Skip to main content

Jaka Lola 18 -> karya : kho ping hoo

Tempat itu kini penuh dengan para anggauta Ang-hwa-pai dan semua orang memandang Siu Bi penuh perhatian. Mereka bersikap hormat ketika ketua mereka muncul. Si rambut putih dan si brewok juga segera berlututniemberi hormat, lalu berdiri lagi. Pandang mata Ouwyang Lam unfuk sejenak menjelajahi Siu Bi dari rambut sampai ke kaki, kemudian menoleh ke-pada si rambut putih. Adapun Ang-hwa Nio-nio segera menegur.
"Betulkah seperti yang kudengar bah-wa bocah ini telah membunuh A Bian? Mengapa kalian tidak segera membunuhnya dan perlu apa dibawa-bawa ke sini?"

"Maaf, kami sengaja menangkap dan tnembawanya ke sini agar mendapat pu-tusan sendiri tentang hukumannya dari Paicu dan Kongcu," kata si rambut putih dengan nada suara menjilat.
"Pula, bagai-mana kami dapat membuktikan tentang kematian A Bian kalau pembunuhnya Udak kami seret ke sini?"

"Hemmm, bocah yang berani mem-bunuh seorang pembantuku, apalagi hu-kumannya selain mampus? Biar aku sen-diri membunuhnya!" Tangan nenek ini bergerak, terdengar angin bercuitan ketika angin pukulan meluncur ke arah dada Siu Bi. Gadis ini kaget bukan main. Hebat pukulan ini dan karena kedua tangannya masih dibelenggu, hanya kedua kakinya saja yang bebas, ia terpaksa melonipat cepat ke kiri. "Srrrttt!" pinggir bajunya tersambar angin pukulan, pecah dan hancur beran-takan. Wajah Siu Bi berubah. la maklum bahwa nenek ini merupakan lawan yang berat, seorang yang amat lihai ilmunya.

"Ihhh, kau berani mengelak?" Nenek itu memekik, suaranya melengking tinggi dan kembali tangannya bergerak, sekarang angin yang berciutan itu menyambar ke arah leher Siu Bi. Gadis ini kembali mengelak, akan tetapi kurang cepat sehingga pundaknya terhajar. Baiknya ia telah siap dan mengerahkan Hek-in-kang di tubuhnya, maka ia tidak mengalami luka, hanya terhuyung dan roboh miring di atas tanah. Muka nenek itu berubah. Baru kali ini ia mengalami hal seaneh ini. Biasanya, kalau pukulannya dilakukan, tentu se-orang lawan akan roboh binasa. Apalagi kalau pukulannya yang mengandung hawa racun merah ini mengenai sasaran, tentu yang terkena akan terluka dalam. Akan tetapi gadis ini hanya terhuyung dan roboh tapi tidak terluka. Ini membukti-kan bahwa gadis ini "ada isinya". Saking penasaran, ia mengerahkan tenaga dan hendak memukul lagi.
Akan tetapi Ouw-yang Lam mencegah, menyentuh lengan nenek itu sambil berkata, "Nio-nio, harap sabar dulu....."

"Apa?. Kau masih belum puas dengan mereka itu dan hendak mengambil dia? Hati-hati, perempuan seperti ia bukan untuk hiburan, sekali ia lolos akan men-datangkan bencana!" kata Ang-hwa Nio-nio sambil menuding ke arah Siu Bi yang sudah melompat bangun lagi dan me mandang mereka dengan mata terbelalak penuh kemarahan dan kebencian. Sedikit pun gadis ini tidak memperlihatkan rasa takut.

"Bukan begitu, Nio-nio. Ingat Nona ini memiliki kepandaian, akan tetapi meng-hadapi seorang nona nnuda, dua orang kita menawannya dan membelenggunya seperti itu, sudah merupakan hal yang meremehkan nama besar kita. Apalagi sekarang kau hendak membunuhnya dalam keadaan terbelenggu, aku khawatir nama besarmu akan ternoda. Nio-nio, biarkan aku menghadapinya setelah belenggunya dilepas, agaknya ia lihai, patut aku ber-latih dengannya. Eh, Nona, setelah kau lancang tangan membunuh seorang pem-bantu kami dan kau telah ditangkap ke sini, kau hendak berkata apa lagi?"

Siu Bi mengerutkan alisnya, matanya seolah-olah mengeluarkan api ketika memandang kepada wajah tampan itu. "Mengapa banyak cerewet? Mau bunuh boleh bunuh, siapa takut mampus? Pura-pura akan membebaskan, hemmm, kalau benar-benar kedua kakiku bebas, BKU akan membunuhi kalian ini semua, tak seekor pun akan kuberi ampun!"

Inilah makian dan hinaan hebat. Seaimi orang sampai melongo. Alangkah berialt-nya bocah ini. Sudah tertawan, berada di tangan musuh dan tidak berdaya, nyawa-nya tergantung di ujung rambut, masih begitu besar nyalinya. Benar-benar hal yang amat mengherankan bagi seorang gadis remaja seperti ini.

Akan tetapi Ouwyang Lam tertawa girang. Hatinya amat tertarik kepada gadis ini. Cantik jelita dan gagah perkasa. Biarpun baginya tidaklah sukar untuk mencari gadis cantik, malah boleh jadi lebih cantik daripada Siu Bi, na-mun takkan mudah mendapatkan seorang gadis yang begini gagah perkasa dan bernyali harimau. Kalar dia bisa mendapat-kan seorang seperti im di sampingnya, selain dia mendapatkan pasangan yang setimpal, juga gadis ini dapat merupakan penambahan tenaga yang amat penting dan memperkuat kedudukan mereka. Memang Ouwyang Lam orangnya cerdik, penuh tipu muslihat dan akal yang halus sehingga biarpun dia mempunyai niat di hatinya yang tidak baik, namun pada lahirnya dia bisa kelihatan amat baik dan peramah.

"Nona, kau seorang gagah, maka kuberi kesempatan untuk membela diri. Kami dari Ang-hwa-pai juga orang-orang gagah dan menghargai kegagahan. Nah, kau kubebaskan daripada belenggu dan boleh mennbela diri dengan kepandaianmu!" Tampak sinar berkelebat dan tahu tahu belenggu pada kedua tangan Siu Bi sudah putus. Kiranya itu tadi adalah sinar pedang di tangan Ouwyang Lam! Siu Bi kagum. Maklum ia bahwa juga „ pemuda ini merupakan lawan yang berat. Namun, mana ia menjadi gentar karena-nya? la tersenyum mengejek, menggerak-gerakkan kedua lengannya untuk mengusir rasa pegal. Berhari-hari, ia dibelenggu dan hal ini membuat kedua lengannya terasa pegal. la mengerahkan tenaga sin-kang untuk mendorong peredaran darahnya, terutama di bagian kedua lengan sehingga ia dapat mengusir semua rasa kaku dan dapat bergerak lincah kembali. Setelah merasa dirinya sehat kembali,
ia menghadapi Ouwyang Lam dan berkata, "Nah, aku siap. Siapa akan maju menghadapi aku? Ataukah barangkali kalian mengandalkan kegagahan dengan cara pengeroyokan?" Ucapan ini merupakan tantangan yang mengandung ejekan. Muka Ang-hwa Nio-nio yang hitam sampai berubah menjadi makin hitam saking marahnya. Gadis ini benar-benar memandang rendah Ang-hwa-pai. Akan tetapi Ouwyang Lam tersenyum dan melangkah maju. Pedangnya masih berada di tangan,
akan tetapi dia tidak segera menyerang, melainkan berkata halus, "Nona, aku sudah siap dengan pedang-ku. Harap kau suka mengeluarkan senjatamu."
Diam-diam Siu Bi menghargai sikap pemuda tampan ini, setidaknya pemuda ini nnempunyai watak yang gagah, tidak seperti nenek yang tak tahu malu menyerangnya ketika masih terbelenggu kedua tangannya tadi. Akan tetapi pedang Cui-beng-kiam ia tinggalkan di depan kaki Yo Wan.

”Aku mengandalkan kedua kepalan tangan dan kakiku. Kalau pedangku Cui-beng-kiam berada di sini, mana orang-orangmu mampu menghinaku?"

Ouwyang Lam makin besar rasa ka-gumnya dan dia yakin bahwa gadis ini tentulah seorang pendekar wanita yang gagah. la segera menyimpan kembali pedangnya dan berkata, "Kalau begitu, marilah kita main-main dengan tangan kosong. Majulah, Nona."

Siu Bi tidak mau sungkan-sungkan lagi. Setelah sekarang ia ditantang dan tidak dikeroyok, ini merupakan keuntung-annya dan ia harus membela diri sekuat tenaga. Sambil berseru panjang ia lalu menerjang maju. Akan tetapi betapapun juga, ia ingat akan budi pemuda ini. Biarpun merupakan seorang musuh, pemuda ini harus ia akui telah menolong nyawanya tadi ketika ia hendak dibunuh dalam keadaan terbelenggu oleh nenek yang lihai itu. Maka ia pun hanya ingin merobohkan pemuda ini saja, kalau mungkin tanpa melukainya, apalagi membunuh-nya. Oleh karena inilah maka ia lalu mainkan ilnMi silat biasa yang ia pelajari dari ayahnya dan dari Hek Lojin. Gerakannya gesit, serangannya ganas dan dahsyat, juga tenaga dalamnya amat kuat.

"Bagus!" Ouwyang Lam berseru ketika menyaksikan ketangkasan lawannyp la juga menggerakkan kaki tangannya, oer-silat dengan gaya yang indah. Dalam sekejap mata saja, keduanya sudah saling terjang, saling serang dengan hebat, gerakan mereka begitu cepatnya sehingga sukar diikuti pandangan mata karena bayangan itu sudah menjadi satu. Angin pukulan dan gerakan tubuh rnenyambar-nyambar ke kanan kiri dan empat puluh jurus lewat dengan amat cepatnya.

Diam-diam Ang-hwa Nio-nio mendongkol melihat murid dan kekasihnya itu tidak segera menggunakan jurus-jurus Ilmu Silat Hui-seng-kun hoat, yaitu Ilmu Silat Bintang Terbang yang merupakan ilmu silat tertinggi yang dimilikinya. Sementara itu, diam-diam Siu Bi mengeluh. Kiranya pemuda ini benar-benar lihai sekali sehingga jangan bicara tentang merobohkan tanpa melukai, mengalahkan pemuda ini saja masih merupakan hal yang belum tentu kecuali kalau ia mainkan Hek-in-kang. Akan tetapi kalau ia keluarkan ilmu ini, tak mungkin lagi mengalahkan tanpa membahayakan jiwa lawannya.

"Kenapa tidak keluarkan Hui-seng (Bintang Terbang)??" tiba-tiba nenek itu berseru menegur murid dan kekasihnya. Melihat Ouwyang Lam sampai puluhan jurus belum mampu mengalahkan lawan, Ang-hwa Nio-nio menjadi marah dan penasaran. Hal ini akan menibikin malu padanya, merendahkan nama Ang-hwa Nio-nio sekaligus Ang-hwa-pai! Memang hal ini amat luar biasa bagi para anggauta Ang-hwa-pai. Biasanya, Ouwyang-kongcu merupakan orang yang amat lihai, hanya kalah oleh Ang-hwa Nio-nio dan begitu ia turun tangan semua tentu beres. Belum pernah para anggauta ini me-lihat ada lawan yang mampu melawan Ouwyang-kongcu lebih daripada sepuluh jurus. Akan tetapi sekarang, dara remaja yang menjadi tawanan dua orang pem-bantu itu ternyata mampu menahan terjangan Ouwyang-kongcu sampai begitu lama tidak tampak terdesak! Tentu saja hal ini tidak mengherankan bagi Ouwyang-kongcu dan bagi Ang-hwa Nio-nio karena kedua orang ini cukup mahlum bahwa dua orang pembantu mereka sama sekali bukanlah lawan gadts ini. Mereka capat melawannya tentu karena hasil daripada Ang-tok-san yaitu bubuk racun merah yang dapat membius lawan.

Mendengar seruan Ang-hwa Nio-nio, Ouwyang Lam ragu-ragu. Betapapun juga, dia belum kalah dan biarpun dia tidak dapat mendesak gadis itu, namun sebalik-nya dia pun tidak terdesak. Mereka sama kuat dan hal ini membuat hatinya gembira dan kagum bukan main. Belum pernah selamanya ia bertemu dengan seorang gadis yang begini hebat. Tadinya dia sama sekali tidak mengira bahwa Siu Bi akan begini kosen sehingga dapat mengimbangi permainan silatnya. Tentu saja hal ini membuat rasa sayangnya terhadap Siu Bi makin menebal. la tidak tega untuk mempergunakan ilmu silat yang lebih dahsyat, khawatir kalau-kalau melukai Siu Bi dan membikin gadis itu menjadi sakit hati. la hendak membaiki gadis ini, hendak memikat hatinya karena dia betul-betul jatuh hati yang baru pertama kali ini dia alami.

Akan tetapi, di fihak Siu Bi, seruan itu merupakan tanda bahaya. Kalau la-wannya mempunyai "simpanan" yang belum dikeluarkan, inilah berbahaya. la tidak mau didahului, maka tiba-tiba Siu Bi mengeluarkan seruan nyaring seperti pekik burung elang dan kedua lengannya bergerak aneh, diputar-putar secara luar biasa. Akan tetapi segera tampak sinar menghitann menyambar-nyambar, dari kedua lengan itu tampak uap hitam dan Ouwyang Lam merasai sambaran hawa pukulan yang amat dahsyat. Ketika dia menangkis, lengannya terasa panas sekali dan nyensanipai menembus ke ulu hati Kagetlah dia dan terhuyung-huyung dia ke belakang dengan muka pucat. Akan tetapi karena dia maklum bahwa lawannya ini benar-benar hebat, memiliki sim-panan ilmu dahsyat yang baru sekarang dikeluarkan, cepat dia mengerahkan te-naga mengusir rasa nyeri, berbareng dia membentak keras dan tubuhnya mumbul ke atas, lalu menukik ke bawah melakukan penyerangan balasan. Inilah sebuah jurus dari Ilmu Silat Hui-seng-kun-hoat, Ilmu Sllat Bintang Terbang yang SfelBin hebat sekali gerak-geriknya, juga me-ngandung hawa pukulan beracun, racun ang-tok (racun merah)! Ketika Siu Bi menangkis dengan tenaga Hek-in-king, keduanya terhuyung mundur dengan muka berubah. Tahulah mereka bahwa masing-masing kini telah mengeluarkan kepandaian dan tenaga simpanan. Ilniu Pukulan Hek-in-kang yang mengandung racun hitam kini bertemu tanding dengan hawa pukulan racun merah. Akan tetapi keduanya menyesal bukan main karena kalau dilanjutkan, mereka berdua terpaksa akan mempergunakan dua macam ilmu dahsyat ini dan akibatnya, yang kalah tentu akan celaka, kalau tidak tewas sedikitnya tentu akan terluka parah di sebelah dalam tubuh!

"Tahan dulu.....!" Tiba-tiba Ang-hwa Nio-nio berseru dan melayanglah tubuhnya menengahi kedua orang muda. yang sedang bertanding itu. Karena nenek ini menggunakan kedua tangan mendorong, kedua orang muda itu terpaksa meloncat ke belakang.

"Kau mau mengeroyok?" Siu Bi mendahului membentak. Bentakan yang merupakan gertak belaka karena sesungguhnya di dalam hati ia merasa khawatir kalau-kalau nenek ini benar-benar mengeroyoknya. Kalau benar demikian, biarpun ia tidak akan mundur, namun boleh dipastikan bahwa ia akan kalah dan roboh. Dalam pertemuan tenaga dengan pemuda ku tadi saja sudah dapat ia bayangkan bahwa takkan mudah baginya mengalahkan Ouwyang Lam. Apalagi kalau nenek ini yang agaknya malah lebih lihai lagi daripada si pemuda, turun tangan mengeroyoknya.

Akan tetapi Ang-hwa Nio-nio tidak bergerak menyerang. Wajahnya keren dan suaranya berwibawa, "Bocah, jangan som-bong terhadap Ang hwa Nio-nio! Kau tadi mainkan Hek-in-kang, orang tua Hek Lojin masih terhitung apamukah?"

Siu Bi kaget. Baru kali ini semenjak ia turun gunung, ada orang yang mengenal Hek-in-kang. Banyak orang lihai ia temui, termasuk Jenderal Bun, isterinya, puteranya dan Si Jaka Lola. Akan tetapi mereka itu tidak mengenal ilmunya. Bagaimana nenek genit ini dapat mengenal Hek-in-kang? Malah tahu pula bahwa Hek-in-kang adalah ilmu mendiang kakeknya, Hek Lojin yang dikenalnya pula? Setelah nenek ini mengetahui semuanya, agaknya tidak perlu lagi berbohong, malah ia hendak menyombongkan kakeknya yang ia tahu amat lihai dan amat terkenal di dunia kang-ouw. "

"Hek Lojin adalah kakekku. Mau apa kau tanya-tanya?" jawabnya dengan nada suara sombong dan tidak nnau kalah.

”Kakekmu?" Keriput-keriput pada wajah nenek itu mendalam. ”Bagaimana bisa jadi? Maksudmu kakek guru? Kau mengenal The Sun?"

Berdebar jantung Siu Bi. Terang bah-wa nenek ini bukan orang yang asing bagi ayah dan kakeknya. Biarpun di da-lam hati ia tidak mau lagi mengakui The Sun sebagai ayahnya karena ia maklum sekarang bahwa The Sun memang bukan ayahnya, akan tetapi agaknya nama The Sun dan Hek Lojin akan dapat menolong-nya pada saat itu, Siu Bi biarpun seorang yang amat tabah dan tidak takut mati, namun ia bukan gadis bodoh. la amat cerdik dan ia maklum bahwa saat ini ia berada di sarang harimau. la berada di pulau orang, musuh-musuhnya lihai dan berjumlah banyak. Nekat memusuhi me-peka berarti mati. Maka ia lalu menekan perasaannya dan menjawab,

"Dia adalah ayahku." Segan hatinya menyebut nama The Sun, maka ia hanya menyebut "dia" saja.

Tiba-tiba terjadi perubahan hebat pada muka nenek itu. Sejenak ia memandang Siu Bi dengan mata terbelalak, mulut ternganga, kemydian perlahan-lahan kedua mata itu menitikkan air mata dan ia lalu lari merangkul Siu Bi sambil menangis! Tentu saja Siu Bi jadi tercengang keheranan.

"Aihhh, siapa kira..... kita adalah orang-orang sendiri, anakku.....!"

Meremang bulu tengkuk Siu Bi dan tiba-tiba perutnya menjadi mulas mendengar ini karena timbul dugaan yang mengerikan di dalam hatinya. Jangan jangan..... jangan-jangan..... la tidak saja bukan anak The Sun, akan tetapi ]uga bukan anak ibunya dan..... dan..... perem- puan mengerikan ini adalah ibu kandungnya! Dengan muka pucat diam-diam berdoa semoga dugaan ini tidak benar adanya. Akan tetapi hatinya demikian risau, membuat tenggorokannya serasa tercekik dan ia tidak mampu bertanya apa yang dimaksudkan oleh nenek mi dengan kata-kata "orang-orang sendiri tadi.
Adalah Ouwyang Lam yang luga terheran-heran itu yang mengajukan pertanyaan, "Nio-nio, apakah artinya ini? Siapakah Nona ini?"

Ang-hwa Nio-nio tersenyum dibalik air matanya, melepaskan pelukan dan menggandeng tangan Siu Bi. "Mari kita pulang, mari..... kita adalah orang sendiri. Mari dengarkan keteranganku di rumah...... ah, untung tadi kau keluarkan Hek-in-kang itu, anakku....." Mual rasa perut Siu Bi mendengar nenek ini menyebutnya "anakku". Akan tetapi karena bekas lawan bersikap begini ramah, tak mungkin ia memper-tahankan sikap bermusuhan lagi. Betapa-pun juga, ia masih ragu-ragu. Siapa tahu ada apa-apanya di balik sikap aneh ini. Siapa tahu ada kepiting di balik batu!
"Aneh sekali sikapmu, Paicu. Kalau benar aku ini orang sendiri, masa orang-orangmu memperlakukan aku sedemikian rupa? Penghinaan besar yang tiada taranya, menjadikan aku tawanan berhari-hari dan membelenggu kaki tangan.

"Ohhh, mereka tidak tahu...,."

"Kalau puh tidak tahu, sudah melakukan penghinaan kepada orang sendiri, apa yang akan kaulakukan kepada mereka?"

Ang-hwa Nio-nio sadar dan mengedikkan kepalanya, memutar tubuh memandang ke saha ke mari mencari-cari. Akhirnya ia menemukan mereka dengan pandang matanya, si rambut putih dan sl brewok. Seakan-akan dari pandang matanya itu keluar perintah, karena tanpa kata-kata lagi kedua orang ini sudah maju dan menjatuhkan diri berlutut! "Kami..... karti betul-betul tidak ta-hu....." kata si rambut putih, suaranya sudah gemetar tidak karuan.

"Kalian menghina puteri sahabat baikku The Sun, kalian sudah menjadikai» cucu murid orang tua Hek Lojin sebagai tawanan? Ahhh, kalau di Ang-hwa-pai masih ada orang-orang macam kalian, perkumpulan kita takkan dapat lama berdiri tegak." Tiba-tiba, tanpa peringatan lagi, kedua tangan Ang-hwa Nio-mo bergerak. Terdengar jerit dua kali den tubuh dua orang pembantu itu terjengkang ke belakang, mata mereka mendelik, muka mereka berubah rnerah seperti darah dan napas mereka sudah putus! Mereka terkena pukulan jarak jauh yang mengandung tenaga beracun ang-tok sepenuhnya!
Ang-hwa Nio-nio tersenyum ketika menoleh kepada Siu Bi, "Nah, itulah hukuman mereka yang berani menghinamu, anakku. Mari, niari...... mari ikut bibi Kui Ciauw, sahabat baik ayahmu....."

Siu Bi merasa begitu lega seakan-akan batu sebesar gunung yang menindih hatinya diangkat orang ketika mendengar ucapan terakhir itu. Kiranya nenek ini yang bernama Kui Ciauw, berjuluk Ang-hwa Nio-nio, adalah sahabat baik "ayah-nya", jadi bukanlah ibu kandung seperti yang ia khawatirkan. Karena hati yang lega dan puas ini, tidak membantah lagi ketika digandeng pergi, malah ia ter-senyum kepada "bibi Kui Ciauw" dan membalas senyum Ouwyang Lam yang berjalan di sebelahnya!

Sikap Kui Ciauw atau Ang-hwa Nio-nio terhadap Siu Bi itu sebetulnya bukan dibuat-buat, juga tidaklah aneh. Belasan tahun yang lalu wanita ini bersama dua orang saudaranya disebut Ang-hwa Sam-ci-moi (Tiga Kakak Beradik Bunga Merah), dan mereka bertiga bekerja sama dengan The Sun dan Hek Lojin, melakukan perang terhadap Pendekar Buta dan kawan-kawannya. Kemudian mereka ini semua dikalahkan oleh Pendekar Buta, malah dua orang adiknya tewas, The Sun terluka hebat dan Hek Lojin buntung sebelah lengannya. Oleh karena itulah, maka begitu mendengar bahwa gadis ini adalah puteri The Sun dan cucu murid Hek Lojin, sikap Ang-hwa Nio-nio seketika berubah. la menganggap Siu Bi sebagai orang segolongan yang menaruh dendam kepada Pendekar Buta. la tadi telah menyaksikan betapa kepandaian Hek Lojin telah diwariskan kepada gadi0 ini, maka sebagai orang segolongan, ten-tu saja ia menganggap gadis ini amat penting untuk bersama-sama menghadapi iriusuh besar mereka, Pendekar Buta. Tentu saja mendapatkan tenaga bantuan seperti gadis ini jauh lebih berharg» daripada orang-orang seperti si rambu putih dan si brewok, maka sebagai pengganti mereka, ia rela menerima Siu Bi dan menewaskan dua orang pembantu itu untuk menyenangkan hati Siu Bi. Siu Bi kagum bukan main ketika melihat bangunan-bangunan indah di atas pulau dan memasuki gedung besar tempat tinggal Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam. Perabot rumah serba indah dan mahal, gambar-gambar indah, tulisan-tulisan dengan sajak-sajak kuno menghias dinding membuat gedung itu kelihatan seperti sebuah istana. Setelah mereka bertiga duduk di ru-angan tengah dan para pelayan cantik menghidangkan minuman, Ang-hwa Nio-nio lalu bercerita, "Anak baik, ketahuilah, aku adalah Ang-hwa Nio-nio atau ketua dari Ang-hwa-pai, tapi kau boleh menyebutku bibi Kui Ciauw saja, karena aku adalah sahabat baik dan teman seperjuangan dengan ayahmu. Dia ini ada-lah muridku, Ouwyang-kongcu atau Ouw-yang Lam, muridku yang tersayang, dan karenanya dia ini masih terhitung saudara segolongan denganmu. Anak baik, siapakah namamu tadi?''

"Namaku Siu Bi."

"The Siu Bi, hemmm, bagus sekali. Tak kunyana bahwa The Sun bisa mempunyai seorang anak secantik engkau, dan ilmu kepandaianmu juga hebat, agaknya malah lebih hebat daripada ayahmu sendiri. Siu Bi, apakah ayah dan kakekmu tidak pernah bercerita tentang aku?"

Dengan jujur Siu Bi menggeleng kepalanya, dan Ang-hwa Nio-nio mengerutkan alisnya. "Ah, bagaimana mereka bisa begitu cepat melupakan aku? Tidak ingat akan perjuangan bersama dan penderitaan senasib? Siu Bi, anakku yang baik, apakah mereka juga tak pernah bicara tentang Pendekar Buta?"

Bangkit semangat Siu Bi mendengar disebutnya musuh besarnya ini. "Aku memang sengaja turun gunung untuk mencari Pendekar Buta, membalaskan dendam mendiang kakek dan membuntungi lengan tangan Pendekar Buta sekeluarga."

Berubah wajah Ang-hwa Nio-nio, "Kau bilang..... mendiang kakek? Apakah Hek Lojin si orang tua sudah meninggal?"

Siu Bi mengangguk dan wanita lu meramkan kedua matanya. "Ah, sungguh sayang sekali. Akan tetapi, kau penggantinya, anakku. Biarlah, mari kita sama-sama menggempur Pendekar Buta, kita hancurkan kepalanya, cabut keluar jantungnya untuk kita pakai sembahyang kepada roh-roh yang penasaran!"

Siu Bi boleh jadi seorang gadis yang tabah, akan tetapi mendengar ancaman menyeramkan ini ia bergidik juga. "Bibi, aku sudah bersumpah hendak mencarinya dan dengan tanganku sendiri aku akan membuntungi lengannya, lengan isterinya dan anak-anaknya." "Aku akan membantumu....."

"Aku tidak perlu bantuan, Bibi. Aku sendiri cukup untuk menghadapinya."

"Dia lihai sekali."

"Tidak peduli. Aku tidak takut!" Ang-hwa Nio-nio membelalakkan kedua matanya. la tak berdaya menghadapi gadis ini yang begini sukar diajak berunding. la mulai tidak sabar dan hal ini dapat dilihat oleh Ouwyang Lam yang segera berka-ta sambil tersenyum. ”Tentu saja adik Siu Bi tidak takut. Masa terhadap seorang musuh yang buta kedua matanya saja takut? Kalau takut kan bukan orang gagah namanya! Akan tetapi kami yang lemah memerlukan bantuan dan kami mohon bantuan adik Siu Bi yang gagah perkasa untuk Bersama-sama menghadapi Pendekar Buta. Kita mempunyai kepentingan bersama dan kita sama-sama bersakit hati terhadap dia."

Enak didengar ucapan Ouwyang Lam ini dan seketika hati Siu Bi dapat dikalahkan. Gadis ini menjadi tidak enak sendiri mendengar ia diangkat-angkat dan mereka berdua yang ia tahu tidak kalah lihai itu merendahkan diri. Untuk menghilangkan rasa tidak enak ini ia bert'anya. "Mengapakah kalian juga bermusuh de-ngan Pendekar Buta? Kalau kakek sudah terang dibuntungi lengannya."

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed