Skip to main content

Jaka Lola 10 -> karya : kho ping hoo

Yang paling bingung dan kaget setengah mati adalah Souw Kiu sendiri. Pedang kayu di tangan bocah itu bukan main hebatnya, gerakannya aneh, daya tahannya amat kokoh kuat dan setiap kali beradu dengan pedangnya sendiri, tangannya tergetar hebat. la menjadi penasaran sekali. Masa dia harus meng-aku kalah terhadap seorang kacung kuda? Kalau dia dikalahkan oleh seorang tokoh Hoa-san-pai, masih tidak apa, akan tetapi oleh seorang kacung kuda masih bocah lagi?
Dua puluh jurus telah lewat dan da-lam penasarannya, Souw Kiu tiba-tiba mengeluarkan bentakan nyaring sekali dan pedangnya melakukan terjangan kilat. Hui Kauw menutup mulutnya dan seluruh urat tubuhnya menegang. Sebagai seorang ahli pedang, ia maklum bahwa pengemis itu melakukan serangan nekat, mengajak adu nyawa. la sudah siap untuk menyam-bar dan menolong muridnya, akan tetapi dia tidak mau tergesa-gesa karena kalau keadaan Yo Wan tidak berbahaya lalu ia menolongnya, hal itu akan merendahkan diri sendiri.
Yo Wan sudah mempelajarl banyak sekali jurus-jurus ampuh dan ada kalanya Sin-eng-cu maupun Bhewakala dalam keadaan terdesak pun mengeluarkan jurus-jurus yang nekat. Karena itu, menghadapi serangan ini, dia tidak menjadi gugup. Dari pada dia terluka atau terpaksa membunuh orang, lebih baik mengorbankan pedang kayunya, pikirnya cepat.Melihat pedang lawan menyambar dengan babatan kilat, dia cepat menangkis de-ngan pedang kayunya, tapi dia sengaja tidak menyakirkan tenaga kepada pedahg kayu ini. "Krakkk!" pedang kayu patah menjadi dua, tubuh Souw Kiu terdorong ke depan dan di lain saat dia sudah roboh ter-guling oleh pukulan tangan kiri Yo Wan yang tepat mengenai pundak kanannya sedangkan pedangnya entah bagaimana sudah berpindah ke tangan pemuda itu!
Souw Kiu bangkit berdiri, akan tetapi a tiba-tiba dia muntahkan darah merah. Ternyata satu
kali pukulan Yo Wan itu sudah mendatangkan luka parah di dalam dadanya. Hal ini tidak
mengherankan karena Yo Wan menggunakan pukulan Iweekang darl Sin-eng-cu sebagai
timpal-an permainan pedangnya tadi.
Tak dapat ditahan lagi, para tosu Hoa-san-pai bertepuk tangan memuji. Setelah ketua mereka berpaling dan me-mandang tajam, baru mereka berhenti. Biarpun tokoh-tokoh Hoa-san-pai tidak ada yang terang-terangan memuji dan berfihak, namun wajah mereka yang ber-seri menjadi tanda bahwa mereka merasa puas melihat rombongan Sin-tung-kai-pang yang sombong Ifu dttSeH hajaran oleh seorang luar yang mengaku sebagai kacung kuda Hoa-san-pai! Baru seorang pelamar kacung kuda saja sudah begini hebat, apalagi orang-orang Hoa-san-pai-nya sendiri! Biarpun tidak secara lang-sung, pemuda yang luar biasa itu telah mengangkat tinggi derajat dan nama Hoa-san-pai dengan sepak terjangnya menghadapi Sin-tung-kai-pang ini.
Yo Wan sendiri sarna sekali tidak mempunyai pikiran untuk memusuhi Sin-tung-kai-pang. la tahu telah membuat onar kemarin dan hanya untuk menjaga agar nama suhu dan subonya jangan ter-bawa-bawa, maka dia mempertanggung-jawabkannya sendiri. Akan tetapi tentu saja dia tidak mau dibunuh tanpa me-lawan. Giranglah hatinya ketika dia berhasil mengalahkan dua orang lawan. Se-mangatnya timbul dan dia mulai mengerti, mulai terbuka mata hatinya bahwa kalau dia mau melawan, belum tentu orang-orang kasar ini mampu membunuhnya!
Sementara itu, Sin-tung Lo-kai sampai menjadi pucat mukanya saking marah. la merasa
terhina sekali. Dua orang pem-bantunya yang paling dia andalkan, roboh berturut-turut
secara mudah- pleh seorang kacung kuda'
"Orang-orang Hoa-san-pai!" bentak-nya sambil mengangkat tongkatnya ke depan dada.
"Apakah kalian diamkan saja bocah setan ini menghina kami?"
"Urusanmu dengan anak ini tiada sangkut-pautnya dengan kami, Pangcu," kata Kui-san-jin dengan suara tenang. Kakek ketua Hoa-san-pai ini sekarang timbul kepercayaannya terhadap Yo Wan. Pantas saja bocah ini hendak membereskan sendiri, kiranya memiliki ilmu kepandaian yang begitu hebat. la tidak mengerti mengapa bocah ini suka me-nutupi dan melindungi Hoa-san-pai, akan tetapi jalan satu-satunya bagi ketua Hoa-san-pai ini untuk membalas budi hanya membiarkan bocah itu melanjutkan mak-sud hatinya. Inilah sebabnya maka dia sengaja menjawab seperti itu.
"Hemmm, biarlah kubikin mampus dulu bocah ini, baru kami akan bicara lagi dengan Hoa-san-pai!" Sin-tung Lo-kai berseru marah.
"Bocah setan, lekas kau merttilih senjata. Aku tidak sudi menyerang lawan tanpa senjata. Kalau kau butuh pedang, orang-orangku bisa memberi pinjam untukmu."
Yo Wan maklum bahwa lawannya ini tentulah seorang yang pandai. Kemantap-an gerakan tongkat itu saja sudah mem-bayangkan tenaga Iweekang yang hebat. la tidak berani memandang ringan, maka dilolosnya cambuk peninggalan pertapa Bhewakala. Cambuk ini hitam warnan'ya, panjang dan berat, tapi di tangan Yo Wan terasa ringan dan enak. Maklum, selama tiga tahun dia main-main dengan .cambuk ini.
"Ketua Sin-tung-kai-pang, sesungguh-nya aku tidak suka berkelahi dengan siapapun juga aku tidak ingin mencari perkara dengan siapa juga. Akan tetapi kalau kau nekat hendak membunuhku, tentu saja aku akan berusaha menyelamatkan diri," jawabnya sambil memegang gagang cambuk dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya membelai- beliai ujung cambuk.
"Tak usah cerewet, lihat tongkatku!" Ketua pengemis itu menggerakkan tong-katnya dan berkelebatlah sinar beraneka warna seperti pelangi rnenyilaukan mata. Yo Wan kaget dan bingung seketika ka-rena gerakan tongkat itu hebat serta menyilaukan warnanya. Juga para tokoh Hoa-san-pai menahan napas. Kali ini mereka benar-benar khawatir karena tingkat kepandaian Sin-tung Lo-kai benar-benar tak boleh dipandang ringan. Anak muda remaja ini mana mampu mempertahankan diri?
"Tar-tar-tarrr.....!" Lecutan cambuk bertubi-tubi terdengar nyaring disusul berkelebatnya sinar cambuk yang hitam, bergerak-gerak macam ular naga hitam bermain di angkasa. Yo Wan telah mainkan ilmu cambuknya Ngo-sin-hoan-kun dan ujung cambuk itu melecut- lecut, menyambar-nyambar setelah membentuk lingkaran-lingkaran aneh di udara Kagetlah semua orang dan Hui Kauw melihat betapa suaranya sambil mengerutkan keningtelai mengepal tinjunya,
"Bhewakala..... siapa lagi..... tentu Bhe-wakala....." terdengar suaminya bersungut-sungut.
Yang paling kaget adalah Sin-tung Lo-kai sendiri. Permainan cambuk lawannya amat hebat, bagaikan gelombang samudera sedang mengamuk. Lingkaran-lingkaran yang bergelombang lima kali itu benar-benar amat dahsyat, menyem-bunyikan ujung cambuk yang kadang-kadang mematuk dan melecut bagaikan petir menyambar. Inilah ilmu cambuk yang amat aneh, yang belum pernah disaksikan Sin-tung Lo-kai selama hidupnya. la mengertak gigi, mengerahkan seluruh kepandaian dan mainkan ilmu tongkatnya untuk menahan gelombang dan petir itu.
Namun Yo Wan tidak mau memberi hati kepadanya. Pemuda ini memilih jurus-jurus serangan dari Ngo-sin-hoan-kun sehingga belum tiga puluh jurus, ketua pengemis itu sudah mundur-mundur dan hanya dapat menangkis dan meng-elak ke sana ke mari, tak mampu mem-balas dan keadaannya repot sekali. Tiba-tiba pengemis tua itu mengeluarkan ben-takan keras dan sinar-sinar hijau me-nyambar ke arah Yo Wan. Inilah sinar senjata rahasia berupa paku-paku hijau beracun yang disambitkan secara diam-diam, merupakan senjata gelap yang amat berbahaya.
"Curang.....!" seru Hui Kauw, namun dia tahu bahwa dia sendiri tidak mampu menolong karena senjata-senjata gelap itu dilempar dari jarak yang amat dekat, yaitu selagi kedua orang itu bertanding berhadapan.
Yo Wan adalah seorang pemuda yang belum berpengalaman dalam hal bertempur, sungguhpun dia mewarisi ilmu-ilmu yang hebat, namun dia tidak tahu akan adanya akal-akal busuk dari lawan macam Sin-tung Lo-kai. Namun dia seorang yang amat cerdik. Melihat berkelebatnya sinar-sinar hijau dan mendengar seruan subonya, dia cepat menggunakan langkah ajaib. Terpaksa dia membuka rahasia dirinya dan mainkan langkah-langkah yang dia pelajari dari suhunya karena maklum bahwa benda-benda yang menyambarnya itu amat herbahaya. Benar saja, dengan langkah-langkah ajaib yang dia mainkan, tujuh buah benda kecil kehijauan itu meluncur lewat di samping tubuhnya, tak sebuah pun mengenai diri-nya. Teringat akan bahaya ini, timbul kemarahan Yo Wan. la mencabut anak panah dengan tangah kiri, pecutnya kembali menerjang maju dan dia barengi dengan sambitan anak panah.
Sin-tung Lo-kai tadi terkejut bukan main melihat pemuda aneh itu dapat menghindarkan diri dengan gerakan kaki seperti orang mabuk. Selagi dia kecewa dan kaget, catrihiik lawannya menerjang bagaikan hujan badai. Cepat dia meng-angkat tongkat menangkis dan melompat mundur. Tapi tiba-tiba dia berteriak keras dan roboh, anak panah itu menancap pada dadanya sebelah kanan! Baik-nya anak panah itu tidak terlalu dalam menembus kulitdada, namun cukup membuat ketua Sin-tung-kai-pang ttu mengerang kesakitan dan tidak mampu bangun kembali. Anak buahnya cepat memberi, pertolongan dan tanpa pamit lagi Sin-tung Lo-kai menyuruh anak buahnya me-manggulnya turun gunung! Mereka itu bagaikan serombongan anjing yang di-siram air panas, lari tersaruk-saruk sambil tunduk, tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun lagi. Andaikata mereka memiliki buntut, tentu buntut itu mereka kempit di antara kaki. Kekalahan yang diderita kali ini benar-benar membuat mereka kuncup dan selamanya mereka takkan berani memusuhi Hoa-san-pai. Baru melawan seorang kacung kuda saja, ketua mereka dirobohkan dengan mudah! Setelah musuh pergi, Yo Wan tak dapat menyembunyikan diri lagi. la menghampiri Kwa Kun Hong dan Kwee Hui Kauw, serta merta dia menjatuhkan diri berlutut dan berkata dengan suara geme-tar penuh keharuan.
"Suhu.....! Subo.....!" la tinggal berlutut, meletakkan mukanya di atas tanah dan meramkan kedua matanya,
mulutnya berkata lirih, " .... teecu datang menyusul....."
"Wan-ji (anak Wan)! Kenapa baru sekarang kau datang.....?" Hui Kauw berkata, siap merangkul murid itu. Akan tetapi nyonya muda ini menahan kedua tangannya ketika melihat wajah suaminya. Jelas bahwa suaminya kelihatan marah.
"A Wan, apa maksudmu datang seperti ini?"
Yo Wan tak dapat menjawab dan pada saat itu, para tokoh Hoa-san-pa! sudah datang menghampiri. Dengan senyum lebar Kui-san-jin berkata,
"Ah, kiranya murid Kun Hong anak ini? Pantas begini lihai! Ha-ha-ha, benar-benar Sin-tung-kai-pang tidak tahu diri, dan senang sekali hati pinto mengetahui bahwa anak yang memberi hajaran kepada mereka kiranya adalah orang sendiri! Ha-ha-ha!" Para tokoh Hoa-san-pai benar-benar merasa gembira dan bangga. Kehebatan ilmu kepandaian Pendekar Buta tentu saja sudah mereka ketahui dengan baik, dan biarpun Pendekar Buta terhitung golongan muda di Hoa-san, namun dialah sebetulnya yang merupakan andalan untuk membikin besar nama Hoa-san-pai. Kelihaian anak muda yang mengusir para tokoh Sin-tung-kai-pang ini merupakan bukti akan kehebatan ilmu kepandaian Pendekar Buta. Tentu saja mereka tidak mengerti bahwa Pendekar Buta sendiri berpikir lain pada saat itu. Tidak tahu bahwa Kun Hong amat marah kepada Yo Wan, hanya menahan hatinya karena dia tidak ingin memarahi murid-nya di depan banyak orang.
"A Wan kau ikut aku.....!" kata Kun Hong kepada anak muda itu. Yo Wan mengerti bahwa suhunya marah, maka dengan kepala tunduk dia mengikuti guru-nya masu.k ke dalam, diikuti pula oleh Kwee Hui Kauw yang menggandeng ta-ngan Swan Bu. Para toRoh Hoa-san-pai yang masih bergembira itu juga mengun-durkan diri, membiarkan guru dan murid itu menikmati pertemuan tanpa diganggu.
"Nah, sekarang ceritakan tentang sikapmu yang aneh itu, A Wan. Aku ingin mendengar selengkapnya dan sejujurnya. Apa sebabnya kau datang menyusul kami secara sembunyi dan pura-pura menjadi kacung kuda?" tanya Kun Hong suaranya perlahan, akan tetapi Yo Wan maklum bahwa suhunya tak senang hati. Menggigil dia dan cepat-cepat dia berlutut di depan suhunya yang duduk di atas sebuah kursi lain, sedangkan Swan Bu berdiri memandang dengan matanya yang lebar tajam.
Dengan suara lirih Yo Wan lalu menceritakan pengalamannya semenjak suhu dan subonya turun gunung meninggalkan-nya seorang diri. Tentang niatnya menyusul ke Hoa-san-pai tiga tahun yang lalu dan betapa dia bertemu dengan Sin-eng-cu dan BhewakaJa yang sedang bertanding dan keduanya terluka, betapa kemudian dia menolong mereka dan selama tiga tahun menjadi perantara dalam adu ilmu sampai Sin-eng-cu meninggal dunia karena tua dan Bhewakala kembali ke dunia barat.
"Kemudian teecu menyusul ke Hoa-san, Suhu, dan sungguh tidak teecu ke-hendaki telah terjadi keributan di sini, dan teecu yang menjadi biang keladinya. Teecu mengaku salah dan siap menerima hukuman apa pun juga dari Suhu dan Subo."
"Mengapa kemarin kau tidak langsung naik menemui kami, tapi bersembunyi dan menyamar sebagai tukang kuda?" suara Kun Hong masih bengis karena hatinya belum puas.
"Teecu merasa ragu-ragu..... dan takut kalau-kalau Suhu tidak menghendaki kedatangan teecu..... kebetulan teecu bertemu dengan dua orang tosu dan putera Suhu ini..... teecu ditawari pekerjaan tukang kuda, teecu lalu menerimanya, ingin melihat gelagat dulu sebelum teecu berani menghadap Suhu. Celakanya, di tengah jalan seekor di antara tiga kuda yang harus teecu bawa ke puncak, dibunuh pengemis itu. Teecu tidak ingin berkelahi, hanya minta ganti seekor kuda yang hidup, kiranya mereka marah dan menyerang teecu. Akhirnya mereka lari dan meninggalkan dua ekor kuda mereka, terpaksa teecu bawa sekalian ke puncak, dan kuda yang mati teecu kubur di pinggir jalan."
"Yang mati itu kudaku! Ayah, suruh murid Ayah ini mencarikan pengganti kudaku, dia yang bertanggung jawab karena dia yang membawanya Swan Bu berseru nyaring.
"Hushhh, diam kau'" Kun Hong mem-bentak puteranya lalu bertanya,
"A Wan. setelah kau tahu rombongan Sin-tung-kai-pang datang kenapa kau pura-pura tidak mengenal kami dan melayani mereka seorang diri mengandalkan ilmu silatmu? Apakah kau hendak pamerkan kepandaian di Hoa-san-pai?"
Yo Wan mengangguk-angguk mencium lantai. “Ah tidak ... suhu sama sekali tidak....."katanya gagap dan takut.
"Mana teecu berani begitu kurang ajar pa-merkan kepandaian sedangkan teecu tidak bisa apa-apa? Hanya kebetulan saja tee-cu dapat menang, padahal teecu tidak bermaksud demikian. Setelah mellhat bahwa peristiwa kemarin itu menimbulkan keributan hebat, teecu menjadi takut kalau-kalau Hoa-san-pai terbawa-bawa. terutama sekali kalau Suhu dan Sute terbawa-bawa oleh gara-gara yang teecu lakukan kemarin. Maka dari itu, teecu sengaja pura-pura tidak ada hubungan dengan Suhu dan Subo, juga dengan Hoa-san-pai. Teecu ingin mempertanggung-jawabkan sendiri, kalau perlu teecu rela mati untuk menebus kesalahan, asal jangan sampai menyeret Hoa-san-pai dan terutama Suhu berdua. Akan tetapi, tentu saja teecu seberapa dapat hendak mempertahankan diri tefhadap penge-mis-pengemis yang jahat itu."
Kun Hong mengangguk-angguk dan pada sepasang mata Hui Kauw tampak dua butir air mata. Nyonya muda itu menjadi terharu sekali melihat murid yang amat setia itu. Diam-diam dia mem-perhatikan dan menjadi kagum. Muridnya ini sekarang bukanlah seorang anak kecil lagi, melainkan seorang jejaka tanggung yang tampan dan sederhana, pandai me-rendahkan diri walaupun memiliki kepan-daian yang amat tinggi.
"Yo Wan, apakah kehendakmu seka-rang?" Kun Hong bertanya, suaranya halus kini. "Suhu, tidak ada keinginan lain dalam hati teecu semenjak dahulu selain ikut Suhu dan Subo, bekerja untuk Suhu dan mengharapkan belas kasihan berupa pelajaran ilmu silat agar dapat teecu pakai kelak untuk membalas dendam terhadap The Sun."
Kun Hong menggeleng kepala. "Tidak mungkin, Yo Wan, tidak bisa kau ikut dengan kami di sini....."
"Suhu, biarlah teecu menjadi tukang kuda, menjadi kacung pelayan, teecu akan bekerja apa saja, biarkan teecu melayani Suhu berdua, dan adik..... adik Swan Bu, asal teecu boleh berdekatan dengan Suhu berdua....." suara Yo Wan menggetar karena terharu dan khawatir kalau-kalau dia tidak akan diterima oleh suhunya.
"Yo Wan, kau bukan kanak-kanak lagi! Kau sudah dewasa, masa selama hidupmu hanya ingin menjadi kacung saja? Tidak, aku tidak mau menerimamu di sini, su-dah ttba waktunya kau hidup sendiri, mengejar ilmu dan pengalaman, mengisi hidupmu dengan perbuatan- perbuatan yang berguna bagi orang lain dan bagi dirimu sendiri, Kau tidak boleh tinggal di sini."
"Suhu, teecu ingin menerima pelajaran ilmu silat dari Suhu....."
"Tidak bisa, Yo Wan. Ilmu silat dariku tidak boleh dicampur aduk. Kau sudah menerima warisan ilmu sitat yang tinggi dan hebat dari susiok-couwmu dan dari Bhewakala. Hanya belum kauselami inti sarinya dan belum matang saja. Kepandaianmu sudah cukup dan kalau kau menerima pelajaran dariku, salah-salah bisa rusak malah."
"Suhu, teecu bukan murid kakek Sin-eng-cu, juga bukan murid Bhewakala locianpwe, teecu tidak belajar dari mere-ka. Apa yang teecu ketahui dari mereka boleh teecu buang mulai saat ini juga dan teecu akan mulai belajar dari suhu."
Tiba-tiba angin pukulan mendesir dari arah belakang menyerang tengkuk Yo Wan, disusul sinar pedang yang menusuk lambungnya. Otomatis Yo Wan membuang diri, bergulingan dan cambuknya berbunyi nyaring melingkar-lingkar melindungi tubuhnya bagian belakang. Alangkah kagetnya ketika dia melihat bahwa yang menyerangnya tadi adalah subonya sendiri, Kwee Hui Kauw yang kini sudah duduk kembali sambil menyarungkan pedangnya.
"Suhumu bicara benar, Yo Wan. Ilmu silat kedua orang kakek sakti itu sudah mendarah daging padamu, tak mungkin dibuang begitu saja lalu mulai belajar ilmu silat baru. Akan merusak segala-galanya. Kaulihat sendiri tadi, begitu ada bahaya mengancam, otomatis tubuhmu melakukan gerakan sesuai dengan jurus-jurus kedua orang kakek itu. Ilmu silat- mu sudah cukup tinggi, tak perlu belajar lagi dari kami.
"Yo Wan tertegun, lalu menjatuhkan diri berlutut, air matanya bertitik per-lahan. "Suhu dan Subo...... biarkan teecu membalas budi Suhu berdua dengan pelayanan, tidak diberi pelajaran silat juga tidak apa, asal teecu dapat melayani Suhu berdua....." Kun Hong meraba kepala Yo Wan dengan terharu, Hui Kauw menghapus dua butir air matanya dengan saputangan.
"Yo Wan, kami mengusirmu bukan karena kami tidak cinta kepadamu. Sama sekali tidak. Semua peristiwa, baik yang terjadi di Liong-thouw-san maupun di sini, bukanlah salahmu. Aku mengusirmu turun gunung sekarang juga bukan dengan maksud tak baik, muridku, melainkan dengan maksud untuk kebaikanmu sendiri. Kau bukan anak murid Hoa-san-pai, juga tak bisa dibilang muridku dan kau sudah dewasa. Kau harus mencari kedudukan dan membuat nama baik di dunia."
"Apakah Suhu mengira bahwa teecu sudah boleh pergi mencari The Sun dan membalas sakit hati ibu?" Kun Hong menghela napas panjang.
"Dendam..... balas membalas..... tiada habisnya, takkan aman dunia ini selama-lamanya. Yo Wan, mengapa kau tidak mem-balas dendam dengan kasih?"
Yo Wan bingung, tidak mengerti apa. yang dimaksudkan suhunya. "Bagaimana, Suhu? The Sun menyebabkan kematian ibu, sudah seharusnya teecu .mencarinya dan balas membunuhnya."
"Ha-ha-ha, anak bodoh. Siapakah The Sun itu yang bisa mendatangkan kematian pada seseorang? la hanya menjadi lantaran, karena memang nyawa ibumu sudah semestinya kembali pada saat itu, sudah dikehendaki oleh Thian Yang Maha Kuasa!"
Yo Wan makin bingung, menoleh kepada subonya. Nyonya muda itu rriaklum bahwa suaminya sedang kambuh, yaitu tenggelam dalam lautan filsafat kebatin-an, maka ia lalu berkata halus, "Yo Wan ingin mendengar apa yang selanjutnya harusdia lakukan. Bicara tentang filsa-fat yang tidak dimengerti olehnya, mem-buang waktu sia-sia saja."
Kun Hong sadar daripada lamunannya, keningnya berkerut. "Yo Wan, jangan kaukira bahwa akan mudah saja menghadapi seorang seperti The Sun. Ilmu silatnya tinggi sekali, dan kepandaian yang kau warisi dari kedua orang kakek itu masih mentah. Coba kau berdiri dan siap menghadapi seranganku, aku akan mengujimu!"
Yo Wan girang karena ini berarti dia akan mendapat petunjuk. Cepat dia bang-kit berdiri, dan secepat kilat Kun Hong sudah menerjang. Yo Wan melihat gurunya memukul dengangerakan cepat namun pukulan itu amat lambat tampaknya. la tidak berani berlaku sembrono, melihat betapa ilmu pukulan suhunya itu serupa benar dengan Liong-thouw-kun yang dia pelajari dari Sin-eng-cu, cepat dia mengeluarkan jurus-jurus Ngo-sin-hoan-kun dari Bhewakala. Sampai lima jurus dia dapat mengimbangi gurunya, tapi pada jurus ke enam, suhunya melakukan gerakan serangan yang aneh sekali dan..... pundak kirinya terdorong. Dorongan perlahan yang cukup hebat, membuat Yo Wan terpelanting.
"Aduhhh....." Yo Wan menahan keluh-annya. Dorongan itu semestinya tidak menimbulkan rasa nyeri, akan tetapl karena kebetulan yang didorong adalah pundak kiri yang tadi terluka oleh anak panah Swan Bu, terasa perih dan sakit sekali.
"..... ehhhhh, kenapa pundakmu.....?" Kun Hong bertanya kaget, diam-diam dia kagum karena muridnya yang masih mentah ilmunya ini ternyata mampu mempertahankan diri sampai lima jurus!
"..... ti..... tidak apa-apa, Suhu..... ” dorongan Suhu hebat bukan rpain, teecu rasa biar sampai seratus tahun teecu belajar, tanpa bimbingan Suhu, teecu takkan mampu menjadi seorang ahli....."
"Hushhh, goblok kau kalau berpikir begitu. Kau hanya kurang matang, itulah. Pundakmu kiri itu..... coba kau mendekat." Yo Wan mendekat dan Kun Hong meraba.
"Eh, terluka senjata? Kapan terjadinya? Dalam pertempuran tadi kau sama sekali tidak terluka, kan?"
"Ayah, luka di pundaknya itu adalah terkena anak panahku!" Swan Bu berkata lantang.
"Ketika tadi dia muncul, kuanggap dia itu mengancau di Hoa-san, maka kupanah dia, kena pundaknya. Tapi dia memiliki ilmu sihir, Ayah, panahku terus menancap di pundaknya ketika dia bertempur tadi, malah ketika melawan Sin-tung Lo-kai, anak panahku itu dia pergunakan untuk melukai lawannya. Apakah itu bukan ilmu hitam?"
"Swan Bu.....! Ah, bagaimana kau menjadi rusak oleh kemanjaan seperti ini? Setan, kau lancang sekali. Hayo lekas minta maaf kepada Yo Wan koko!"
Swan Bu bersungut-sungut. "Aku tidak merasa salah, mengapa minta maaf?"
"Suhu, sudahlah. Adik Swan Bu masih kecil, dan dia memilikl watak gagah perkasa. Kalau tidak mengira bahwa teecu seorang jahat dan musuh Hoa-san-pai, kiranya dia tidak akan melepaskan anak panah. Dia tidak bersalah, Suhu."
Kun Hong menarik napas panjang. "Yo Wan, setelah kau menerima semua ilmu itu, tak mungkin lagi kau menjadi muridku. Hanya Thian yang tahu betapa kecewa hatiku, karena mencari murid seperti kau, agaknya selama hidupku takkan kutemukan. Sekarang kauingat baik-baik pesanku. Turunlah dari sini dan kaucarilah Bhewakala. Hanya dia yang dapat menyempurnakan dan mematangkan ilmu yang berada padamu, karena selain sebagian ilmu itu dari dia datangnya, juga dalam pertandingan selama tiga tahun itu tentu dia dapat menyelami ilmu dari susiok-couwmu pula. Kau harus matang-kan ilmu yang kaumiliki itu di bawah petunjuk Bhewakala. Nah, setelah kepandaianmu matang, baru kau boleh datang kepadaku lagi untuk bicara tentang The Sun."
Yo Wan merasa berduka sekali, akan tetapi dia tidak berani membantah. Hui Kauw melangkah maju dan memegang kedua pundaknya. Sepasang mata bening subonya itu berair. "Yo Wan, kau tahu betapa besar kasih sayang kami kepada-mu. Percayalah, semua pesan Suhumu adalah demi kebaikanmu sendiri. Taati pesannya itu, Yo Wan. Perjalanan men-cari pendeta barat itu tentu sukar dan jauh, akan tetapi untuk mencapaisesuatu, makinjauh dan makin sukar makin baik. Terimalah ini untuk bekal di perjalanan." Hui Kauw meloloskan pedang dari ping-gangnya, memberikan pedangnya itu ke-pada Yo Wan, kemudian dia menyerahkan pula sekantung uang emas.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka