Skip to main content

Pendekar Buta 55 -> karya : kho ping hoo

Orang yang merasa telah melakukan sesuatu yang salah, dan merasa amat menyesal akan kesalahannya yang membuat dia nampak tidak baik itu, akan selalu berusaha mengemukakan alasan segi baiknya untuk menutupi kesalahannya tadi, atau setidaknya mengurangi kesan-kesan buruk akibat kesalahannya. Apalagi kalau orang itu memang memiliki watak yang angkuh. Demikian pula dengan Bun Wan, dia seorang pemuda keturunan ketua Kun-lun-pai, selamanya menjunjung tinggi kegagahan, merasa bahwa dia sebagai keturunan pendekar dan patriot, maka kesalahan tadi amat memalukan dan membuatnya menyesal. Sekarang mendengar pertanyaan Kun Hong, terbukalah kesempatan untuk menonjolkan diri, untuk menonjolkan segi-segi baik dari dirinya.

"Karena....... agaknya dia berfihak kaisar dan membenciku karena mendengar bahwa aku adalah utusan raja muda di utara. Dia menghina Kun-lun-pai, memaki-maki mendiang kakek guru dan para tokoh Kun-lun yang dikatakannya pemberontak. Aku marahi tetapi dia lihai....... bukan lawan aku dan Hui Siang."

Berubah wajah Kun Hong mendengar ucapan ini, hatinya berdebar keras dan dia menjadi amat terharu. Alangkah jauh menyeleweng pikirannya terhadap Bun Wan selama ini. Kiranya pemuda ini adalah seorang pejuang pula, malah seorang yang amat penting, yaitu utusan Raja Muda Yung Lo! Inilah malah orangnya yang dimaksudkan untuk menerima surat rahasia itu. Dalam sekelebatan saja otaknya mengingat-ingat dan bekerja. Ah, tidak aneh, semenjak dahulu memang orang-orang Kun-lun-pai membantu perjuangan dan sudah terkenal kecerdikan mereka melakukan pekerjaan penyelidik atau mata-mata. Masih teringat dia akan ceritera ayahnya tentang diri Pek-lek-jiu Kwe Sin, bekas tunangan ibunya, tokoh Kun-lun-pai yang juga menjadi tokoh mata-mata amat lihai dan cerdik (baca Raja Pedang). Kiranya pemuda ini menyelundup ke Ching-coa-to hanya untuk mempelajari keadaan, untuk menyelidiki keadaan para tokoh kang-ouw sampai kepada tokoh-tokoh jahatnya! Dan agaknya dalam menjalankan tugasnya ini, pemuda gagah itu tersandung batu asmara dan terlibat tali-talinya yang ruwet dengan Hui Siang ! Dia menjadi terharu lalu cepat-cepat dia mengulurkan tangan memegang tangan Bun Wan.

"Wah, aku sampai lupa. Saudara Bun Wan, kau duduklah bersila. Kau harus mendapat pengobatan cepat-cepat karena lukamu di dalam akibat pukulan pada punggung cukup parah." Ucapannya kini terdengar halus dan penuh sayang. Bun Wan merasa akan hal ini, akan tetapi dia tidak membantah karena dia pun maklum akan bahayanya luka oleh tamparan tangan kakek sakti tadi. Cepat dia duduk bersila dan membiarkan Kun Hong mengobatinya. Pendekar Buta, itu bersila pula di belakangnya, menempelkan kedua telapak tangan di punggung dan leher sambil mengerahkan sinkangnya. Bun Wan merasa betapa dari kedua telapak tangan itu menjalar hawa yang panas dan dingin, hawa panas dari telapak tangan kanan dan hawa dingin dari yang kiri. Diam-diam dia kagum bukan main dan menjadi terharu. Alangkah hebat dan baiknya Pendekar Buta ini dan alangkah buruk nasibnya. Diam-diam dia melamun. Urusan dahulu dengan Cui Bi terbayang dalam benaknya. Dan teringatlah dia akan urusannya sendiri dengan Hui Siang. Seperti juga dia dan Hui Siang, Pendekar Buta ini dahulu terlibat oleh tali asmara dengan Cui Bi, tanpa diketahui bahwa Cui Bi telah ditunangkan dengannya sehingga percintaan itu berakhir amat menyedihkan. Sekarang, kembali dia tadi telah mendatangkan penghinaan, menuduhnya yang bukan-bukan. Padahal Kun Hong hanya menolong Hui Siang, mungkin merenggut nyawa kekasihnya itu daripada tangan maut. Dan dia sudah menghinanya, menuduh yang bukan-bukan seperti yang pernah dia lakukan beberapa tahun yang lalu di puncak Thai-san, seperti yang dia lakukan pula belum lama ini di Ching-coa-to, menuduh Kun Hong mempermainkan Hui Kauw. Kiranya hanya sakit hati karena urusan Cui Bi saja yang mendatangkan pikiran yang bukan-bukan terhadap diri Pendekar Buta ini, membuat Pendekar Buta ini selalu salah dalam pikiran.

Ternyata semua itu tidak benar. Kun Hong benar-benar seorang pendekar yang bersih dan sekarang ditambah lagi dengan bukti bahwa betapapun sudah berkali-kali dihina olehnya kini Pendekar Buta itu duduk berada di belakangnya mengerahkan tenaga dalam untuk menyembuhkannya! Tidak terasa lagi bebetapa butir air mata mengalir turun dari pelupuk mata Bun Wan. Kalau dia ingat sekarang, dengan pikiran baru karena kesadarannya, dialah orangnya yang tanpa disengaja telah menggagalkan hubungan antara Kun Hong dan Cui Bi, dialah orangnya yang tanpa disengaja telah menghancurkan kebahagiaan Kun Hong. Semua itu masih dia tambah dengan sengaja untuk menghinanya, mendakwanya yang bukan- bukan, menanam bibit kebencian didalam hatinya. Dan Kun Hong membalasnya dengan kebaikan, dengan pertolongan besar, mungkin dengan penyelamatan nyawa dia dan Hui Siang karena siapa tahu kalau-kalau dia dan kekasihnya tidak dibunuh kakek sakti itu karena kedatangan Kun Hong! Dia akan segera bertanya tentang ini setelah selesai pengobatan itu. Sekarang tidak mungkin Pendekar Buta itu diajak bicara karena dia tahu bahwa Kun Hong tengah mengerahkan tenaga sinkang untuk menyembuhkannya. Makin lama hawa panas itu makin membakar di samping hawa dingin terasa menusuk-nusuk. Kedua hawa itu berputaran di sekitar punggungnya dan mendatangkan rasa nikmat luar biasa, mengusir rasa pegal dan sesak di dadanya.

"Untung Iweekangmu sudah kuat sekali," akhirnya Kun Hong berkata sambil melepaskan kedua tangannya, "sehingga pukulah itu dapat tertahan olehmu." Dia bangkit berdiri dan menarik napas panjang.

Bun Wan juga berdiri dan selagi dia hendak menghaturkan terima kasih sambil bertanya tentang munculnya Kun Hong, Pendekar Buta itu sudah mendahului berkata. "Bun Wan, kaukah orang yang diutus Raja Muda Yung Lo untuk menerima surat rahasia peninggalan mendiang kaisar tua?"

Bun Wan kaget. Sebelum pertemuannya dengan Kun Hong sekarang ini, kalau dia ditanya demikian, sudah tentu dia akan menyangkal keras. Akan tetapi tadi dia sudah mengaku, maka dia menjawab tanpa ragu lagi, "Betul,"

Kun Hong tersenyum. "lama sekali aku mencari-cari orangnya, mengharapkan kedatangannya, kiranya engkau malah orang itu. Jangan kau khawatir, Bun Wan. Surat itu selama ini berada di tanganku dan sekarang sudah diantarkan kepada Raja Muda Yung Lo."

Kaget dan herannya Bun Wan tidak kepalang besarnya sampai dia melongo,

"Apa kau bilang? Kau tahu surat wasiat itu ?"

"Tentu saja aku tahu. Paman Tan Hok sendiri yang berkata kepadaku sebelum beliau meninggal. Surat itu disimpan secara rahasia di dalam mahkota kuno dan..."

"Tetapi mahkota itu terampas oleh nona Loan Ki......."

"Heee? Kau bilang Loan Ki?" Kini Kun Hong yang terheran-heran. Bun Wan lalu menceriterakan perebutan mahkota itu antara dia dan Loan Ki yang dibantu oleh seorang pemuda aneh dan kemudian dibantu pula oleh Hui Kauw sehingga terpaksa dia meninggalkan mahkota itu kepada mereka.

Kun Hong tersenyum girang, mengangguk-angguk. "Bagus, Loan. Ki tidak seperti ayahnya, ada juga jiwa pahlawan di dalam dadanya, ha-ha ! Lucunya, kau dan mereka itu memperebutkan mahkota dengan tujuan yang sama, karena mereka pun tidak rela kalau surat itu terjatuh ke tangan kaisar yang sekarang. Dan lebih lucu lagi, kalian semua memperebutkan mahkota yang kosong karena surat itu telah berada padaku. Sekarang telah dibawa oleh Sin Lee dan isterinya ke utara."

Bukan main girangnya hati Bun Wan dan di samping kegirangan yang luar biasa karena surat rahasia penting itu telah diselamatkan dan dapat dikirimkan ke utara, juga dia menjadi kagum dan terharu terhadap Kun Hong. Siapa kira, Kun Hong yang buta dan yang dahulu dia pandang rendah ini tidak saja menjadi penolongnya, malah telah berjasa menyelamatkan surat wasiat itu ! Kekagumannya yang memuncak membuat dia merasa betapa jahat dan rendahnya sikapnya terhadap Kun Hong, betapa besarnya dosanya terhadap orang buta itu.

Penyesalan yang luar biasa menyelubungi hati Bun Wan. Dia berdiri tegak, tetasan air mata masih membasahi pipinya, dengan perasaan menyesal dia memandang Kun Hong yang masih tersenyum-senyum di depannya itu. Dalam pandangannya, senyum di wajah yangtidak berbiji mata itu mendatangkan perasaan yang menusuk-nusuk jantungnya, menimbulkan iba yang menjadi-jadi. Dia teringat akan Kun Hong sebelum buta, seorang pemuda tampan dan halus, seorang pemuda yang dengan gagah berani menghadapi lawan- lawan berat di puncak Thai-san (baca Rajawali Emas). Dan karena dia tidak mau mengalah, karena dia membeber rahasia di depan orang banyak, Kun Hong yang tampan dan bermata tajam seperti mata burung rajawali emas itu kini menjadi buta! Bun Wan merasa betapa dadanya perih seperti ditusuk pisau.

"Saudara Kun Hong, kiranya kau seorang pendekat besar yang patut kusembah dan kujunjung tinggi. Ah, selama ini aku benar-benar telah buta. Kedua mataku tidak ada gunanya sama sekali, tidak dapat melihat siapa adanya engkau ini. Apalagi kalau aku ingat bahwa kebutaan kedua matamu adalah karena aku....... ah, dan kau sudah menolong keselamatan nyawaku dan nyawa Hui Siang....... dan kau sudah menyelamatkan surat wasiat....... benar-benar aku menyesal. Tidak patut aku menjadi keturunan Kun-lun-pai !" Suara terakhir ini mengandung isak tertahan.

"Hussshhhhh, jangan bicara seperti itu, Saudara Bun Wan. Tidak perlu kau membongkar- bongkat peristiwa lama. Kebutaanku adalah sudah dikehendaki Thian Yang Maha Kuasa, tidak perlu siapa pun menyesalkan. Kau seorang pendekar, seorang keturunan pahlawan, kau patut menjadi tokoh Kun-lun-pai."

"Ah, ucapanmu ini menunjukkan kebersihan hatimu, bahwa kau tidak pernah mendendam, dan aku selama ini....... ah, Saudara Kun Hong, selama hidupku aku akan terus menyesal dan penyesalanku tidak akan pernah berakhir tanpa pengorbanan !"

"Saudara Bun Wan, jangan.......!"

Kun Hong hanya dapat menduga dengan perasaannya yang halus saja bahwa pemuda Kun- lun yang berhati keras itu akan melakukan sesuatu yang "gila", akan tetapi karena matanya buta, tidaklah dia dapat melihat apa yang akan dilakukannya itu, maka dia hanya dapat mencegah dengan mulut.

Terdengar gerakan cepat disusui pekik Hui Siang, "Wan-koko....... ! Ah, Wan-koko...... kenapa kau lakukan ini.......??" Gadis itu menangis.

Kun Hong hanya berdiri pucat, tidak tahu bahwa dengan nekat untuk menyatakan penyesalan hatinya, Bun Wan telah menggunakan jari tangannya mencokel keluar sebuah biji matanya sebelah kanan! Darah keluar dari lubang mata kanannya itu, akan tetapi pemuda itu dengan tegak masih berdiri, ditangisi oleh Hui Siang yang menjadi kebingungan tidak karuan.

"Ha-ha-ha, Saudara Kun Hong. Puaslah hatiku sekarang. Untuk membutakan kedua mataku seperti yang telah kau lakukan, aku tidak sanggup karena ilmu kepandaianku tidak mungkin setinggi tingkatmu. Aku masih membutuhkan mataku yang sebelah lagi demi...... demi....... Hui Siang......."

"Ahhh....... !" Pucat wajah Kun Hong dan sekali berkelebat dia sudah berada di depan Bun Wan, tangannya meraba muka pemuda Kun-lun-pai itu dan tahulah dia kini bahwa pemuda itu benar-benar telah melakukan perbuatan gila, telah membutakan mata kanannya sendiri!
"Kau gila.......! Bun Wan, mengapa kau lakukan ini???"

Dengan suara gemetar Bun Wan berkata, "Kaupun telah membutakan kedua matamu, karena aku! Dan kau berani membutakan mata biarpun kau seorang yang tidak bersalah dan kau masih dapat menjalani hidup ini dengan gagah perkasa, malah masih dapat menolong kami yang bermata! Kalau kau berani sehebat itu, apa artinya aku yang hanya berani membutakan sebelah mata karena penyesalanku dan karena dosa-dosaku.......?"

"Gila.......! Bocah gila.......!" Kun Hong cepat menotok jalan darah di tengkuk Bun Wan, kemudian dia menggunakan tongkatnya untuk mencoret beberapa huruf di dekat kakinya sambil menahan keharuan hatinya.
Dengan suara serak dia berkata, "Kau carilah obat yang kutulis ini, kau pakai mengobati matamu....... ah, tidak kusangka akan begini....... Bun Wan, Hui Siang, selamat tinggal......."

Cepat-cepat Kun Hong membalikkan tubuh dan pergi dari situ agar tidak tampak oleh dua orang itu betapa dua titik air mata menetes turun dari pelupuk matanya yang sudah kosong. Burung rajawali emas mengeluarkan suara merintih panjang, terbang di atasnya dan mengikutinya pergi dari situ, dipandang oleh Bun Wan yang masih berdiri tegak dan yang ditangisi Hui Siang yang memeluknya. Di bawah, depan kaki pemuda Kun-lun-pai itu, di atas batu yang keras, terdapat huruf-huruf coretan dalam, tadi dibuat oleh tongkat Kun Hong, menggores dalam seperti dipahat saja !

*******
Sudah sebulan lebih Kong Bu dan isterinya, Li Eng, meninggalkan puncak Min-san. Sebulan yang lalu, secara tiba-tiba seperti juga ketika perginya, kakek Song-bun-kwi muncul di Min-san. Tadinya Kong Bu dan Li Eng menyambut kedatangannya dengan gembira sekali. Akan tetapi alangkah kaget dan kecewa hati mereka ketika dengan muka cemberut kakek itu berkata pendek,

"Kalian dengar baik-baik. Thai-san-pai telah diserbu orang, dirusak binasakan, banyak muridnya yang tewas. Adikmu Cui Sian diculik orang, Sekarang ayahmu Tan Beng San dan isterinya meninggalkan Thai-san untuk mencari jejak musuh dan Cui Sian. Kau, Kong Bu, sebagai putera tertua Thai-san-pai, kalau tidak dapat turun gunung membalas sakit hati ayahmu ini, kau akan menjadi dua kali pu-thauw (durhaka), selain goblok tidak mempunyai keturunan juga durhaka tidak tahu budi orang tua." Hanya demikian saja kakek itu bicara, lalu membalikkan tubuh lari pula turun gunung.

Kong Bu dan isterinya saling pandang dengan muka pucat. Mereka tahu bahwa kakek itu masih saja penasaran dan marah karena mereka tidak mempunyai turunan. Sakit hati mereka dikata-katai seperti itu oleh kakek mereka dan Li Eng yang biasanya tabah dan keras hati itu sudah menangis.

"Eng-moi," Kong Bu menghibur sambil memeluk isterinya,
"sabarlah, sudah tidak aneh lagi kalau kakek bersikap seperti itu. Memang beliau seorang yang berwatak keras dan aneh."

Li Eng menggeleng kepala. "Bukan itu........ bukan itu......." katanya menahan isak.
"Aku bersumpah, sebelum dapat melihat adik Cui Sian kembali kepada orang tuanya dan sebelum mampu membalas musuh-musuh Thai-san-pai, aku tidak akan mau pulang ke Min- san."

Kong Bu mengangguk. "Baiklah, mari kita turun gunung dan membantu ayah mencari adik Cui Sian dan membalas musuh-musuh itu." Demikianlah, sepasang suami isteri ini lalu turun gunung, meninggalkan puncak Min-san dan mulai melakukan penyelidikan di dunia kang-ouw Baru kali ini semenjak mereka menikah empat tahun lalu, mereka melakukan perjalanan berdua, turun gunung.
Dengan heran mereka mendapatkan kenyataan betapa menyenangkan perjalanan ini, betapa menggembirakan! Perjalanan ini mengingatkan mereka akan pertemuan pertama mereka dahulu, pertemuan yang aneh, lucu dan mesra. Pada pertemuan pertama itu keduanya juga masing-masing sedang merantau seperti sekarang ini, begitu bertemu saling bermusuh mengadu ilmu kepandaian sampai berjam- jam lamanya karena ilmu silat mereka memang setingkat. Akhirnya Li Eng dapat dikalahkan dan dijadikan tawanan oleh Kong Bu, ke mana-mana dipondong di luar kemauan Li Eng. Kemudian, dengan penggunaan akal, Li Eng dapat merobohkan Kong Bu dan bertukar peranan. Li Eng yang sekarang menawan Kong Bu dan karena tidak sudi memondong tawanannya, ia lalu menyeretnya di sepanjang jalan (baca Rajawali Emas). Semua peristiwa ini terbayang oleh sepasang suami isteri itu, menimbulkan kegembiraan besar dan kini mereka saling pandang dengan amat mesra, dengan kasih sayang baru. Kenangan masa lalu itu membangkitkan kembali kasih mesra di antara mereka.

Memang sesungguhnyalah, amatlah tidak baik kalau suami isteri melupakan hal-hal seperti ini. Tinggal di rumah saja bertahun-tahun, hidup sebagai alat-alat mati, segalanya Sudah teratur dan selalu begitu-begitu tanpa perubahan, setiap hari terulang kembali tanpa muncul hal-hal baru, tanpa melihat hal-hal baru, akan mudah mendatangkan rasa bosan. Tanpa disadari akan membuat suami isteri itu merasa bahwa mereka terikat oleh beban rumah tangga yang membuat mereka tunduk terbungkuk-bungkuk, menyeret mereka menjadi hamba daripada keseragaman yang mereka ciptakan sendiri, memaksa mereka menjadi sebagian daripada bangunan mesin rumah tangga yang mereka bentuk sendiri. Tubuh ini milik dunia, dan sudah menjadi sifat dunia selalu menghendaki yang baru mengubur yang lama. Oleh karena tubuh ini milik dunia maka tubuh ini pun seperti halnya dunia, menghendaki pula hal-hal yang baru, selalu rindu dan mencari sesuatu yang baru.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor...

Jaka Lola 23 -> karya : kho ping hoo

"Bocah setan, lari ke mana engkau?" Ang-hwa Nio-nio berrseru, kemudian me-noleh kepada Siu Bi dan Ouwyang Lam berkata, "Kejar, ia dan ayahnya adalah sekutu musuh besar kita. Pendekar Buta!" Mendengar seruan ini, Ouwyang Lam dan Siu Bi cepat berkelebat melakukan pengejaran di belakang Ang-hwa Nio-nio. Juga para pembantu pengurus Ang-hwa-pai beramai-ramai ikut mengejar. Tentu saja Ang-hwa Nio-nio, Ouwyang Lam dan Siu Bi yang paling cepat gerak-annya sehingga para pembantu itu ter-tinggal jauh. Ternyata Cui Sian memiliki ginkang yang hebat, larinya cepat seperti kijang. Akan tetapi karena ia tidak me-ngenal tempat itu, tanpa ia ketahui ia telah lari ke daerah karang. Melihat ini, Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam tertawa dan sengaja tidak mempercepat larinya, hanya mengejar dari belakang. Siu Bi merasa heran, akan tetapi segera ia melihat kenyataan dan me-ngetahui persoalannya. Wajahnya seketika berubah pucat. Gadis yang dikejar itu telah lari memasuki sarang ular hijau!...

Jaka Lola 27 -> karya : kho ping hoo

"Marah-marah tidak karuan? Pandai memutarbalikkan fakta!" Siu Bi membentak marah sekali, pedangnya yang terhunus itu ia acung-acungkan. "Kalian yang mengumbar mulut jahat menggoyang lidah membicarakan orang semaunya dan tidak karuan! Hayo mau bilang apa sekarang, apakah kfclian kira aku tidak mendengarkan kasak-kusuk kalian yang busuk? Apakah ini sikap orang-orang gagah, lelaki dan wanita kasak-kusuk di tempat sunyi, membicarakan orang lain?" Seketika wajah Cui Sian menjadi merah. Tadinya ia kagum dan suka kepada Siu Bi, apalagi dara remaja itu telah menolongnya di Ching-coa-to. Akan tetapi ucapan yang galak ini benar-benar menyinggung hatinya, karena rnengandung sindiran tentang dia berdua Yo Wan. "Nanti dulu, adik yahg baik. Kami memang telah bicara tentang dirimu, akan tetapi bukan membicarakan hal yang buruk....." "Cih! Bicarakan hal buruk atau pun baik, aku melarang kalian bicara tentang diriku! Apa peduli kalian kalau aku rusak atau tidak apa sa...