Skip to main content

Jaka Lola 6 -> karya : kho ping hoo

"Ha-ha-ha, cucuku. Orang-orang ma-cam kami berdua ini hanya nafsunya saja besar tapi tenaganya kurang, malah su-dah habis tenaganya! Jangan khawatir, kami tak mungkin dapat bertempur lagi, akan tetapi kami belum dapat menentu-kan siapa lebih unggul. He, Bhewakala, apa kau siap melanjutkan adu ilmu?"
"Boleh!" jawab Bhewakala dengan suara digagah-gagahkan. "Kalau belum ada yang kalah menang, tentu penasaran dan kelak kalau sama-sama ke alam baka, tak mungkin dapat melanjutkan pertandingan."
"Bagus, kau laki-laki sejati, seperti juga aku! Sekarang kita lanjutkan!"
"Majulah kalau kau masih kuat Wte»» langkah!" tantang Bhewakala.
"Ho-ho-ho, sombongnya si pehdeta koplok! Apa kaukira aku tidak tahu bah-wa kau pun tidak sanggup maju selang-kah pun? Ha-ha-ha, tertiup angin pun kau akan roboh. Kita melanjutkan ilmu, bukan kepalan. Ada Yo Wan di sini, apa gunanya?"
Bhewakala tersenyum lebar, matanya yang besar itu berkedip-kedlp. "Ha-ha-ha, kau benar, tua bangkotan. Ada Yo Wan, biarlah anak ini yang menjadi alat pengukur tingginya ilmu."
"Yo Wan, cucuku! Kau benar sekali, jangan sudi menjadi murid pendeta ko-plok ini! Kalau kau tadi mau menerima-nya, aku yang tidak sudi, tidak mem-perbolehkan. Tapi kau tentu mau menjadi alat kami untuk mengukur kepandaian, bukan? Kau harus menolong kami, kalau tidak, kami berdua takkan dapat mati meram."
Yo Wan cepat berlutut di depan kakek itu. "Susiok-couw, tak usah diperin-tah, teecu fentu bersedia menolong 7i-wi. Katakanlah, apa yang harus teecy lakukan?"
Selagi Yo Wan berlutut itu, Sin-eng-cu bertukar pandang dengan Bhewakala dan saling membe.ri- isyarat dengan kedip-an mata. "Yo Wan, lebih dulu bawa kami ke puncak. Sanggupkah kau?"
"Akan teecu coba."
Ia menghampiri Sin-eng-cu dan berkata, "Maaf, teecu akan menggendong Susiok-couw."
Anak ini membungkuk di depan Sin-eng-cu, membelakanginya. Sin-eng-cu tidak sungkan-sungkan pula lalu menggemblok di punggung Yo Wan yang menggendongnya dan anak ini sendiri merasa heran, pada-hal tadinya dia meragu apakah dia akan kuat menggendong kakek itu. la terkejut dan diam-diam merasa girang sekali ser-ta memuji kehebatan Susiok-couw ini, karena dia merasa yakin bahwa kakeknya ini tentu mempergunakan ginkang tingkat tinggi sehingga dapat membuat tubuhnya menjadi demikian ringannya! Dengan langkah lebar dan gerakan cepat dia lalu menyeberangi jurang melalui dua tam-bang, kemudian dia memanjat tangga tali itu ke atas puncak.
"Harap Susiok-couw beristirahat di sini lebih dulu, teecu akan menggendong Bhewakala Locianpwe ke sini."
"Yo Wan, apakah suhumu pernah me-ngajar Kim-tiauw-kun (Ilmu Silat Raja-wali Emas) kepadamu?" tiba-tiba kakek itu bertanya kepada anak yang sudah akan lari keluar kembali dari dalam pon-dok itu. Yo Wan berhenti, membalikkan •tubuh dan menjawab dengan sinar mata tidak mengerti dan kepala digelengkan. Pertanyaan itu tak ada artinya bagi diri-nya, akan tetapi mengingatkan dia akan burung rajawali emas yang dahulu pergi bersama kakek ini, maka dia cepat bertanya,
"Susiok-couw, mengapakah kim-tiauw (rajawali emas) tidak ikut pulang ber-sama Susiok-couw?"
"la sudah terlalu tua dan tidak kuat menghadapi hujan salju di utara, dia telah mati dan kukubur dalam tumpukan salju."
Yo Wan merasa menyesal sekaii se-hingga untuk semenit dia diam saja ter-menung. Kemudian dla teringat akan tugasnya. "Teecu pergi dulu, hendak men-jemput Bhewakala Locianpwe."
"Pergilah, tetapi kau harus waspada, siapa tahu pendeta Nepal itu di tengah jalan mencekik dan membunuhmu, ha-ha-ha!"
Yo Wah terkejut, akan tetapi hanya sejenak saja dia terpaku dan ragu-ragu, kemudian kakinya melangkah lebar dan dia sudah berlari ke luar, terus menun oi puncak itu dan menyeberangi jurang per-tama. Bhewakala masih berada di situ, duduk bersila. Pendeta hitam ini tersenyum lebar ketika dia melihat Yo Wan.
"Kau sudah kembali?"
Yo Wan mengangguk, lalu membela-kangi pendeta itu sambil berjongkok. "Harap Locianpwe suka membonceng di punggung, tapi saya harap Locianpwe sudi mempergunakan kepandaian ginkang seperti Susiok-couw tadi, kalau tidak, saya khawatir tidak akan kuat menggen-dong Locianpwe."
Pendeta asing itu hanya mendengus, lalu merangkul pundak bocah ini dan menggemblok di punggungnya. Yo Wan bangkit berdiri dan diam-diam dia men-|adi girang dan kagum. Kiranya pendeta ini pun amat sakti, ginkangnya hebat sehingga tubuhnya yang jauh lebih besar dan tinggi daripada susiok-couwnya juga terasa ringan, hanya sedikit lebih berat daripada tubuh kakek tadi. Ia mulai me-langkah maju setengah berlari ke depan.
"Yo Wan, kenapa kau mau menolong aku, seorang asing yang tidak kaukenal?" tiba-tiba pendeta Nepal itu bertanya.
"Suhu berpesan kepada saya bahwa menolong orang tak boleh melihat Siapa dia, hanya harus dilihat apakah dia benar-benar membutuhkan pertolongan dan apakah kita dapat menolongnya. Locian-pwe terluka, perlu beristirahat, dan saya dapat membawa Locianpwe ke puncak untuk beristirahat di pondok kediaman suhu, kenapa saya tidak mau menolone Locianpwe?"
Diam-diam Bhewakala kagum, bukan saja oleh jawaban ini, juga melihat be-tapa bocah ini dapat menggendongnya sambil berjalan cepat dan ketika men.! jawab pertanyaannya, napasnya tidak memburu, kelihatan enak saja. Ketika oia memandang ke arah kedua kaki bocah itu, dia terkejut. Bocah itu menggunakan langkah-langkah yang luar biasa, kadane-kadang berlari di atas tumit, kadangA" kadang dengan kakl miring!
"He, kau menggunakan langkah apa ini?" tak tertahan lag! Bhewakala ber-tanya nyaring. Yo Wan menjadi merah mukanya. Karena seJama iima tahun itu siang malam ,dia- berlatih langkah-langkah Si-cap-it Sin-po, maka kalau dia berlari, tanpa dia sengaja kedua kakinya melakukan gerak langkah-langkah itu secara oto-matis!
"Bukan apa-apa, Locianpwe, saya lari biasa," jawabnya dan kedua kakinya kini berlari biasa. Seperti juga dengan susiok-couwnya tadi, dia hendak membawa Bhewakala ke dalam pondok, akan tetapi pendeta Nepal ini tidak mau.
"Turunkan saja aku di luar sini, aku lebih senang duduk di luar menikmati pemandangan alam yang amat hebat dan indah ini."
Yo Wan menurunkan pendeta itu di atas bangku di depan rumah dan Bhewa-kala duduk bersila di situ dengan wajah berseri gembira.
"Yo Wan! Pendeta koplok itu sudah datang? Hayo, bawa aku ke luar!" terdengar teriakan Sin-eng-cu dari dalam pondok.
Yo Wan berlari masuk dan tak lama kemudian kakek tua itu sudah digendongnya keluar. Sin-eng-cu minta diturunkan di atas sebuah batu halus yang memang dahulu menjadi tempat duduknya. la pun bersila diatas batu ini, kurang lebih lima meter jauhnya dari bangku yang diduduki Bhewakala.
"Sin-eng-cu, cucu muridmu inl benar-benar membuat aku gembira sekali!" kata Bhewakala.
"Betapa tidak? Kalau tidak h6bal;tlia bukan cucu muridku!" jawab Sin-eng-cu dengan nada suara bangga.
Yo Wan menjadi heran dan merasa malu. Yang hebat adalah mereka, pikirnya, biarpun sudah terluka hebat masih mampu mengerahkan ginkang sehingga tubuh mereka demikian ringannya ketika dia membawa mereka mendaki tangga tali tadi. Kalau tidak demikian, mana mungkin dia akan kuat? Anak ini sarna sekali tidak tahu bahwa dua orang itu sama sekali tidak menggunakan ilmil untuk membuat tubuh mereka ringan. Hal ini tidak mungkin, apalagi mereka terluka hebat sehingga tak mampu memper-gunakan ilmu-ilmu mereka yang ber-hubungan dengan kekuatan di dalam tu-buh. Yang membuat dia merasa ringan ketika menggendong mereka bukan lain adalah karena kekuatan yang terkandung dalam tubuhnya sendiri. la telah melatih diri tujuh tahun dengan pekerjaan yang membutuhkan tenaga dan kegesitan, di samping ini dia pun dengan amat tekun berlatih samadhi dan pernapasan. Hawa murni di dalam tubuhnya sudah terkum-pul, maka dia dapat mengerahkan tenaga besar luar blasa yang membuat dia dapat menggendong kakek-kakek itu secara mudah!
"Yo Wan, kau tadi berjanjf hendak menolong kami dua orang-orang tua. Apakah kau betul-betul suka menolong?" tanya Bhewakala dengan pandang mata penuh gairah.
"Betul, Yo Wan, kau harus menolong kami melanjutkan adu ilmu sampai ter-dapat keputusan siapa yang lebih unggul."
Yo Wan membungkuk, "Susiok-couw, teecu siap menolong dan membantu, akan tetapi teecu seorang anak yang bodoh, mana bisa menjadi perantara dalam adu ilmu? Bagaimana caranya?"
"Mudah saja asal kau mau menolong. He, Bhewakala pendeta hitam! Di dalam pondok ini terdapat empat buah kamar cukup untuk kita seorang sekamar. Kita lanjutkan adu ilmu. Kau tinggallah di kamar kita, aku di kamar kanan, biar Yo Wan di kamar lain. Kau kuberi kesempatan untuk menyerang lebih dulu. Beri-tahukan jurus penyeranganmu kepada Yo Wan, dan kalau dia sudah memperlihatkan jurus itu, aku akan menghadapi dengan jurus pertahananku, lalu balas me nyerang dengan jurus istimewa. Dua jurus itu kuberitahukan kepada Yo Wan yang akan menyampaikannya kepadamu. Kau harus dapat memecahkannya dan boleh balas meniyerang. Siapa yang tidak dapat memecahkan sebuah jurus serangan, dia itu harus mengakui keunggulan lawan. Bagaimana?"
"Setuju! Itulah yang kukehendaki. Hayo mulai sekarang juga!"
"Yo Wan, kau mendengar perjanjlan kami untuk mengadu ilmu? Maukah kau menolong, hanya menjadi perantara be-gitu?"
Yo Wan adalah seorang anak yang baru berusia tiga belas tahun. Apalagi dia kurang pengalaman, semenjak kecil berada di tempat sunyi mengejar ilmu dan bekerja, mana dia mampu menandingi kelihaian otak dua orang sakti ini? Secara tidak langsung, selain dua orang itu dapat memuaskan hati mencari keunggul-an dalam ilmu silat, juga mereka ingin sekali menurunkan kepandaian masing-masing kepada bocah yang sudah me-nalukkan hati dan cinta kasih mereka itu, Yo Wan menganggap mereka berdua ini kakek-kakek yang lucu dan aneh. Masa ada orang melanjutkan adu ilmu seperti itu? Seperti main-main saja. Ke- duanya sudah terluka masjh tidak mau terima, masih ingin melanjutkan terus, benar-benar gila, pikirnya.
"Kalau kau kebera-tan pun tidak apa," sambung Sin-eng-cu,
"kami bisa merangkak turun saling menghampiri, kemudian saling jcekik sampai mampus di sini!" sambil berkata demikian, Sin-eng-cu mengedipkan mata kepada Bhewakala.
"Jangan kira kau akan dapat men-cekik leherku, Sin-eng-cu tua bangka bangkotan. Lebih dulu jari-jariku akan menusuk dadamu sampai bolong-bolong? Bhewakala mengancam, juga tersenyum dan mengedipkan mata pula.
"Jangan.....! Harap ji-wi jangan ber-kelahi terus. Baiklah, saya akan mentaati permintaan ji-wi, menjadi peran-tara. Akan tetapi saya harap ji-wi betul-betul menghentikan adu ilmu ini kalau seorang di antara ji-wi ada yang tidate sanggup memecahkan sebuah jurus. Sekarang harap ji-wi sudi menanti sebentar, saya hendak menyediakan makanan." Tanpa menanti jawaban, Yo Wan lalu menuju ke ladang, memetik sayur-mayur, membawanya ke dapur dan memasak sayur-mayur dan ubi kentang. Pandai dia memasak setelah berlatih lima tahun selama ini dan di situ tersedia lengkap pula bumbu-bumbu yang dia tukar dari penduduk dusun dengan hasil ladangnya.
Di luar tahu Yo Wan, dua orang ka-kek hu berunding. Karena mereka amat suka kepada Yo Wan, dan maklum pula bahwa keadaan tubuh mereka sudah cacad akibat pertandingan semalam, agak-nya tak mungkin dapat tertolong lagi karena Kwa Kun Hong tidak berada. di Situ, maka mereka mengambil keputusan Untuk menurunkan ilmu-ilmu mereka yang paling iihai kepada Yo Wan.
"Jangan kau terlalu bernafsu me-tobohkan aku," kata Sin-eng-cu,
"Kita turunkan dahulu jurus-jurus yang pernah kita mainkan malam tadi sehingga ma-sing-masing tentu sudah mengenalnya dan dapat memecahkannya. Setelah itu, baru-iah kita bertanding betul-betul, mengeluarkan jurus-jurus baru yang harus dapat dipecahkan."
Bhewakala menyetujui usul kakek bekas lawannya ini. Setelah masakan sayur-mayur sudah matang dan dihidang-'kan oleh Yo Wan, mereka bertiga makan dengan tenang dan lahap. Kemudian dua 'orang sakti itu minta diantar ke kamar masing-masing dan mulai hari itu juga, Yo Wan menjadi perantara pertandingan yang aneh ini.
Mula-mula dia harus menghafal dan ^menggerakkan sebuah jurus yang diturunkan oleh Bhewakala dan oleh karena jurus ini harus dipergunakan untuk mt-nyerang, tentu saja Yo Wan diharuskan dapat memainkannya dengan baik. Pada hari-hari pertama, amatlah sukar bagi anak ini untuk menghafal dan mainkan jurus-jurus itu, karena jurus yang di-turunkanitu adalah jurus ilmu silat ting-kat tinggi yang sukarnya bukan main. Andaikata dia belum dlberi dasar Ilmu Si-cap-it Sin-po, yaitu langkah-langkah ajaib yang sudah mengandung inti sari daripada semua jenis gerak langkah da-lam persilatan, agaknya dia tidak mung-kin mampu melakukan gerakan jurus yang diturunkan oleh dua orang sakti ini. 3u-rus pertama yang diturunkan Bhewakala, baru dapat dia lakukan setelah dia latih selama dua minggu! Memang mengheran-kan bagl yang tidak tahu, akan tetapi kalau diingat syarat-syaratnya, memang berat. Dalam setiap gerak dalam jurus ini, imbangan tubuh harus tepat» bahkan keluar masuknya napas juga harus disesuaikan dengan setiap gerak!
Biarpun Yo Wan belum dapat menikmati dan membuktikan sendiri kegunaan ilmu silat karena selama belajar di situ belum pernah dia menggunakan ilmu silat untuk bertempur, namun mengingat sukarnya jurus ini, dia mengira bahwa Sin-eng-cu tentu akan menjadi bingung dan tidak mudah memecahkannya. 3ari tengah dan telunjuk kanan menusuk mata diteruskan dengan siku kanan menghan-tam jalan darah di bawah telinga, di-barengi pukulan tangan kiri pada pusar yang disusul lutut kaki kanan menyodok anggauta kelamin kemudian dilanjutkan tendangan kaki kanan sebagai gerak ter-akhir. Sebuah jurus yang "berisi" iima buah gerak serangan berbahaya! Bhewa-kala menamakan jurus ini Ngo-houw-lauw-yo (Lima Harimau Mencari Kambing), sebuah jurus daripada ilinu silat ciptaan-nya yang paling lihai ketika dia bertapa di Gunung Himalaya, yaitu Umu silat yang dinamainya Ngo-sin-hoan-kun (Ilmu Silat Lima Lingkaran Sakti).

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed