan, akan tetapi sekaran'g hanya merupakan sahabat baik, karena Bun Wan adalah putera Kun-lun, sedang-kan ketua Kun-lun-pai adalah satabat baikku." Setelah menerima nasihat-nasihat dan pesan supaya hati-hati dari ibunya, be-rangkatlah Cui Sian turun gunung, mem-bawa bekal pakaian dan emas secukupnya, dengan hati gembira. Demikianlah sekelumit riwayat gadis yang kini berada di telaga itu, dekat Ching-coa-to dan bertemu dengan kedua orang tosu .Kun-lun-pai. Karena Kun-lun-pai adalah partai besar yang bersahabat dengan ayahnya, tentu saja Cui Sian menganggap kedua orang tosu itu sebagai sahabat dan ia ikut merasa mendongkol sekali ketika mendengar hinaan yang diderita orang-orang Kun-lun-pai dari dua orang muda Ching-coa-to. Setelah me-ngantar kedua orang tosu Kun-lun itu ke darat, Cui Sian lalu mendayung perahu-nya kembali ke tengah telaga, menyebe-rang hendak melihat-lihat sekeliling pulau.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed