Skip to main content

Jaka Lola 17 -> karya : kho ping hoo

Tiba-tiba ia tersentak kaget dan ber-henti. Di depan kakinya tergeletak sehelai saputangan sutera kuning. Bukankah ini saputangan yang dia lihat tadi mengikat rambut Siu Bi? Dipungutnya saputangan itu dan jari-jari tangannya menggigil. Saputangan itu berlepotan darah! Sepasang matanya menjadi beringas ketika ia menoleh ke kanan kiri, lalu dia meloncat ke atas pohon, memandang ke sana ke mari.

"Nona Siu Bi! Di mana kau.....!! .....!" li berseru memanggil. Tetap sunyi tiada jawaban.

"Celaka, apa artinya ini.....?" Yo Wan meloncat turun lagi, memandangi sapu-tangan di tangannya.
"Jangan-jangan....." la tidak berani melanjutkan kata-kata hatinya, melainkan mengantongi kain sutera itu dan berkelebat cepat ke depan untuk melakukan pengejaran lebih cepat lagi. Apakah yang terjadi dengan diri Siu Bi?. Gadis itu merasa amat marah, penasaran, malu dan keeewa sekali setelah mendapat kenyataan bahwa ilmu kepandaiannya jauh kalah oleh Yo Wan. Memang Siu Bi berwatak aneh, mudah se-kali berubah. Tadinya ia hendak menguji kepandaian Yo Wan dan kalau ternyata Yo Wan benar lihai, akan dijadikan sahabatnya menghadapi musuh besarnya. Akan tetapi setelah ternyata ia kalah jauh, ia kecewa dan marah, lalu pergi sambil menangis! Malah ia tinggalkan begitu saja pedangnya yang terlepas dari tangan. Siu Bi menggunakan ilmu iari cepat. la maklum bahwa Yo Wan tentu akan mengejarnya, lari sekuat tenaga. Kemudian, sampai di pinggir hutan ia melihat bahwa daerah itu banyak terdapat batu-batu besar yang merupakan dinding lereng gunung dan tampak bahwa tempat itu terdapat banyak guanya yang gelap dan terbuka seperti mulut raksasa. Tanpa banyak pikir lagi ia lalu membelok ke daerah ini, memilih sebuah gua yang paling gelap dan besar, lalu menyelinap masuk.

Gua itu gelap sekali dan lebar. Begitu masuk, tubuhnya diselimuti kegelapan, sama sekali tidak tampak dari luar. la masuk terus dan ternyata terowongan j dalam gua itu membelok ke kiri selnngga | ia terbebas sama sekali daripada sinar matahari. Terlalu gelap di situ, melihat tangan sendiri pun hampir tidak kelihatan. Siu Bi meraba-raba dan ketika mencapatkan sebuah batu yang licin dan bersih, ia duduk di situ terengah-engah. Disusutnyai air matanya dengan ujung lengan bajunya.

Tiba-tiba ia hampir menjerit saking kagetnya ketika terdengar suara orang tertawa, apalagi ketika disusul dengan dua buah tangan yang merangkul pundak-nya! Otomatis tangan kirinya bergerak, menghantam ke belakang. Karena kaget, maka sekaligus ia mengerahkan Hek-in-kang. Tangannya yang terbuka bertemu dengan bagian perut yang lunak. "Bukkk!" orang yang punya perut itu merintih dan terlempar ke belakang. Siu Bi melompat bangun, akan tetapi mendadak ia mencium bau harum yang luar biasa, yang membuat kepalanya pening dan matanya melihat seribu bintang terhuyung-huyung dan roboh dalam pelukan dua buah lengan yang kuat!

Beberapa detik kemudian, dua orang laki-laki tinggi besar yang usianya ku-rang lebih empat puluh tahun, melompat keluar dari dalam gua. Seorang di antara mereka, yang berjenggot kaku, memon-dong tubuh Siu Bi yang pingsan. Setibanya di luar gua, mereka memandang wajah Siu Bi dan si pemondong tertawa, "Ha-ha-ha, luar biasa sekali, Bian-te (adik Bian). Kita menangkap seorang bidadari!"

Kawannya, yang mukanya pucat, tertawa masam. "Bidadari tapi pukulannya seperti setan! Kalau aku tadi tidak cepat-cepat mengerahkan sinkang, kiranya isi perutku sudah hancur dan hangus. Heran, gadis cilik secantik ini kepandaiannya hebat dan pukulannya dahsyat."

"Dia tentu murid orang pandai. Jangan-jangan berkawan yang lebih lihai lagi. Mari kita cepat bawa pergi. Gong-twako bersama perahunya tentu berada di pantai. Hayo, cepat!"

" Dua orang itu berlari cepat sekali menuju ke barat. Tak lama kemudian mereka tiba di tepi Sungai Fen-ho. Si muka pucat bersuit keras sekali dan tiba-tiba dari rumpun alang-alang muncul sebuah perahu kecil cat hitam yang di-dayung oleh seorang laki-laki berambut putih, berusia lima puluh tahunan.

"He, kalian membawa seorang gadis , untuk apa? Siapa dia?"

Dua orang tinggi besar itu melompat ke dalam perahu dengan gerakan yang ringan. Si jenggot kasar merebahkan tubuh Siu Bi yang masih pingsan ke dalam bilik perahu, kemudian ia keluar lagi untuk bercakap-cakap dengan dua orang temannya.

"Kami tidak tahu dia siapa. Seorang bidadari!" katanya.

"Bidadari yang pukulannya seperti setan!" sambung si muka pucat dan tiba-tiba meringis, lalu muntahkan darah yang menghitam. Dua orang temannya kaget. Kakek rambut putih itu memandang -lengan kening berkerut.

"Bian-te, kau terluka dalam yang hebat."

"Lekas kita pergi ke Ching-coa-to. Gong-twako, gadis itu seorang yang cantik dan pandai, tentu kongcu (tuan muda) akan senang sekali mendapatkannya, dan kita akan mendapat jasa besar. Juga Bian-te perlu segera diobati. Agaknya hanya toanio (nyonya) yang mampu meng-obatinya. Pukulannya hebat dan agaknya mengandung racun yang aneh."

Si rambut putih bersuit dan muncul-lah perahu ke dua, didayung seorang laki-laki muda.

"Kau menjaga di sini, kami akan ke pulau," pesannya dan didayunglah perahu hitam itu dengan cepat sekali, mengikuti aliran sungai sehingga meluncur dengan lajurtya. Beberapa jam kemudian, si muka pucat muntah-muntah lagi, keadaannya makin payah. Dua orang temannya ber-usaha untuk mengurut jalan darah dan menempelkan telapak tangan pada pung-gungnya untuk membantu pengerahan sinkang, namun hasilnya tidak banyak, hanya membuat si muka pucat itu dapat bernapas lebih leluasa. Mukanya makin pucat dan matanya beringas.

"Keparat, aku harus membalas ini." la bangkit hendak memasuki bilik perahu.

"Bian-te, sabarlah," cegah si brewok.

"Perjalanan ini masih lama, agaknya aku takkan kuat. Tak lama lagi aku mati, dan sebelum mati, aku harus melampiaskan penasaran."

"Jangan bunuh dia, Bian-te....." eegah si rambut putih. "Agaknya dia sudah ter-kena bius racun inerah kita, ia tidak berdaya lagi. Itu sudah merupakan pembalasan dan nanti kalau ia terjatuh ke tangan kongcu, ha-ha-ha, tentu tak lama lagi dihadiahkan kepadamu. Masih banyak waktu untuk membalas penasaranmu."

"Tidak bisa menunggu lagi. Sesampai-nya di sana, aku sudah menjadi mayat. Gong-twako, lukaku hebat, aku merasa ini. Biarkan aku memilikinya sebelum aku mati."

"Bian-te, dia hehdak kami berikan kepada kongcu. Kalau kau mendahuluinya, tentu kau akan dihukum kongcu."

"Kongcu tidak tahu tent.ang dia, laginya, kalau sebentar lagi aku mati, kong-cu mau bisa berbuat apa kepadaku?" Si muka pucat memasuki bilik dan dua orang kawannya hanya saling pandang.
"Dia terluka hebat dan agaknya betul-betul tidak akan dapat ditolong, biarkanlah dia menebus kekalahannya dan membalas dendam," kata si rambut putih sambil mengeluarkan pipa tembakaunya dan mengisap. Si brewok juga mengangkat pundak.

Siu Bi telah terkena bubuk beracun Ang-hwa-tok (Racun Kembang Merah) yang membuatnya mabuk dan pingsan. Akan tetapi gadis ini adalah murid dari Hek Lojin, seorang tokoh dunia hitam. Ketika gadis ini mempelajari Iweekang, latihannya dengan berjungkir balik se-hingga dalam pengerahan Hek-in-kang, jalan darahnya membalik dan sinkang di tubuhnya membentuk hawa Hek-in-kang yang beracun hitam. Oleh karena itu, ketika ia terkena pengaruh raeun Ang-hwa-tok, hanya sebentar saja ia tercengkeram dan pingsan. Pada saat itu, ia sudah mulai bergerak, biarpun masih pening dan ketika ia membuka matanya, eepat ia merarokan lagi karena segala yang tampak berputaran sedangkan darahnya di kepala berdenyut-denyut. Cepat ia mengerahkan sinkang untuk mengusir pengaruh memabukkan ini. Untung bagi-nya, ketika tadi terkena racun Ang-hwa-tok, ia baru mengerahkan Hek-in-kang sehingga tenaga mujijat inilah yang me-nolak sebagian besar daripada pengaruh racun. Kini dengan sinkang, ia berhasil mengusir hawa beracun, akan tetapi pikirannya masih belum sadar benar dan ia merasa seakan-akan melayang di angkasa, belum sadar benar dan belum ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya. la merasaseperti dalam alain mimpi.

Mendadak ada orang menubruk dan memeluknya sambil mencengkeram pundak. Siu Bi kaget bukan main, cepat membuka matanya. Hampir ia menjerit ketika melihat bahwa yang menmdihnya adalah seorang laki-laki bermuka pucat bermata beringas dan mulutnya men 'eri-ngai liar, dari ujung bibirnya bertetesan darah menghitam! la tidak tahu apa yang hendak dilakukan orang mengerikar ini terhadap dirinya, ia menyangka bahwa ia akan dibunuh dan dicekik, maka cepat Siu Bi mengerahkan seluruh tenaga Hek-in-kang yang ada pada dirinya, kemudian sambll meronta ia rnenggunakan kedua tangannya menghantam dengan pengerah-an Hek-in-kang. Lambung dan leher orang yang bermuka pucat itu dengan tepat kena dihantam, dia memekik keras, tubuhnya terpental dan roboh terguling ke bawah dipan. Ketika Siu Bi melompat bangun, ternyata orang itu sudah rebah dengan mata mendelik dan dari mulutnya bercucuran darah, napasnya sudah putus! Siu Bi bergidik mengenangkan bahaya yang hampir menimpa dirinya. Dengan penuh kebencian ia menendang mayat itu sehingga terlempar ke luar dari pintu bilik kecil. Sementara itu, si brewok dan si ram-but putih yang sedang enak-enak duduk di atas perahu, terkejut bukan main men-dengar pekik tadi. Cepat mereka me-lempar pipa tembakau ke samping dan melompat, menyerbu ke dalam bilik. Sesosok bayangan menyambar mereka. Si brewok menyaropok dan bayangan itu adalah temannya sendiri, si muka pucat yang sekarang sudah menjadi mayat! Tentu saja di samping rasa kaget, mereka berdua marah sekali melihat seorang teman mereka tewas dalam ke-adaan seperti itu. Bagaikan due ekor biruang, mereka berteriak keras dan menyerbu ke dalam bilik. Siu Bi menjadi nekat. la sudah siap dan telah mengerahkan Hek-in-kang un-tuk melawan. Akan tetapi sedikit banyak racun Ang-hwa-tok masih mempengaruhi-nya. la mencoba untuk menerjang kedua i orang yang menyerbu itu dengan pukulan Hek-in-kang. Namun dua orang lavannya bukanlah orang lemah. Mereka itu, ter-utama si rambut putih, adalah jagoan-jagoan dari 'Ching-coa-to dan riereka sudah tahu akan kelihaian ilmu pukulan Siu Bi, maka cepat mereka mengelak lalu balas menyerang.

"Gong-twako, kita tangkap hidup-hidup!" seru si brewok. Si rambut putih maklum akan kehendak kawannya ini. Memang, setelah gadis ini berhasil membunuh seorang kawan, kalau dapat menangkapnya dan menyerahkannya hidup-hidup kepada kongcu mereka diChing-coa-to, bukanlah kecil jasanya. Pertama, dapat menangkap musuh yang membunuh seorang anggauta Ang-hwa-pai (Perkum-pulan Kembang Merah), kedua kalinya, dapat menghadiahkan seorang gadis yang cantik molek kepada kongcu!

Siu Bi melawan dengan nekat, menangkis sepenuh tenaga dan mencoba ! merobohkan mereka dengan pukulan Hek-in-kang. Namun, kedua orang musuhnya amat kuat dan gesit, sedangkan kepalanya masih terasa pening. Tiba-tiba tam-pak sinar merah dan Siu Bi cepat-cepat menahan napasnya, namun terlambat. Kembali ia mencium bau yang amat harum dan tiba-tiba ia menjadi lemas dan roboh pingsan lagi! Ternyata bahwa si rambut putih telah berhasil merobohkannya dengan bubuk racun merah, senjata rahasia yang menjadi andalan para tokoh Ching-coa-to. Siapa mereka ini? Mereka bukan lain adalah tokoh-tokoh yang menjadi anggauta sebuah perkumpulan yang disebut Ang-hwa-pai. Sesuai dengan namanya, para tokoh ini mempunyai tanda setangkai bunga berwarna merah menghias sebagai sulaman pada baju yang menutup dada kiri. Ang-hwa-pai bersarang di Pulau Ching-coa-to, yaitu Pulau Ular Hijau.

Kiranya para pembaca cerita Pendekar Buta masih ingat akan nama Ching-coa-to. Pulau ini adalah tempat tinggal Ching-toanio, ibu dari Giam Hui Siang dan ibu angkat dari Hui Kauw isteri Pendekar Buta. Setelah Ching-toanio meninggal dan kedua orang puterinya itu menikah dan meninggalkan Ching-coa-to, pulau itu menjadi kosong, hanya ditinggali bekas anak buah Ching-toanio yang hidup sebagai perampok dan bajak sungai.
Beberapa bulan kemudian, muncullah seorang wanita yang kulitnya agak kehitaman, pakaiannya serba merah, wanita yang galak dan genit, yang usianya sudah mendekati lima puluh tahun, akan tetapi masih kelihatan pesolek dan genit sekali. Dia ini bukanlah wanita sembarangan dan para pembaca dari cerita Pendekar Buta tentu mengenalnya. Dia merupakan seorang di antara tiga saudara Ang-hwa Sam-ci-moi yang amat lihai ilmu silat- nya. Di dalam cerita Pendekar Buta, tiga orang kakak beradik ini bertanding hebat melawan Pendekar Buta. Dua di antara mereka, yaitu Kui Biauw dan Kui Siauw, tewas dan yang tertua, Kui Ciauw, berhasil melarikan diri sambil membawa mayat kedua orang saudaranya. Wanita yang datang ke Ching-coa-to adalah Kui Ciauw inilah. Tentu saja para anak buah Ching- coa-to telah mengenalnya. Di dunia hitam, siapa yang tidak mengenal Ang-hwa Sam-ci-moi yang malah lebih lihai daripada suci mereka, si wanita iblis Hek-hwa Kui-bo yang telah tewas pula? Karena percaya akan kelihaian Kui Ciauw, para anak buah Ching-coa-to mengangkat Kui Ciauw menjadi kepala dan wanita ini lalu mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama Ang-hwa-pai, sesuai dengan julukannya, yaitu Ang-hwa Nio-nio. la sengaja mengumpulkan orang-orang dari golongan hitam, dipilih yang memiliki kepandaian tinggi, malah ia lalu melatih mereka dan menurunkan kepandaian melepas bubuk racun kembang merah kepada para pembantunya. Setelah masa peralihan kekuasaan, menggunakan keadaan yang kacau, perkumpulan hitam ini merajalela, merampok membajak dan keadaan mereka makin menjadi kuat karena banyak perampok ternama dan lihai yang melihat kemajuan dan pengaruh Ang-hwa-pai, lalu menggabungkan diri. Ang-hwa Nio-nio atau Kui Ciauw ini tak pernah melupakan dendam hatinya terhadap Pendekar Buta yang telah membunuh dua orang adiknya. Akan tetapi maklum bahwa tidak mudah membalas dendam kepada orang sakti itu, ia tekun memperdalam ilmunya, bahkan ia menyusun kekuatan partainya dengan bermaksud kelak akan menyerang ke Liong-thouw san.

Ang-hwa Nio-nio, seperti lainnya para tokoh dunia gelap, biarpun sudah berusia hampir setengah abad, riamun masih merupakan seorang wanita cabul yang gila laki-laki. Oleh karena itu, bu-kan rahasia lagi bagi para anak buahnya akan kesukaan ketua ini mengunnpulkan laki-laki yang masih muda dan tampan, menjadikan mereka itu kekasih atau "se-lir", tentu saja banyak di antara mereka yang melakukan hal ini karena dipaksa dengan ancaman maut.

Baru setelah muneul seorang pemuda tampan bernama Ouwyang Lam, kerakusannya mengumpulkan pemuda-pemuda tampan berhenti. Ouwyang Lam adalah georang pemuda dari daerah Shan-tung, bertubuh tegap kuat berwajah tampan, anak seorang bajak tunggal. Bersama ayahnya, Ouwyang Lam menggabungkan diri pada Ang-hwa-pai dan tentu saja pemuda tampan ini tidak terlepas dari incaran Ang-hwa Nio-nio. Akan tetapi, jkali ini Ang-hwa Nio-nio "jatuh hati" betul-betul kepada Ouwyang Lam. Agak-nya cinta tidak memilih umur sehingga dalam usia hampir setengah abad, Ang-hwa Nio-nio benar-benar kali ini jatuh cinta! Segala kehendak Ouwyang Lain dituruti dan pertama-tama yang diminta oleh pemuda pintar ini adalah mengusir atau membunuhi puluhan orang "selir" laki-laki itu! la ingin memonopoli ketua Ang-hwa-pai, bukan karena cantiknya, melainkan karena kedudukannya yang mulia dan karena pemuda ini ingin mewarisi kepandaiannya. Dan demikianlah kenyataannya. Ouw-yang Lam diambil sebagai "putera angkat" oleh Ang-hwa Nio-nio, mendapat sebutan kongcu (tuan muda), dihormat oleh seluruh anggauta Ang- hwa-pai dan selain kedudukan yang tinggi ini, juga pemuda yang cerdik ini setiap hari memeras ilmu-ilmu kesaktian dari "ibu angkat" alias kekasihnya ini untuk dimilikinya. Terdorong cinta kasih yang membuatnya tergila-gila, Ang-hwa Nio-nio tidak segan-segan menurunkan ilmu-ilmu simpanannya sehingga dalam waktu be-berapa tahun saja ilmu kepandaian Ouw-yang Lam amat hebat. Bahkan Ilmu Pedang Hui-seng Kiam-sut (Ilmu Pedang Bintang Terbang) yang menjadi kebangga-an Ang-hwa Sam-ci-moi dahulu, telah diajarkan kepada Ouwyang Lam.

Dasar Ouwyang Lam memang pandai Tnengambil hati, maka dia bersumpah kepada kekasihnya bahwa kelak dia sen-diri yang akan membalaskan dendam kekasihnya itu kepada Pendekar Buta. Tentu saja untuk ini dia niemerlukan ilmu kepandaian yang tinggi agar dapat berhasil? Tidak ini saja, malah pemuda tampan ini begitu dimanja sehingga se- gala pernuntaannya dituruti, termasuk kegemarannya akan wanita cantik. Ang-hwa Nio-nio yang sudah setengah tua itu tidak mempunyai hati cemburu, bahkan rela membagi cinta kasih Ouwyang Lam. Demikianlah sekelumit keadaan Ang-hwa-pai di Ching-coa-to. Kalau kepalanya bergerak ke utara, tak mungkin ekornya menuju ke selatan demikian kata orang-orang tua. Dengan pimpinan macam Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam, dapat ditwyangkan betapa bobroknya moral para anak buah dan anggauta Ang-hwa-pai. Mereka ini seperti mendapat contoh dan demikianlah, seluruh wilayah di sebelah barat dan selatan kota raja, penuh oleh orang-orang Ang-hwa pai yang bergerak dan merajalela menjadi perampok atau bajak yang malang-melintang tanpa ada yang berani melawan mereka. Asal ada penjahat yang mennakai tanda bunga merah di dada yang melakukan gerakan, tidak ada yang berani berkutik! Ouwyang Lam amat pandai sehingga untuk memperkuat kedudukannya, dia tidak segan-segan mempergunakan uang untuk me-nyuap sana-sini, menghubungi para pem- besar dan menghamburkan uang secara royal kepada para pembesar korup yang memenuhi negara pada masa itu. Para pembesar korup amat berterima kasih dan menganggap orang- orang Ang-hwa-pai amat baik, tidak peduli mereka ini bahwa uang yang dipakai menyogok dan menyuap mereka itu adalah uang hasil rampokan!
Siu Bi sungguh malang nasibnya, terjatuh ke tangan tiga orang tokoh Ang-hwa-pai. Akan tetapi baiknya ia memiliki wajah yang amat jelita sehingga hal ini menggerakkan hati dua orang penawan-nya untuk mencari jasa hendak memper-sembahkan dia kepada Ouwyang Lam! Tentu saja hal ini baik baginya, karena dalam keadaan pingsan di perahu itu, nasibnya sudah berada di tangan si ram-but putih dan si brew&k. Namun, meng-ingat akan hadiah dan kedudukan yang mungkin dinaikkan, dua orang itu tidak berani mengganggu Siu Bi, ingin mem-persembahkan gadis ini pada kongcu me-reka dalam keadaan utuh! Mereka hanya mengikat kaki tangan Siu Bi dan cepat-cepat mereka mendayung perahu, lang-sung menuju ke Ching-eoa-to.

Dan inilah sebabnya mengapa Yo Wan sia-sia saja mengejar. la tidak mengira bahwa Siu Bi ditangkap orang di dalam gua kemudian dilarikan dengan perahu. Terlalu lama dia mencari-cari di dalam hutan, berputar-putar tanpa hasil. Baru setelah menjelang senja, ia sampai di pinggir Sungai Fen-ho, berdiri termangu-mangu di tepi sungai. Ketika sadar daripada pingsannya dan mendapatkan dirinya dalam keadaan ter-ikat kaki tangannya dan rebah di atas pembaringan dalam perahu, Siu Bi menjadi marah dan mendongkol sekali. Ia merasa lega bahwa tubuhnya tidak terasa sesuatu, tidak menderita luka. Akan te-tapi ketika ia mencoba untuk mengerahkan tenaga melepaskan diri daripada belenggu, ia mendapat kenyataan bahwa tali-tali yang mengikat kaki tangannya amatlah kuat, tak mungkin diputus mem-pergunakan tenaga. la mengeluh dan mulailah ia menyesal. Mengapa ia me-larikan diri, meninggalkan Yo Wan? Kalau ada Yo Wan di dekatnya, tak mungkin ia sampai mengalami bencana seperti ini. Lebih menyesal lagi ia nnengapa pedangnya, Cui-beng-kiam, ia tinggalkan di depan kaki Yo Wan. Kalau perginya membawa senjatanya yang ampuh itu, lebih baik lagi kalau ia tidak bertanding melawan Yo Wan, kalau..... kalau..... ah, tidak akan ada habisnya hal-hal yang sudah terlanjur dan sudah lalu disesalkan. Sesal kemudian tiada guna.

Perahu itu dengan cepatnya meluncur sepanjang Sungai Fen-ho, sampai masuk Sungai Kuning di selatan kennudian membelok ke timur melalui Sungai Kuning yang lebar dan diam. Selama beberapa hari melakukan perjalanan melalui air ini, Siu Bi tetap dalam belenggu. Akan tetapi gadis ini tidak digariggu dan karena mengharapkan sewaktu-waktu mendapat kesempatan membebaskan diri, Siu Bi tidak menolak suguhan makan minum yang setiap hari diberi oleh dua orang penawannya. la harus menjaga kesehatannya dan memelihara tenaga agar dapat dipergunakan sewaktu ada kesempatan. Perjalanan dilangsungkan melalui darat. Dua orang itu dengan mudah mendapatkan tiga ekor kuda dari kawan-kawan mereka yang memang banyak terdapat di sekitar daerah itu, meraja-lela dan boleh dibilang menguasai keada-an di sebelah selatan dan barat dan kota raja.

Akhirnya mereka menyeberang telaga dan mendarat di Pulau Ching-coa-to di tengah telaga. Pulau ini sekarang berubah keadaannya jika dibandingkan belasan tahun yang lalu. Setelah Ang-hwa-pai berdiri dan pulau ini dijadikan pusat, pulau ini dibangun dan darii jauh saja sudah tampak bangunan-bangunar yang besar dan megah. Taman bunga yang da-hulu menjadi kebanggaan Ching-toanio dan puteri-puterinya, terpelihare baik-baik, malah dilengkapi pondok-pondok mungil karena tempat ini terkenal se-bagai tempat Ang-hwa Nio-nio dan Ouw-yang Lam bersenang-senang.

Siu Bi merasa heran dan kagum Juga setelah ia dibawa mendarat dari perahu yang menyebepangi telaga. Pulau itu benar indah, juga megah. Apalagi ketika mereka mendarat di pulau, mereka" disambut oleh sepasukan penjaga yang ber-pakaian lengkap, seragam dan bersikap gagah. Di dada kiri mereka tampak se-buah lencana, yaitu sulaman berbentuk bunga merah. Si rambut putih yang agaknya memiliki kedudukan lumayan di pulau ini, segera menyuruh seorang penjaga lari melapor kepada pai-cu (ketua) dan kong-cu (tuan muda). Penjaga itu beriari cepat. Siu Bi digiring berjalan memasuki pulau dengan perlahan, diiringkan sepasukan penjaga dan diapit oleh kedua orang penawannya. Tak lama kemudian rombongan ini berhenti dan dari depan tampak serom-bongan orangberjalan datang dengan eepat. Siu Bi membelalakkan mata, memandang penuh perhatian. la melihat barisan wanita-wanita muda cantik yang gagah sikapnya, memegang pedang telanjang di tangan, berjalan dengan teratur di kanan kiri. Di tengah-tengah tampak berjalan dua orang. Yang seorang adalah wanita tua yang berkulit hitam dan pakaiannya biarpun terdiri dari sutera ma-hal dan amat mewah, akan tetapi sungguh tidak serasi karena warnanya merah darah dan berkembang-kembang. Amat tidak cocok dengan kulit hitam itu, apalagi karena muka itu biarpun dibedaki dan ditutupi gincu, tetap saja memperlihatkan keriput-keriput usia tua. Seorang nenek yang amat pesolek dan sinar matanya tajam dan liar. Akan tetapi langkah kakinya demikian ringan seakan-akan tidak menginjak bumi, menandakan bahwa ginkang dari nenek ini luar biasa hebatnya. Orang kedua adalah seorang laki-laki muda, kurang lebih dua puluh tahun, tubuhnya tegap, agak pendek tapi wajahnya tampan sekalidengan kulit yang putih kuning, alis hitam panjang dan matanya bersinar-sinar. Mereka ini bukan lain adalah Ang-hwa Nio- nio atau paicu, ketua dari Ang-hwa-pai, bersama Ouw-yang Lam atau kongcu yang sesungguh-nya memiliki kekuasaan tertinggi di situ karena si ketua itu berada di telapak tangan si pemuda ganteng!

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor...

Komunikasi Data

Link ini juga saya letakkan di ebook campuran http://www.ziddu.com/download/3344575/Komdat1.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344576/Komdat5.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344577/Komdat4.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344578/Komdat3.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344579/Komdat2.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344815/Komdat9.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344816/Komdat6.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344817/Komdat7.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344818/Komdat8.pdf.html

Jaka Lola 26 -> karya : kho ping hoo

Setelah kedua orang muda pelarian itu melompat ke darat dengan selamat, barulah Cui Sian sempat berhadapan dengan Yo Wan. Gadis ini dengan perasaan kagum lalu menjura memberi hormat yang dibalas cepat-cepat oleh Yo Wan. "Hari ini saya, Tan Cui Sian, menerima bantuan yang amat berharga dari sahabat yang gagah perkasa. Saya amat berterima kasih dan bolehkah saya me-ngetahui nama dan julukan sahabat yang mulia?" Akan tetapi orang yang ditanya membelalakkan kedua matanya, lalu menatap wajah Cui Sian penuh selidik, kadang-kadang kepala pemuda itu miring ke kanan kadang-kadang ke kiri wajahnya membayangkam keheranan dan kegirang-an yang besar. Cui Sian mengerutkan alisnya, dan kecewalah hatinya. Apakah pemuda yang tadinya ia anggap luar biasa, gagah perkasa dan sederhana ini sebenarnya seorang laki-laki yang kurang ajar? Kedua pipinya mulai merah, pan-dang matanya yang penuh kagum dan hormat mulai berapi-api. Akan tetapi semua ini buyar seketika berubah men-jadi keheranan ketika pe...