Skip to main content

Jaka Lola 4 -> karya : kho ping hoo

Sefelah suhu dan subonya lenyap dari pandang matanya, barulah A Wan merasa sunyi dan kosong rongga dadanya. Namun dia menekan perasaannya dan mendaki puncak Liong-thouw-san. Dahulu, puncak ini tak mungkin dapat dinaiki orang, apalagi orang biasa atau seorang anak kecil seperti A Wan. Akan tetapl, se-menjak Kun Hong dan isterinya bertempat tinggal di situ, suami isteri pen-dekar yang memiliki kesaktian ini telah membuat jalan menuju ke puncak. Bukan jaian biasa melainkan jalan yang juga amat sukar karena harus melalui dua ^buah jurang lebar dan amat dalam yang mereka pasangi jembatan berupa dua buah tali besar dan kuat. Untuk menyeberangi jembatan-jembatan istimewa di atas dua buah jurang lebar ini orang harus berjalan di atas dua utas tali ini tanpa pegangan! Hanya orang-orang yang memiliki ginkang dan nyali besar saja berani menyeberangi jembatan istimewa ini. Kemudian, setelah mendekati puncak, untuk mencapai dataran puncak itu jalan satu-satunya hanya memanjat sebuah tangga terbuat daripada tali pula, tinggi-nya seratus kaki dan amat terjal. Tentu saja memanjat tangga ini lebih mudah karena kedua tangan dapat berpegangan, akan tetapi juga membutuhkan nyali yang cukup besar di samping syaraf rnembaja. Namun, bagi Yo Wan semua ini bukan apa-apa lagi, sudah terbiasa dia oleh jembatan-jembatan dan tangga ini. Se-menjak berusia enam tahun dia sudah dapat mempergunakan alat-alat penyebrangan itu.
Biarpun baru berlatih silat dua tahun lamanya, namun berkat bimbingan dua orang yang memiliki kepandaian tinggi, Yo Wan sudah memperoleh kemajuan lumayan. Gerak-geriknya gesit, napasnya panjang, daya tahan tubuhnya luar biastf^ dan dia sudah kuat bersamadhi sampai setengah malam lamanya. Hebat dan luar biasa bagi seorang anak laki-laki yang belum sembilan tahun usianya!
Yo Wan memang seorang anak yang berhati teguh dan memiliki ketekadan hati yang besar. Memang tadinya dia merasa kesunyian, begitu dia tiba di pon-dok suhunya dan melihat betapa tempat itu kosong, sekosong hatinya, dia terduduk di atas bangku depan pondok dan termenung. Ketika matanya terasa panas oleh desakan air mata, dia menggigit bibirnya dan menggeleng-gelengkan ke-pala, melawan perasaannya sendiri. Oleh gerakan kepala ini, dua titik air mata yang tadinya menempel di bulu matanya, meluncur turun melalui pipi, terus ke ujung kanan kiri bibir. la menyecapnya. Rasa asin air matanya membuat dia sadar.
"Heh, kenapa menangis? Cengeng! Sejak dahulu kau sudah yatim piatu, kau si jaka lola (anak laki-laki yatim piatu), hidup di . dunia seorang diri, mengapa bersedih hati ditinggal suhu dan subo? Ihhh, kalau subo melihatmu, kau tentu akan ditampar! A Wan tertawa kepada diri sendiri, tertawa bahagia karena ter-ingat dia betapa selama dia berada di sini, belum pernah dia dibentak Kun Hong atau ditampar Hui Kauw. Kedua orang itu amat baik kepadanya.
Mereka orang-orang mulia, aku tidak boleh mengganggu mereka. Harus ku-pelihara baik-baik tempat ini, kelak ka-lau mereka kembali, tempat irii telah bersih dan terjaga! Setelah berpikir de-mikian, anak ini bangkit dan lari ber-loncatan ke ladangnya, mukanya sudah jernih kembali dan dia tertawa-tawa melihat burung-burung kaget beterbangan oleh loncatannya itu.
Yo Wan selalu teringat akan nasihat suhunya. la tekun berlatlh ilmu silat. Karena gurunya lebih mementingkan da-sar ilmu silat, maka selama ini dia tidak banyak diajar ilmu pukulan, lebih di-utamakan pelajaran pernapasan, samadhi dan mengatur jalan darah untuk meng-himpun kemurnian hawa dalam tubuhnya. Juga ilmu meringankan tubuh diajarkan lebih dulu oleh subonya, karena hal ini amat perlu baginya untuk naik turun puncak. Sebelum turun gunung suhunya mengajarkan ilmu langkah yang terdiri daripada empat puluh satu langkah. Lang-kah-langkah ini merupakan perubahan-perubahan dalam kuda-kuda dan jika di-latih terus-menerus, selain dapat mem-pertinggi kegesitan dan memperkokoh kedudukan, juga dapat memperkuat tu-buh, terutama kedua kaki. Suhunya hanya memberi tahu 'batTwa"-langkah-langkah ini dapat dilatih terus-menerus sampai belasan tahun, makin terlatih makin baik dan kelak akan hebat kegunaannya. Kun Hong hanya rnemberi tahu bahwa langkah-langkah ini diberi nama Si-cap-it Sin-po (Empat puluh $atu Langkah Sakti). Tentu saja Yo Wan sama sekali tidak pernah mimpi bahwa langkah-langkah ini adalah langkah-langkah ajaib yang gerakan-gerakannya mencakup seluruh inti sari daripada gerakan Umu silat, karena biarpun jurusnya hanya em-pat puluh satu, akan tetapi kalau dijalankan dan susunan jurusnya diubah-ubah, merupakan gerak jurus yang tak terhitung banyaknya!
Dua tahun sudah Yo Wan hidup se-orang diri di puncak Liong-thouw-san. Tekun bekerja dan berlatih. Setiap hari dia mengharap-harapkan kedatangan suhu dan subonya, namun pengharapannya sia-sia belaka. Setelah lewat tiga tahun, belum juga kedua orang yang dikasihinya itu puiang. Ingin dia menyusul ke Hoa-san karena sudah amat kangen, akan tetapi dia takut kalau-kalau kedua orang itu akan menganggapnya kurang setia menanti. la menanti terus, empat tahun, lima tahun! Waktu berjalan amat pesatnya, tanpa dia rasakan, lima tahun sudah dia hidup menyendiri di tempat sunyi itu. Dan kedua orang yang dinanti-nantinya belum juga pulang!
"Sudah amat lama aku menunggu, kenapa mereka belum juga pulang?" Yo Wan termenung duduk dl atas bangku depan pondok. Bukan bangku lima tahun yanR lalu. Sudah ada lima kali dia mengganti bangku itu dengan bangku baru buatannya sendiri. Sudah penuh tlang pondok itu dengan guratan-guratannya. Setiap bulan purnama dia tentu meng-gurat di tiang. Tadi dihitungnya guratan-guratannya itu, sudah lebih dari enam puluh gurat!
"Besok aku menyusul ke Hoa-san," demikian dia mengambil keputusan ka-rena sudah tidak kuat menanggung rindu-nya lagi. Malam itu sibuk dia menambal pakaianya yang robek-robek. Selama lima tahun ini, dia dapat mencari ganti pakai-an ke dalam dusun di bawah gunung dengan jalan menukarkan hasil ladangnya yang berupa sayur-sayuran segar yang tak mungkin tumbuh di bawah puncak. Dasar watak Yo Wan polos, jujur dan tidak murka, dia hanya memilih pakaian sekedarnya saja, bersahaja asal kuat.^ Yang membuat dia kesal menanti lebih lama lagi, sesungguhnya adalah kalau dia teringat akan pelajaran ilmu silatnya.
Enam puluh bulan lebih dia ditinggal gurunya, hanya ditinggali ilmu langkah yang sudah dia latih setiap hari sampai dia menjadi bosan. Padahal dia bercita-cita untuk mempelajari ilmu silat tinggi dari suhunya, karena dia masih ingat betul akan musuh besarnya, musuh besar yang menyebabkan kematian ibunya yang tercinta, The Sun! Muka orang ini masih selalu terbayang di depan matanya, dan dia mendengar dari gurunya bahwa The Sun memiliki kepandaian yang amat ting-gi. Sekarang dia hanya diberi pelajaran langkah-langkah yang aneh, bagaimana mungkin dia dapat membalas kematian ibunya pada musuh besar yang lihai itu kalau dia hanya pandai melangkah? la ingin menyusul untuk mohon diberi pelajaran ilmu silat selanjutnya, untuk bekal mencari musuh besar yang telah me-nyebabkan kematian ibunya yang me-ngerikan itu. Masih terbayang di depan matanya betapa ketika dia masih kecil, dia melihat ibunya menggantung diri, dengan susah payah dia tolong, akan tetapi ibunya tak tertolong lagi. Masih bergema di telinganya akan pesan ibunya, agar supaya dia memenuhi dua buah permintaan ibunya, dua buah tugas yang selama hidupnya harus dia usahakan pe-laksanaannya, yaitu pertama membalas budi kebaikan Kwa Kun Hong Pendekar Buta, kedua membalas dendam kepada The Sun (baca cerita Penddcar Buta)! Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Yo Wan sudah menutup pir -u de-pan pondok dan berjalan ke luar hc aman. Di punggungnya terdapat sebuah buntalan pakaian dan dia melangkah lebar aenuju ke jurang di mana terdapat tangga tali itu. Sebelum melangkahkan kaki ke tang-ga, dia memandang sekeliling seakan-akan merasa kasihan kepada puncak yang akart ditinggalkan. Tiga batang pohon cemara di depan pondok itu kini sudah besar, dia yang menanam semenjak suhu dan subonya pergi. Tadinya dia ingin sekali melihat suhu dan subonya memuji dan girang melihat tiga batang pohon yang indah itu, bahkan dia sudah mem-beri "nama" pada tiga batang pohon itu, nama suhunya, nama subonya dan namanya sendiri!
Setelah menarik napas partjang, Yo Wan lalu melangkah dan menuruni tangga tali dengan kecepatan yang amat luar biasa, seakan-akan dia melorot saja tan-pa melangkah turun. Setibanya di bawah, dia berlari-lari menuju ke jembatan per-tama yang melintas jurang lebar. Tiba-tiba dia mendengar suara aneh sekali, suara mendesis-desis keras bercampur aduk dengan suara melengking tinggi. Suara itu datangnya dari seberang jurang pertama. Cepat dia lalu meloncat ke atas tambang dan berlari-lari menyebe-rang. Melihat bocah tiga belas tahun ini menyeberang dan jalan di atas tambang, benar-benar membuat orang terheran-heran dan ngeri, jurang itu dalamnya tak dapat diukur lagi. Tambang itu sama sekali tak bergerak ketika dia berlari di atasnya, dan hebatnya, anak ini berlari seenaknya saja, sama sekali tidak melihat bawah lagi seakan-akan kedua kaki-nya sudah terlalu hafal dan dapat meng-injak dengan tepat.
Setelah meloncat di atas tanah di seberang. Yo Wan dapat melihat apa yang menimbulkan suara aneh itu. Kira-nya dua orang laki-laki sedang bertempur dengan hebat dan aneh. Seorang di an-taranya, yang berdesis-desis, adalah se-orang laki-laki yang tinggi kurus dan kulitnya hitam, rambutnya yang keriting itu terbungkus sorban kuning, telinganya pakai anting-anting hitam, juga kedua pergelangan tangan ketika bergerak dan keluar dari lengan baju yang lebar, tam-pak memakai sepasang gelang hitam. Orang asing yang aneh sekali. Usianya kurang lebih lima puluh tahun. Tangan-nya memegang cambuk kecil panjang dan agakpya cambuk inilah yang menerbitkan suara mendesis-desis aneh itu ketika digerakkan berputar-putar di udara.
Di depan orang bersorban ini tampak seorang kakek tua sekali, kakek yang agak bongkok, yang kadang-kadang ter-kekeh dan kadang-kadang mengeluarkan suara melengking tinggl rendah meng-getarkan lembah dan jurang. Kakek ini pun bergerak-gerak, tapi tidak bersenjata, melainkan tubuhnya yang bergerak-gerak dengan tangan menuding dan menampar ke depan.
Yo Wan berdiri bengong. Biarpun dia murid seorang sakti seperti Kwa Kun Hong Si Pendekar Buta, namun selama hidupnya belum pernah dia menyaksikan orang bertanding. Apalagi kalau yang bertempur itu dua orang tingkat tinggi yang mempergunakan cara bertempur yang begini aneh, seperti dua orang ba-dut sedang berlagak di panggung saja. la masih menduga-duga, apakah yang dilakukan oleh dua orang itu, karena biarpun dia menduga mereka sedang bertempur, namun dia maslh ragu-ragu. Tiba-tiba pandang matanya kabur dan cepat dia , menutup telinganya yang terasa perih ketika lengking itu makin meninggi dan desis makin nyaring. Matanya dibuka lebar, namim tetap saja dia tidak dapat mengikuti gerakan mereka yang kini menjadi makin cepat. Beberapa menit kemudian, gerakan kedua orang aneh itu begitu cepatnya sehingga tubuh mereka lenyap dari pandangan mata Yo Wan yang hanya dapat melihat gulungan sinar yang berkelebatan. Tiba-tiba sinar itu seperti pecah, gulungan sinar lenyap dan dia melihat dua orang itu rebah telentang, terpisah antarasepuluh roeter. Keduanya terengah-engah dan terdengar mereka merintih perlahan.
"Bhewakala, kau hebat....." Kakek tua itu berseru sambil terkekeh ketawa di antara rintihannya.
"Sin-eng-cu (Garuda Sakti), kau tua-tua merica, makin tua makin kuat....." terdengar orang asing bersorban itu pun memuji dengan suara terengah-engah dan nada suaranya kaku dan lucu.
Melihat ke dua orang itu tak dapat bangun kembali, Yo Wan mengerti bahwa keduanya terluka. la cepat berlari meng-hampiri, keluar dari tempat persembunyi-annya karena tadi dia mengintai dari , balik batu gunung yang besar. Tentu saja dia mengenal kakek itu. Sin-eng-cu Lui Bok, paman guru dari suhunya, yang dulu membawanya ke puncak Liong-thouw-san (baca Pendekar Buta) dan yang kemudian pergi merantau membawa kim-tiauw (rajawali emas) bersamanya.
"Susiok-couw..... (Kikek Paman Guru)!" serunya sambil meloncat mendekati. Akan tetapi Sin-eng-cu Lui Bok sudah tak bergerak-gerak lagi, malah napasnya sudah empas empis, tinggal satu-satu. Yo Wan kaget dan bingung, diguncang-guncangnya tubuh kakek itu, namun tetap tak dapat menyadarkannya. langkah kagetnya ketika dia mengguncang-guncang ini, dia melihat muka kakek itu agak biru dan tubuh bagian depan, dari leher sampai ke perut, terluka dengan guratan memanjang yang menghancurkan pakaiannya. Selagi dia dalam bingung sekali, dia mendengar di belakangnya suara orang mengaduh-aduh. Cepat dia bangkit dan membalik. Dilihatnya orang itu pun mengerang kesakitan. Suaranya begitu mendatangkan iba, maka tanpa ragu-ragu lagi Yo Wan lalu menghampirinya, dan berlutut di dekatnya. Orang itu muka hitam, matanya lebar, dilihat dari jauh tadi amat menakutkan, aka" tetapi setelah dekat, sepasang mata yang agak biru itu ternyata mengandung sinar yang menyenangkan. Tanpa diminta, Yo Wan lalu membantu orang itu bangkit dan duduk. Terpaksa dia merangkul pundak orang asing ini karena begitu dilepaskan segera akan terguling kembali, begitu lemas dia. Orang asing itu mengedip-ngedipkan matanya, melirik ke arah tu-buh Sin-eng-cu, lalu memandang kepada Yo Wan.
"Dia susiok-couwmu? 3adi kau ini murid Kwa Kun Hong Si Pendekar Buta?" Suaranya amat lemah, napasnya terengah-engah, agak sukar bagi Yo Wan untuk dapat menangkap arti kata-kata yang kaku dan asing itu. Namun dia seorang bocah yang cerdik, maka dapat dia me-rangka! kata-kata itu menjadi kalimat yang berarti.
Yo Wan mengangguk, dan menjawab lantang, "Betul Locianpwe (Orang Tua Gagah).
Mengapa Locianpwe bertempur dengan susiok-couw? Dia terluka hebat, apakah Locianpwe terluka?"
Sejenak orang asing itu memandang tajam. Yo Wan merasa betapa sinar ma-ta dari mata
yang kebiruan itu seakan-akan menembus jantungnya dan men-jenguk isi hatinya.
Kemudian suara orang' itu terdengar makin kaku dan agak keras, "Kau murid Kwa Kun Hong? KaU. melihat kami bertempur? Mengapa kau sekarang menolongku? Mengapa kau tidak segera menolong susiok-couwmu yang' pingsan itu?"
Diberondongi pertanyaan-pertahyaan ini, Yo Wan tidak menjadi gugup, karena memang dia tidak mempunyai maksud hati yang bukan-bukan. Semua yang dia lakukan adalah suatu kewajaran, tidak dibuat-buat dan tidak mengandung mak-sud sesuatu kecuali menolong. Maka te-nang saja dia menjawab,
"Sudah saya lihat keadaan susiok-couw, dia terluka dari leher ke perut, dia tidak bergerak lagi, saya tidak tahu bagaimana saya harus menolongnya. Karena Locianpwe saya lihat dapat bergerak dan bicara, maka saya membantu Locianpwe sehingga nanti Locianpwe dapat mernbantu saya, untuk menolbtig susiok-couw." Sepasang mata itu masih menyorotkatt sinar bengis.
"Kau tadi melihat kami bertempur?" Yo Wan mengangguk, tangannya masih merangkul pundak orang asing itu dari belakang, menjaganya agar jangan roboh terlentang.
"Jadi kau tahu bahwa aku adalah musuh susiok-couwmu, musuh gurumu?" Yo Wan menggeleng kepala, pandang matanya penuh kejujuran.
"Kalau kami saling serang, tentu ber-arti kami saling bermusuhan. Kenapa kau tidak membantu susiok-couwmu, malah menolong aku? Hayo jawab, apa maksud-mu? Aku musuh susiok-couwmu, aku da-tang untuk memusuhi gurumu. Nah, kau mau apa?"

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka