Skip to main content

Jaka Lola 16 -> karya : kho ping hoo

"Juga kebetulan aku melihat pedang ini terlepas dari tanganmu, aku tidak ingin pengawal-pengawal itu merampasnya, maka kubawa sekalian. Nah, kiranya cukup obrolan kita yang amat menyenangkan hati ini. Aku tak pernah tolong kau dan kau tak pernah ada urusan denganku. Kita sama-sama bebas, tidak ada urusan apa-apa. Selamat tinggal." Yo Wan berdiri, lalu berjalan perlahan meninggalkan Siu Bi. Seperti malam tadi, Siu Bi memandang dengan mata tak berkedip, ketika bayangan Yo Wan hampir lenyap di sebuah tikungan, ia teringat sesuatu dan cepat melompat mengejar sambil berseru,

"Heee, berhenti dulu!!"

Yo Wan berhenti dan membalikkan, tubuh perlahan. Dilihatnya gadis itu ber-loncatan sambil membawa pedang. Hemm, jangan-jangan gadis itu akan menyerangnya, siapa dapat menduga isi hati gadis liar dan buas seperti itu?

"Ada apa lagi? Hendak menghaJarku?" tanyanya.

Siu Bi menggelengkan kepala, tapi mulutnya masih cemberut. "Tergantung dari jawabanmu," katanya,
lalu disambungnya cepat-cepat, "Aku tidak pernah mendengkur kalau tidur. Kau tadi bilang aku mendengkur, kau bohong! Aku tidak pernah mendengkur, memalukan sekali!"

Hampir Yo Wan terbahak ketawa. Benar-benar gadis yang liar dan aneh. Masa menyusulnya hanya akan bicara tentang itu?

"Tidak mendengkur, hanya..... ngo-rok....."

"Bohong! Kau berani sumpah? Aku tak pernah ngorok, mendengkur pun tidak."

"Ngorok pun mana kau bisa tahu? Kan kau sedang tidur? Yang tahu hanya orang lain tentu."

"Tidak, tidak! Aku tidak ngorok, hayo katakan, aku tidak pernah ngorok!" Siu Bi hampir menangis ketika membanting-banting kaki di depan Yo Wan. la marah dan malu sekali, kedua matanya sudah merah, air matanya sudah hampir runtuh. la bukan seorang gadis cengeng, jauh daripada itu, menangis sebetulnya merupakan pantangan baginya, hatinya keras, nyalinya besar, tak pernah ia mengenal takut. Akan tetapi dikatakan ngorok dalam tidur, benar-benar merupakan hal yang menyakitkan hati, memalukan dan menjengkelkan. Kasihan juga hati Yo Wan melihat keadaan gadis ini. "Ya sudahlah, tidak ngorok ya sudah. Agaknya karena terlampau lelah bertanding dan terlalu enak kau pulas, napasmu menjadi berat seperti orang mengorok. Tidurmu memang enak sekali sampai aku tidak tega untuk mem-t bangunkan dan terpaksa memondongmu terus sampai kau bangun."

Memang watak Siu Bi aneh.Mana bisa tidak aneh watak gadis ini yang semenjak kecil hidup dekat Hek Lojin, manusia aneh yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw? Kini ia memandang kepada Yo Wan dengan sinar mata berseri, melalui selapis air mata yang tidak jadi tumpah.

"Kau baik sekali....." Yo Wan tertegun. Alangkah bedanya dengan tadi. Kini ia benar-benar melihat seorang Dewi Kwan Im di depannya, seorang dewi yang cantik jelita, bersuara lembut dan bersinar mata mesra.

"Ahhh...... sama sekali tidak baik, biasa saja," katanya.
"Aku melihat kau menolong para petani miskin, tentu saja aku tidak suka melihat kau eelaka dalam tangan para pengawal." Hening sejenak, dan agaknya Yo Wan lupa sudah bahwa baru saja dia mengucapkan selamat tinggal. Juga Siu Bi seperti orang termenung, tidak memandang Yo Wan, melainkan memandang ke tempat jauh di sebelah kiri. Tiba-tiba ia menengok, agak berdongak untuk mencari mata Yo Wan dengan pandangannya,

"Kau..... lapar.....?"

Yo Wan melongo beberapa detik. "Lapar? Tetu saja....." jawabnya otomatis, karena memang perutnya terasa perih mlnta diisi.

Wajah Siu Bi berseri gembira. "Kau tunggu di sini sebentar, kutangkap kelinci gemuk di sana itu!" Tubuhnya berkelebat cepat sekali dan di lain saat ia telah menguber-uber seekor kelinci putih yang gemuk. Yo Wan kembali tertegun, kemudian ia tersenyum geli dan menggaruk-garuk belakang telinganya yang tidak gatal. Lalu ia mengumpulkan daun dan ranting kering dan duduk di atas sebuah batu, menunggu.

Siu Bi datang sambil berloncatan dan menari-nari kegirangan. Seekor kelinci gemuk sekali meronta-ronta di bawah pegangannya. Siu Bi memegang kedua telinga itu. "Lihat, wah gemuk sekali! Masih muda lagi!" teriaknya sambil tertawa-tawa. Wajah Yo Wan berseri dan untuk sejenak lenyaplah kemuraman wajahnya.

”Hemmmm, tentu lezat sekali dagingnya. Biar kubuatkan api." la lalu membuat api dan matanya melirik ke arah gadis itu yang dengan cekatan sekali menyembelih kelinci dengan pedangnya, lalu mengulitinya dengan cepat. Sambil bekerja, Siu Bi bersenandung dan Yo Wan beberapa kali melirik ke arah gadis ini. Seorang gadis yang benar-benar aneh, pikirnya. Watak yang luar biasa dan sukar diselami.

"Lihat nih, gajihnya sampai tebal? Hemmm......' Makin lapar perutku," kata Siu Bi sambil mengangkat daging kelinci tinggi-tinggi.

"Lekas panggang, tak kuat lagi aku." Yo Wan berkata, menelanair ludah sendiri beberapa kali. '

Seperti seorang anak kecil, sambil tertawa-tawa gembira Siu Bi lalu me-nusuk daging kelinci dengan bambu dan memanggangnya. Bau yang sedap gurih memenuhi udara, menambah rasa lapar di perut. Selama mengerjakah itu, Siu Bi tidak bicara, hanya beberapa kali melirik ke arah Yo Wan, akan tetapi kalau pemuda itu membalas pandangnya, ia mengalihkan kerling sambil tersenyum. Biarpun mulutnya tidak berkata sesuatu, namun di dalam hatinya Siu Bi tiada hentinya berkata-kata. Pikirannya diputar terus. Pemuda ini baik, pikirnya. Tidak kurang ajar, biarpun kelihatan agak tolol. Terang bahwa dia itu lihai sekali, sudah berkali-kali dibuktikan biarpun tidak ber-terang. Dapat memasuki rumah gedung Jenderal Bun tanpa diketahui, seperti setan saja, dapat membebaskannya dari kerangkeng, kemudian ia harus mengakui bahwa ketika ia roboh terjegal kakinya oleh tambang-tambang itu, keadaannya memang amat berbahaya. Pemuda itu tiba-tiba muncul dalam gelap, dapat membawanya pergi tanpa diketahui se-mua pengeroyok, malah tidak lupa mem-bawa pula pedangnya. Kalau tidak lihai sekali mana mungkin melakukan sernua itu? Kembali ia melirik Yo Wan duduk termenung, tapi lubang hidungnya kem-bang-kempis, kalamenjingnya naik turun, jelas bahwa dalam termenung, pemuda itu tergoda hebat oleh asap panggang kelinci yang sedap gurih. Melihat ini, Siu Bi tertawa mengikik sehingga terpaksa menutupi mulutnya dengan tangan kiri. Ibunya yang selalu marah kalau melihat ia ketawa tanpa menutupi mulutnya dan terlalu sering Siu Bi melupakan hal ini, baiknya sekarang ia tidak lupa, mungkin karena sadar bahwa ada orang lain, laki-laki pula, di dekatnya.

"Hemmm, mengapa kau tertawa?" 'Yo Wan bertanya, kaget dan ssadar daripada lamunannya.

"Tidak apa-apa, tak'bolehkah orane tertawa?" Siu Bi menjawab sambil me-link nakal, tangannya memutar-mutar daging kelinci di atas api.

Jawaban ini merupakan tangkisan yang membuat Yo Wan gelagapan. "A..... a..... aku tidak melarang..... tentu saja' siapapun boleh tertawa. Kau mentertawai aku?" Siu Bi hanya tersenyum, lidak men-jawat», melirik pun tidak. Daging itu sudah hampir matang. Yo Wan juga tidak mendesak, tapi cukup mendongkol hatinya. Gadis remaja ini benar-benar pandai mengobrak-abrik hati orang dengan sikapnya yang aneh, sebentar marah, sebentar ramah, sebentar menggoda. Pemuda ini terang pandai sekali, Siu Bi melanjutkan lamunannya. Kalau aku berbaik kepadanya dan mendapat bantu-annya, agaknya akan lebih besar hasil-nya di Liong- thouw-san. Menurut ucapan Bun Hui pemuda putera jenderal itu, Pendekar Buta adalah seorang yang sakti, yang amat tinggi kepandaiannya. Tentu saja ia tidak takut, akan tetapi bagai-mana kalau ia gagal? Tentu akan menge-cewakan sekali jika ia tidak berhasfl membalaskan dendam kakek Hek Lojin. Akan tetapi kalau mendapat bantuan pemuda ini, hemmm, kepandaian mereka berdua dapat disatukan untuk menghadapi dan mengalahkan Pendekar Buta. Akan tetapi apakah benar-benar pemuda jni lihai? Kembali ia melirik. Yo Wan tampak mengantuk sepasang matanya hampir meram dan kepalanya terangguk-angguk ke kanan kiri, seakan-akan lehernya tidak kuat pula menyangga kepalanya. Kasihan! Tentu dia amat mengantuk, mengantuk dan lapar karena semalam tidak tidur sama sekali, memondongnya pergi sejauh ini. Kalau sedang mengantuk dan "tidur ayam" begini sama sekali tidak patut menjadi seorang yang berkepandaian tinggi. Juga tidak nampak membawa senjata. Makin ia perhatikan, makin tidak me-muaskan kesan di hati Siu Bi. Pemuda yang tidak muda lagi, sungguhpun belum tua. Rambutnya kering tidak terpelihara baik-baik. Wajahnya biarpun tampan, namun tampak muram seperti orang yang sedih selalu. Pakaiannya yang serba putih itu tidak bersih lagi, juga ada beberapa bagian yang robek. Pemuda miskin! Tiba-tiba Yo Wan yang benar-benar amat mengantuk itu terangguk ke depan, menjadi kaget dan membuka matanya, memandang bingung.

"Hi-hi-hik.....!" kembali Siu Bi terkekeh. Lucu sekali keadaan pemuda itu,

"Kenapa kau tertawa?"

"Siapa tidak tertawa melihat kau terkantuk-kantuk seperti ayam keloren (menderita penyakit kelor)? Hayo bangun, daging sudah matang!" Siu Bi mengangkat panggang daging kelinci dan menaruhnya di atas daun-daun bersih yang sudah disediakan di situ, depan Yo Wan.

"Wah, gurih baunya!" Yo Wan memuji. "Hayo, kauambil dulu."

"Kauambillah dulu."

"Kau yang tangkap dan masak kelinci, masa aku harus makan dulu?"

"Sudahlah, kauambil dulu, mengapa sih? Aku tidak selapar engkau!"

Yo Wan tidak berlaku sungkan lagi. Dengan penuh gairah ia merobek daging itu, mengambil bagian yang ada tulangnya, lalu langsung menggerogotinya dengan lahap. "Wah, hebat.....! Lezat bukan main.....!" katanya sambil mengunyah. Memang gemuk kelinci itu, gajihnya banyak sehingga begitu menggigit daging, gajih yang mencair oleh api itu menitik dari kanan kiri bibir Yo Wan.

"Sayang tidak ada arak.....Heee! Kau ke mana, Nona?"

"Tunggu dulu sebentar, aku ambil air minum!" Cepat Siu Bi berlari meninggalkan Yo Wan. Pemuda ini mengunyah lambat-lambat dan pikirannya rnakin penuh oleh keadaan Siu Bi. Gadis itu benar-benar hebat, wataknya aneh sekali. Sekarang amat ramah dan baik kepadanya. Siapakah dia ini?

Siu Bi kembali membawa dua buah kulit labu yang penuh air jernih, dan selain air, juga ia membawa banyak buah-buah manis yang dipetiknya dari dalam hutan. Dengan hati-hati agar jangan tumpah, ia menaruh kulit labu yang dipakai menjadi tempat air itu di atas tanah, kemudian ia pun mulai makan daging kelineL Keduanya makan dengan lahap, tanpa bicara, hanya kadang-kadang pandang mata mereka bertemu sebentar. Yo Wan duduk di atas batu, Siu Bi duduk bersila di atas tanah berumput. Api bekas pemanggang daging masih bernyala sedikit. Tak sampai sepuluh menit habislahi daging kelinci, tinggal tulang-tulangnya. Setelah minum air dan mencuci mulut dengan air, keduanya rnakan buah. Barulah Yo Wan berkata,
"Nona, kau baik sekali kepadaku. Terima kasih, daging kelinci tadi gurih dan mengenyangkan perut airnya jernih segar sekali, dan buah-buah ini pun manis. Kau memang baik”.

"Terima kasih segala, untuk apa? Tidak ada kau pun aku toh harus makan dan minum. Kau berkali-kali nnenolongku, aku pun tidak bilang terima kasih padamu."

Yo Wan tersenyum. Dekat dan bicara dengan nona ini memaksanya untuk sering tersenyum. "Aku tidak menolongrou, tak perlu berterima kasih, Nona."

"Siapakah kau ini? Siapa namamu?"

Yo Wan menggerakkan alisnya yang tebal. Baru terasa olehnya betapa lucu dan janggal keadaan mereka berdua. "Ah, kita sudah cekcok bersama, makan minum bersama, mengobrol bersama, tapi masih belum saling mengenal. Namaku orang menyebutku Jaka Lola, Nona."

"Jaka Lola? Ayah bundamu..... sudah tiada?"

Yo Wan mengangguk sunyi. Kemudian balas bertanya, "Kau sendiri? Siapakah namamu kalau aku boleh bertanya?"

"Orang-orang di dusun, para petani" itu menyebutku Cui-beng Kwan Im. Adapun namaku..... ah, kau tidak memperkenalkan namamu, masa aku harus menyebutkan namaku?"

"Kembali Yo Wan tersenyum. "Nama-ku Yo Wan, hidupku sebatangkara, tiada sanak tiada kadang, tiada tempat ting-gal tertentu, rumahku dunia ini, atapnya langit, lantainya bumi, dindingnya pohon, lampu-lampunya matahari, bulan dan bintang."

Siu Bi tertawa, lalu bangkit berdiri dan menirukan lagak dan suara Yo Wan ia berkata,

"Namaku Siu Bi, hidupku sebatangkara, tiada sanak kadang, tiada tempat tinggal tertentu,. rumahku di mana aku berada, atap, lantai dan din-dingnya, apa pun jadi!" Dan ia tertawa lagi. Yo Wan mau tidak mau ikut pula tertawa. Kalau gadis ini sedang ber-jenaka, sukar bagi orang untuk tidak ikut gembira. Suara ketawa dan senyum gadis ini seakan-akan menambah gemilangnya sinar matahari pagi.

"Nona, namamu bagus sekali. Akan tetapi siapakah shemu (nama keturunan)"

"Cukup Siu Bi saja, tidak ada tam-bahan di depan innaupun embel-embel di belakangnya. Nah, sekarang kita sudah tahu akan nama masing-masing. Kau siap dan keluarkan senjatamu!" kata Siu Bi sambil mencabut Cui-beng-kiam yang ia selipkan di ikat pinggangnya. Pedang itu berada di tangannya, digerakkan di depan dada dengan sikap hendak menyerang.

Yo Wan terkejut. "Eh, eh, eh, apa pula ini?"

"Artinya, aku hendak menguji kepan-daianmu. Gerak-gerikmu penuh rahasia, aku masih belum yakin benar apakah kau memang memiliki kelihaian seperti yang kusangka."

"Wah, aneh-aneh saja kau ini, nona Siu Bi. Aku orang biasa, tidak punya kepandaian apa- apa, jangan kau main-main dengan pedang itu, Nona."

"Tak usah kau pura-pura, kau mau atau tidak, harus melayani aku beberapa jurus. Bersiaplah! Awas, pedang!" Serta merta Siu Bi menerjang dan mengirim tusukan secepat kilat.

"Wah, gila.....!" Yo Wan mengeluh di dalam hatinya. la cepat membuang diri mengelak, maklum akan keampuhan pedang bersinar hitam itu. Akan tetapi Siu Bi sudah menyerangnya secara bertubi-tubi, malah gadis itu mulai menggerakkan tangan kirinya sambil mengerahkan tenaga Hek-in-kang! Yo Wan yang menangkis sambaran tangan kiri ini terpen-tal dan merasa betapa lengannya yang menangkis terasa panas dan sakit. la kaget sekali dan timbul rasa gemasnya. Gadis ini benar-benar liar pikirnya. Akan tetapi pedang bersinar hitam itu sudah datang lagi mengirim tusukan bertubi-tubi diseling dengan pukulan yang mem-bawa uap berwarna kehitaman. Hebat! Gadis ini ternyata memiliki ilmu yang amat ganas dan dahsyat. Kalau aku tidak memperlihatkan kepandaian, ia akan terus berkepala batu dan tinggi hati. Cepat tangan kanan Yo Wan merogoh ke balik jubahnya dan di lain saat pedang kayu cendana sudah berada di tangannya, pedang buatannya sendiri di Himalaya. Ketika sinar hitam menyambar dia menangkis.

"Dukkk!" Siu Bi melangkah mundur tiga tindak, tangannya linu dan pegal. Heran ia mengapa pedang lawannya itu ketika bertemu dengan pedangnya terasa seperti benda lunak, seperti kayu, tidak menimbulkan suara nyaring. Ketika ia rnemandang lebih jelas, betul saja bahwa pedang itu memanglah sebatang pedang kayu! Mukanya seketika menjadi merah sekali. Penasaran ia. Masa pedangnya, Cui-beng-kiam yang ampuh itu hanya dilawan oleh Yo Wan dengan sebatang pedang kayu? la mengeluarkan seruan keras dan menerjang lagi, mengerahkan seluruh tenaga Hek-in-kang untuk membabat putus pedang kayu itu. Akan tetapi ia salah duga. Pedang di tangan Yo Wan biarpun hanya terbuat daripada kayu cendana yang mengeluarkan bau harum kalau diayun, namun yang mengerahkan adalah tangan yang terisi ilmu, tangan yang mengandung nawa sinkang dan mempunyai tenaga dalam yang sudah amat tinggi tingkatnya. Bukan saja pedang kayu itu tidak rusak, malah dia sendiri beberapa kali hampir melepaskan pedangnya karena tangannya terasa panas dan sakit apabila kedua senjata itu bertemu. Ia mulai kagum bukan main. Tidak salah dugaannya. Pemuda ini lihai bukan main. Akan tetapi di samping kekagumannya, ia pun penasaran dan tnarah sekali. Masa dia, Cui-beng Kwan Im, hanya dilawan dengan pedang kayu? Bukan pedang sungguh-sungguh, melainkan pedang-pedangan yang patut dipakai mainan anak kecil.

Rasa penasaran dan marah membuat Siu Bi bergerak makin ganas dan dahsyat. Yo Wan diam-diam mengeluh. Kepandaian gadis ini kalau sudah matang, benar-benar berbahaya sekali, apalagi pukulan-pukulan tangan kiri yang melontarkan hawa beracun, benar-benar sukar dilawan kalau tidak menggunakan sinkang yang kuat. la pun mengerahkan tenaga dan mengeluarkan ilmu pedangnya dari Sin-eng-cu. Namun, ilmu pedangnya itu hanya sanggup menandingi Ilmu Pedang Cui-beng Kiam-sut dari Siu Bi dan perlahan-lahan gadis itu mendesaknya dengan pukulan-pukulan Hek-in-kang. Kini Siu Bi tidak hanya menguji ilmu atau main-main, melainkan menyerang dengan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Kalau tidak dilayani dengan sepenuhnya, tentu akan lama pertandingan itu dan akaiu berubah menjadi pertandingan mati-matian.

"Benar-benar kau aneh sekali. Nona”. seru Yo Wan ketika dia terpaksa berjungkir balik untuk menghindarkan sebuah pukulan tangan kiri gadis itu. Tangan kiri itu kini mengeluarkan uap hitam dan makin lama makin dahsyat pukulannya sehingga Yo Wan tidak berani menangkis, bukan takut kalau ia terluka, melainkan khawatir kalau-kalau tangkisannya vang terlalu kuat akan mencelakai nona itu. Sambil berjungkir balik ini, la mencabut keluar cambuknya yang melmgkar di pinggang. Kini tangan kirinya memegang cambuk dan "tar-tar-tar'" cambuk itu menyambar-nyambar bagaikan petir di atas kepala Siu Bi.

“Ayaaa.....!" Siu Bi kaget bukan main. Apalagi ketika melihat betapa cambuk itu berubah menjadi lingkaran-lingkaran yang membingungkan. Seketika itu juga keadaan menjadi berubah Dia terdesak hebat, beberapa kali pedangnya hampir terlibat cambuk lawan. Namun, bukan watak Siu Bi untuk menjadi gentar. Dia makin bersemangat.

"Wah, benar-benar keras hati dia....? pikir Yo Wan dan cepat ia mempergunakan langkah-langkah Si-Cap-it Sin-po. Seketika lenyap dari depan Siu Bi dan gadis itu dalam kebingungannya, cepat berbalik ketika mendengar desir cambuk dari belakang. Baru satu kali tangkis, pemuda itu lenyap lagi dan tahu-tahu sudah berada di belakangnya, lalu lenyap, muncul di sebelah kiri, lenyap lagi, muncul di sebelah kanannya. Bingung ia dibuatnya dan kepalanya menjadi pening!

"Sudahlah, cukup, Nona. Kau lihai sekali....." berkali-kali Yo Wan berseru, namun mana Siu Bi mau sudah dan mengalah? la menggigit bibir dan menerjang seperti seekor harimau gila, nekat dan tidak takut mati.

"Awas pedangmu!" Yo Wan berseru dan lenyap. Ketika Siu Bi membalik, terasa sesuatu membelit pundaknya. la merasa ngeri dan menggeliat seakan-akan ada ular yang melilit puncak. Kiranya cambuk lawannya yang melilitnya, membuat ia sukar bergerak dan pada saat itu, ujung pedang kayu Yo Wan menotok pergelangan tangan kanannya. Pedangnya jatuh!

Dengan marah sekali, Siu Bi berdiri di depan Yo Wan, membanting-banting kaki dan memandang penuh kebencian.

“Maaf, Nona, aku..... aku tidak sengaja. Kau telah mengalah ...."

Akan tetapi Siu Bi membanting kaki lagi, terisak lalu membalikkan tubuh dan lari cepat, tidak peduli lagi akan pedangnya yang tergeletak di atas tanah.

"He, nona Siu Bi...... tunggu..... pedangmu.....!" Yo Wan mengambil pedang itu dan cepat mengejar. Akan tetapi Siu Bi sudah lari jauh dan menghilang di balik pohon-pohon di dalam hutan. Yo Wan berhenti sebentar, menggeleng-geleng kepala dan menarik napas panjang.

"Wah, benar-benar luar biasa anak itu. Wataknya seperti setan!" Akan tetapi diam-diam ia mengagumi kepandaian Siu Bi yang memang jarang dicari bandingnya. "Entah anak siapa dia itu, dan entah siapa pula yang mewariskan kepandaian dan watak segila itu." la lalu mengejar lagi, tidak bermaksud segera menyusul karena ia maklum bahwa agaknya membutuhkan beberapa lama untuk membiarkan gadis itu agak mendingin hatinya. Kalau sedang panas dan. marah seperti itu, agaknya tidak akan mudah dibujuk dan tentu sukar bukan main diajak bicara secara baik-baik. Seorang gadis yang luar biasa masih amat muda. Mengapa sudah merantau seorang diri di dunia ini? Betulkah dia pun sebatang-kara? Kasihan! Wataknya keras, berbahaya sekali kalau tidak ada yang mengamat-amati. Sayang kalau seorang dara masih remaja seperti itu mengalaml malapetaka atau menjadi rusak. Hati Yo Wan mulai gelisah ketika sudah mengejar seperempat jam lebih, belum juga ia melihat bayangan Siu Bi.
"Nona Siu Bi! Tunggu.....'" serunya aambil mengerahkan khikang sehingga suaranya bergema di seluruh hutan. Namun tidak ada jawaban kecuall gema suaranya sendiri. la mengejar lebih cepat lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed