Skip to main content

Pendekar Buta 50 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, A Wan dan Cui Sian sudah kembali ke tempat ini dan dua orang bocah itu dengan bengong duduk di atas tanah sambil menonton Kun Hong bersilat. Cui Sian adalah puteri suami isteri pendekar besar sehingga semenjak kecil ia sudah sering kali melihat orang bersilat, maka tidak mengherankan apabila sekarang ia amat tertarik dan gembira menyaksikan Kun Hong bergerak-gerak seperti itu. Yang mengherankan adalah A Wan. Bocah ini tidak pernah melihat seorang bersilat, akan tetapi sekarang amat tertarik hatinya dan hal ini saja menunjukkan bahwa dia memang berbakat dan berminat.

"Nah, sekarang kita harus berpisah, Kun Hong. Aku akan kembali ke Liong-thouw-san. A Wan akan kubawa serta karena selama kau melanjutkan usahamu menyelesaikan tugas-tugas yang amat penting dan berat itu, A Wan hanya akan menjadi penghalang bagimu. Pula, tidak baik kalau anak ini kau bawa menempuh bahaya-bahaya dan pertempuran, karena dia belum memiliki dasar batin yang kuat sehingga aku khawatir kalau-kalau kelak akan menjadi tukang pukul yang kerjanya hanya memperlihatkan kepandaian untuk memukul orang. Juga Cui Sian kubawa, kelak kalau sudah tiba saatnya akan kukembalikan kepada orang tuanya." Kun Hong membungkam. Hatinya terasa sunyi mendengar ucapan ini. Semua akan meninggalkannya, orang-orang yang dikasihinya ini. Terdengar suara burung rajawali emas merintih perlahan. Makin sedih hatinya dan tiba-tiba dia berkata, "Susiok, ijinkahlah kepada Kim-tiauw-ko (kakak rajawali emas) untuk menemani teecu beberapa waktu lamanya. Teecu masih amat rindu kepadanya."

Sin-eng-cu Lui Bok tertawa. "Dia bebas, kalau dia mau boleh saja. Nah, selamat berpisah, Kun Hong." Kakek itu menggandeng tangan kedua orang anak itu dan mengajaknya pergi. A Wan beberapa kali menengok kepada gurunya, hanya sepasang matanya saja memandang sedih, akan tetapi dia tidak berani membantah kehendak kakek itu.

Luar biasa sekali adalah burung rajawali emas. Agaknya dia dapat menangkap arti percakapan tadi. Buktinya setelah dia diberi kebebasan, agaknya dia suka memenuhi permintaan Kun Hong. Matanya memandang ke arah Lui Bok yang pergi bersama dua orang bocah itu, akan tetapi dia tidak kelihatan bergerak hendak pergi.

Kun Hong bangkit berdiri dan merangkul lehernya. "Tiauw-ko, kau tentu suka menemaniku, bukan? Aku kesepian sekali, Tiauw-Ko......."

Burung itu mengeluarkan suara perlahan, paruhnya yang besar mengkilap dan kokoh kuat itu membelai jari tangan Kun Hong. Tiba-tiba dia lalu mengeluarkan suara aneh lalu mendorong Kun Hong dengan sayapnya. Kun Hong terpental dan burung ttu sudah menyerbu dan menyerangnya!

"Ha-ha-ha, Tiauw-ko, kau mengajak latihan?" Kun Hong tertawa-tawa gembira, teringat akan kebiasaan mereka dahulu di puncak Bukit Kepala Naga. Dahulu pun burung inilah yang menjadi teman berlatih, malah boleh dibilang burung inilah yang menjadi guru pertama dalam ilmu silat! Dia sudah mengenal suara burung itu kalau mengajak berlatih dan dia tahu pula bahwa burung ini kalau mengajak latihan berkelahi, selalu berkelahi seperti sungguh-sungguh dan tidak boleh dipandang ringan sedikit pun juga! Timbul kegembiraannya dan mendadak dia teringat akan usahanya yang dibantu oleh Sin-eng-cu Lui Bok tadi, yaitu menggabung kedua ilmu silat sakti. Segera dia bergerak menghadapi ngan ilmu silat gabungan ini, menggunakan tongkatnya yang ampuh.

Kim-tiauw memang hebat. Dari gerakan-gerakannya tahulah Kun Hong bahwa selama beberapa tahun ini, kim-tiauw telah memperoleh kemajuan pesat dan hebat. Gerakan-gerakannya lebih cepat, lebih matang dan pancingan-pancingannya lebih bertambah. Namun harus dia akui dengan hati iba bahwa dalam hal tenaga, burung ini sudah mundur banyak sekali, tanda bahwa dia sudah mulai tua! Sebaliknya, kim-tiauw beberapa kali mengeluarkan seruan-seruan yang bagi telinga Kun Hong terkejut dan kadang-kadang kagum. Memang baginya, dengan ilmu silat gabungan ini, amatlah mudah menghadapi kim-tiauw. Langkah ajaibnya dapat mengimbangi gerakan kim-tiauw itu, tongkatnya mampu menandingi paruh dan tangan kirinya dapat membalas semua serangan sayap. Malah, dengan amat mudahnya dapatlah dia berkali-kali menampar burung itu sebagai pengganti tusukan atau hantaman maut. Girang hatinya bahwa kini dia dapat mempergunakan jurus Sakit Hati dengan berhasil baik tanpa membinasakan lawan. Hal ini adalah karena dia dapat menimbang tenaganya, biarpun tenaga sakti yang amat hebat dan dahsyat itu tersalur dari dalam melalui setiap pukulannya, namun dia dalam keadaan sadar dan dapat mengurangi atau menambah tenaga, bahkan dapat menariknya kembali setiap saat dia kehendaki. Karena inilah maka kini dengan mudah dia dapat mengganti pukulan maut dengan tepukan atau tamparan tak berarti pada semua bagian tubuh rajawali emas itu tanpa melukainya.

Setelah berlatih ratusan jurus, akhirnya rajawali emas merintih perlahan lalu mendekam di atas tanah, berkali-kali mulutnya mengeluarkan suara pujian. Kun Hong merangkulnya dan tertawa-tawa gembira. "Wah, Tiauw-ko, dengan adanya kau di sampingku, teringat aku akan masa lalu yang amat menggembirakan. Dengan kau di sini aku tidak akan merasa kesepian lagi!"

Sehari itu Kun Hong bermain-main dengan rajawali emas yang mencarikan buah-buahan untuknya, setelah beristirahat lalu berlatih kembali. Burung itu selalu memenuhi permintaannya untuk berlatih dan makin lama makin payahlah kim-tiauw melawannya. Bukan main girangnya hati Kun Hong dan dia amat berterima kasih kepada Sin-eng-cu Lui Bok karena berkat petunjuk kakek sakti itu, dia benar benar telah menciptakan ilmu silat yang luar biasa, yang kehebatannya setingkat dengan jurus Sakit Hati akan tetapi tidak sekeji itu. Sehari suntuk dia berlatih dan menciptakan jurus-jurus baru yang sekiranya cocok, diambil daripada gabungan dua ilmu silat sakti itu. Malah sedikit banyak terdapat pula unsur saripati Ilmu Silat Hoa-san-pai yang dia masukkan ke dalam ilmu silat ini bilamana terdapat kecocokan. Betapapun juga, Hoa-san-pai adalah partai yang dipimpin ayahnya, maka dia tidak mau meninggalkan ilmu silat partai ini.

Setelah malam tiba, Kun Hong yang semenjak sore tadi beristirahat sambil bersamadhi, duduk bersila mengheningkan cipta untuk menyempurnakan hasil ciptaan ilmu silat gabungan itu sambil memulihkan tenaga dan sekalian menyembuhkan luka-lukanya, kini bangkit dari duduknya. Telinganya mendengar suara mengiang-ngiang dan kiranya di tempat itu terdapat banyak sekali nyamuk yang mulai beroperasi setelah sinar matahari menghilang. Kun Hong membuat api dengan jalan mencetuskan ujung tongkatnya kepada batu hitam, membakar daun-daun kering dan sebentar kemudian di situ telah menyala api unggun. Kim-tiauw sudah biasa pula dengan pekerjaan ini, maka tanpa diperintah burung sakti ini mengumpulkan kayu-kayu kering dengan paruhnya dan menjajarkan dekat api unggun. Setelah itu, dua orang mahluk yang bersahabat itu melayang ke atas pohon. Kun Hong duduk bersila di atas sebuah cabang pohon besar, sedangkan kim-tiauw mendekam di dekatnya. Kehangatan bulu burung itu membuat Kun Hong lebih cepat dapat terlena dalam samadhinya. Tanpa terasa malam merayap cepat dan bulan purnama mulai muncul di ufuk timur. Api unggun masih bernyala mengeluarkan bunyi gemeretak memakan kayu-kayu dan daun-daun kering.

Nyanyian burung malam yang menyambut munculnya bulan purnama, menyadarkan Kun Hong dari samadhinya. Dia lalu termenung dan diam diam dia memikirkan keterangan Sin-eng-cu Lui Bok tentang orang-orang yang menyerbu Thai-san-pai. Jadi ternyata musuh-musuh Thai-san-pai itu adalah Ching-toanio dan teman-temannya? Pantas saja mampu menyerbu Thai-san-pai, kiranya orang-orang sakti yang berada di Ching-coa-to itu adalah musuh-musuh Thai-san-pai. Dia mengingat-ingat. Menurut keterangan Hui Kauw, memang ada permusuhan antara mereka dengan Thai-san-pai. Ching-toanio sendiri adalah kekasih Siauw-coa-ong Giam Kin yang tewas di Thai-san-pai, tentu nyonya galak itu memusuhi Thai-san-pai, terutama memusuhi Tan Beng San. Orang ke dua adalah Bouw Si Ma, murid Pak Thian Locu yang juga tewas di Thai-san ketika bertanding melawannya (baca Rajawali Emas). Adapun Ang Hwa Sam-ci-moi, tiga orang wanita sakti yang juga menjadi tamu dan sahabat Ching-toanio, adalah adik-adik seperguruan dari Hek Hwa Kui-bo yang merupakan musuh besar Tan Beng San pula. Hanya Ka Chong Hoatsu dan Pangeran Souw Bu Lai yang tidak mempunyai permusuhan secara langsung dengan Thai-san-pai, akan tetapi menilik hasil yang dicapai para penyerbu, bukanlah hal yang dapat disangsikan lagi bahwa kakek Mongol itu tentu ikut pula membantu. Bagaimana dengan Bun Wan putera ketua Kun-lun-pai yang dahulu juga berada di Ching-coa-to? Apakah ia ikut pula membasmi Thai-san-pai? Tak mungkin dan Kun Hong menjadi lega hatinya ketika teringat bahwa ketika dia merampas kembali mahkota di Pulau Ching-coa-to bcrsama Hui Kauw, pemuda Kun-lun-pai itu berada di sana sedangkan Ching-toanio dan semua orang kosen tidak berada di pulau itu. Ini hanya berarti bahwa mereka sedang pergi menyerbu ke Thai-san-pai dan pemuda Kun-lun itu tidak ikut.

"Hemmm, sewaktu-waktu aku akan membalaskan penasaran ini dan akan menghadapi mereka seorang demi seorang." pikirannya mengingat tokoh-tokoh tadi. Akan tetapi sekarang dia tidak lagi dipanaskan oleh dendam dan sakit hati, kalau dia berniat melawan mereka, adalah karena dia yakin bahwa mereka itu bukanlah orang baik-baik. Hal ini dapat dibuktikan daripada sepak terjang mereka terhadap dirinya ketika di Pulau Ching-coa-to, juga mengingat akan tokoh-tokoh yang mereka balaskan sakit hatinya adalah tokoh-tokoh jahat seperti Hek Hwa Kui-bo dan Siauw-coa-ong Giam Kin, maka tak perlu diragukan lagi bahwa mereka tentu termasuk golongan hitam yang selalu ditentang oleh para pendekar yang menjunjung tinggi kegagahan, kebenaran dan keadilan.

Bulan purnama sudah mulai naik ke atas puncak pohon-pohon di sebelah timur dan hawa malam makin dingin. Api unggun yang tadi masih bernyala gembira itu mendatangkan kehangatan yang nikmat selain mengusir nyamuk. Tiba-tiba rajawali emas mengeluarkan suara melengking. Kun Hong kaget dan biarpun dia masih duduk bersila di atas cabang, namun seluruh perhatiannya dia tujukan kepada pendengarannya. Suara burung itu menandakan bahwa dia marah dan curiga, dan hal ini hanya bisa terjadi kalau burung itu melihat orang asing mendatangi tempat itu. Anehnya, burung itu tiba-tiba mengubah suaranya seperti merintih dan ragu-ragu, kini berdiri di atas cabang, tidak mendekam lagi dan kedua sayapnya bergerak-gerak. Kun Hong juga sudah dapat menangkap langkah-langkah kaki dua orang mendekati tempat itu, langkah-langkah dua orang yang mempergunakan ilmu meringankan tubuh.

Burung rajawali makin aneh sikapnya, sebentar marah sebentar ragu-ragu, dan pada saat itu terdengar seruan seorang wanita,

"Paman Hong.......!"
Suara seorang laki-laki yang nyaring menyusul, "Betul, paman Kun Hong dan, kim- tiauw.......!"

Bukan main girang dan kagetnya hati Kun Hong. Dia mengenal baik suara dua orang itu. Sin Lee dan Hui Cu! Saking girangnya Kun Hong lalu melompat turun diikuti melayangnya burung rajawali itu dari atas cabang pohon. Rajawali itu masih kelihatan curiga dan marah, akan tetapi dia tidak bergerak menyerang, apalagi melihat betapa Kun Hong segera berangkulan dengan Sin Lee dan memegangi tangan Hui Cu dengan girang sekali.

Tan Sin Lee, laki-laki yang tegap dan tampan ini adalah keponakannya sendiri, karena ibu Sin Lee adalah mendiang Kwa Hong, kakak perempuan lain ibu tunggal ayah. Sin Lee adalah putera tunggal Kwa Hong dan Tan Beng San. Sedangkan Thio Hui Cu adalah puteri tunggal paman gurunya, Thio Ki dan bibi Lee Giok. Telah kurang lebih lima tahun dia tidak bertemu dengan mereka, semenjak dia menghadiri pernikahan mereka di Hoa-san dahulu (baca Rajawali Emas).

Rajawali emas ketika melihat betapa Kun Hong bersikap ramah terhadap dua orang itu, segera menghampiri Sin Lee dan mengeluarkan suara lirih sambil menggosok-gosokkan kepalanya pada pundak orang gagah itu. Sin Lee merangkulnya dan suaranya terharu ketika berkata, "Kim-tiauw-ko, ternyata kau tidak lupa kepadaku......." Di dalam suaranya ini terkandung penyesalan besar mengingat akan sikapnya yang buruk terhadap burung ini dahulu. Dahulu, di waktu masih kecil, burung ini adalah teman bermain Sin Lee, malah sebelum Kun Hong bertemu dengan rajawali emas ini, lebih dulu Sin Lee telah menjadi teman bermain-main dan berlatih silat. Akan tetapi karena Sin Lee bersikap keras, burung ini akhirnya meninggalkannya (baca Rajawali Emas).

"Sin Lee, Hui Cu, benar-benar amat mengejutkan kedatangan kalian ini! Sama sekali tidak pernah aku mimpi bertemu dengan kalian di tempat seperti ini. Kalian hendak ke manakah dan dari mana? Dan sudah berapa orangkah anak kalian?"

Sin Lee tertawa dan Hui Cu menjadi merah mukanya. "Ah....... paman Hong.......!" cela Hui Cu.

"Ha-ha-ha-ha, Hui Cu, kau masih seperti dahulu, pemalu sekali. Apa salahhya bertanya keturunan? Sudah jamak, sanak keluarga maupun handai taulan, kalau saling bertemu setelah berpisah lama, tentulah anak yang ditanyakan, bukannya harta benda. Anak- anaklah harta benda dunia akhirat yang paling berharga. Bukahkah begitu?"

"Ha-ha-ha, paman Hong betul sekali. Anak kami hanya seorang, baru berusia empat tahun, laki-laki dan sehat."

"Wah, bagus! Tetapi kenapa masih begitu kecil sudah kalian tinggalkan?" Dia cepat menegur.

"Kami titipkan kepada para inang pengasuh yang sudah kami percaya penuh." jawab Hui Cu.

"Terpaksa ditinggalkan setelah kami mendengar berita buruk dari locianpwe Song-bun-kwi......."

Wajah Kun Hong menjadi sungguh-sungguh. "Hemmm, jadi kalian sudah mendengar akan peristiwa di Thai-san itu?"

"Betul, paman Hong. Setelah mendengar peristiwa yang menimpa keluarga ayah, kami segera meninggalkan Lu-liang-san. Aku berpendapat bahwa yang melakukan perbuatan biadab itu adalah musuh-musuh ayah dahulu dan agaknya untuk mencari jejak mereka, tempat yang paling baik adalah di kota raja. Maka kami akan menuju ke kota raja. Sungguh tidak kami sangka akan bertemu dengan paman Hong di sini."

"Berbesar hatilah kalian. Adikmu Cui San sudah tertolong, baru siang tadi aku bertemu dengannya."

"Benarkah? Di mana dia? Bersama siapa?" Sin Lee cepat mendesak.

Kun Hong lalu menceriterakan pertemuannya dengan kakek Sin-eng-cu Lui Bok dan Cui Sian. Dia hanya menceriterakan yang penting saja, yaitu tentang diselamatkannya Cui Sian, tidak menceriterakan tentang hal A Wan dan lain-lain.

"Cui Sian sudah selamat dan sekarang sementara dibawa pergi oleh Susiok. Kelak tentu akan dikembalikan kepada ayahmu."

Lega rasa hati Sin Lee dan Hui tetapi Sin Lee dengan penasaran bertanya, "Dan siapakah orang-orang yang menyerbu ke Thai-san?"

Kun Hong mengerutkan kening. Dia maklum akan kepandaian dan watak Sin Lee. Orang ini kepandaiannya cukup tinggi, akan tetapi agaknya akan berbahaya sekali kalau diberitahu bahwa musuh-musuh itu adalah orang-orang di Ching-coa-to, karena di sana terdapat banyak sekali orang pandai. Apalagi Sin Lee pergi bersama Hui Cu yang dia tahu tingkat kepandaiannya tidak setinggi suaminya. Watak Sin Lee amat keras, kalau sudah tahu tentu tidak akan mau sudah kalau belum dapat membalas dendam. Maka dia segera berkata,

"Sin Lee dan Hui Cu, tentang itu, untuk sementara ini kiranya tidak perlu kalian ketahui.Serahkan saja hal itu kepadaku karena aku pun tidak akan tinggal diam sebelum memberi hajaran kepada mereka. Soalnya memang berbelit-belit, berpangkal pada balas membalas urusan dahulu! Sekarang, ada tugas yang amat penting yang hendak kuserahkan kepada kalian, tugas yang lebih penting daripada urusan balas membalas ini. Cui Sian sudah selamat, malah ayah dan ibumu sudah pergi meninggalkan Thai-san-pai, tentu akan mencari orang orang jahat itu pula. Kebetulan sekali kalian datang sehingga dapat mewakili aku melakukan tugas ini. Bersediakah kalian?"

Semenjak dahulu, Sin Lee sudah mempunyai hati kagum dan tunduk kepada Pendekar Buta ini. Dia maklum bahwa Pendekar Buta ini biarpun sikapnya seperti orang lemah dan bodoh, namun memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, yang sudah dia saksikan dahulu ketika terjadi adu kepandaian di Thai-san. Pula, dia meninggalkan Lu-liang-san memang karena terdorong kekhawatirannya akan keselamatan Cui Sian, sekarang setelah Cui Sian berada dalam keadaan selamat, memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.

"Baiklah, Paman Hong. Urusan apakah itu, lekas beritahukan kepada kami, pasti akan kami laksanakan," jawabnya.

Dengan singkat namun jelas Kun Hong menceriterakan tentang surat rahasia dari mendiang kaisar untuk disampaikan kepada Raja Muda Yung Lo di utara, menceriterakan pula betapa surat rahasia ini dijadikan perebutan karena amatlah penting artinya. "Mengingat akan perjuangan Paman Tan Hok yang sampai mengorbankan nyawanya itu, aku sudah mengambil keputusan akan melindungi surat ini dan menyampaikannya kepada yang berhak, biarpun untuk itu aku harus mempertaruhkan nyawa. Akan tetapi aku seorang buta, agaknya lebih sukar bagiku untuk dapat menyampaikannya kepada yang berhak. Oleh karena itu, aku minta bantuan kalian, bawalah surat ini dan sampaikanlah kepada Raja Muda Yung Lo di utara. Tugasmu ini tidaklah ringan dan kalau sampai terpenuhi, jasamu untuk negara bukanlah kecil. Kiranya surat wasiat ini akan banyak mengurangi pertumpahan darah kalau sampai terjadi perang saudara, karena tentu para pembesar di selatan yang masih setia kepada mendiang kaisar, akan tunduk terhadap isi surat wasiat ini dan tidak akan membantu kaisar muda."

Sin Lee menerima surat itu, menyimpannya dan menyanggupi untuk melaksanakan tugas itu.

"Setelah selesai tugasmu, kalian kembalilah saja ke Lu-liang-san. Kasihan anak kalian ditinggal ayah bundanya terlalu lama. Kelak aku pasti akan datang ke Lu-liang-san, ingin aku memondong anakmu itu!"

Malam itu mereka bermalam di hutan, semalam suntuk tidak dapat tidur karena mereka bercakap-cakap menceriterakan pengalaman masing masing. Apalagi Hui Cu yang merasa amat kasihan kepada pamannya ini, membujuk-bujuk agar Kun Hong kembali ke Hoa-san dan suka memilih jodoh. Bujukan ini hanya disambut dengan senyum pahit oleh Kun Hong yang sama sekali tidak berani berceritera tentang Hui Kauw. Sementara itu, Sin Lee melepaskan rindunya kepada rajawali emas dengan mengajak burung itu bercakap-cakap seperti dahulu ketika dia masih kecil. Banyak dia bicara dengan burung itu yang mendengarkan dengan terharu karena memang sudah bertahun-tahun burung ini hidup di samping Sin Lee maka dia dapat mengerti banyak apa yang dibicarakan pendekar ini.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Sin Lee dan Hui Cu berangkat meninggalkan Kun Hong. Tujuan mereka adalah ibu kota di utara. Dengan terharu Hui Cu memegang tangan Kun Hong dan berkali-kali ia berkata dengan suara penuh permohonan agar sang paman ini benar-benar akan segera datang menjenguk anaknya di Lu-liang-san. Akhirnya mereka berpisah, suami isteri itu ke utara, sedangkan Kun Hong bersama rajawali berjalan perlahan keluar dari hutan, hendak pergi ke Ching-coa-to, karena Kun Hong ingin menghadapi orang-orang yang telah merusak Tihai-san-pai.

******

Loan Ki dan Nagai Ici dengan mudah dapat memasuki kota raja. Gadis ini adalah seorang yang berwatak jujur, juga memang sedikit banyak ia membanggakan ayahnya, maka siapa yang bertanya, ia akan mengaku terang-terangan bahwa ia adalah puteri tunggal Sin-kiam- eng Tan Beng Kui! Justeru sikapnya ini menguntungkannya, karena begitu para penjaga pintu gerbang kota raja mendengar bahwa gadis itu puteri Sin-kiam-eng dan pemuda tampan itu seorang sahabat baiknya, tanpa banyak cerewet lagi mereka mempersilakan mereka berdua masuk tanpa diperiksa lagi. Siapa orangnya di antara para penjaga tidak mengenal tokoh besar yang sekarang sudah menjadi seorang di antara para tokoh undangan The-kongcu itu? Para mata-mata dan penyelidik pun setelah tahu bahwa gadis ini adalah puteri Sin-kiam-eng, otomatis tidak berani sembarangan melakukan pengintaian sehingga Loan Ki dan Nagai Ici menjadi bebas dapat berkeliaran di Kota raja tanpa ada yang mencurigainya. Setelah melakukan perjalanan bersama Nagai Ici selama beberapa pekan ini, Loan Ki merasa makin tertarik kepada pemuda perkasa dari Jepang itu. Memang harus diakui bahwa pemuda itu adalah seorang ksatria Jepang yang berwatak gagah dan berperibudi luhur. Biarpun dia seorang kesatria Samurai, namun dia tidak seperti sebagian besar golongannya yang suka menghambakan diri sebagai tukang-tukang pukul bayaran. Dia betul-betul seorang pemuda berwatak pendekar pembela kebenaran dan keadilan. Dia banyak berceritera kepada Loan Ki tentang negerinya sehingga gadis lincah ini tertarik sekali dan beberapa kali menyatakan keinginan hatinya hendak menyeberangi lautan menyaksikan negeri aneh itu dengan matanya sendiri. Tentu saja diam-diam Nagai Ici merasa berbahagia sekali. Dia sudah jatuh cinta betul-betul kepada gadis yang demikian gagahnya, yang dapat mainkan pedang sedemikian hebat, mampu melawan Samurai merahnya! Juga di sepanjang perjalanan, di waktu beristirahat, keduanya bertukar ilmu dan saling mengisi sehingga bagi Nagai Ici, mulailah dia melihat kehebatan ilmu silat yang tentu saja dapat dia jadikan bahan untuk mempertinggi ilmu pedangnya.

Kedatangan Loan Ki di kota raja itu terutama sekali hendak mencari ayahnya karena ia bermaksud untuk memperkenalkan Nagai Ici kepada ayahnya dan ingin minta kepada, ayahnya agar supaya suka menerima pemuda Jepang itu sebagai murid. Ketika pada hari itu ia tiba di kota raja dan mencari kamar di rumah penginapan, pelayan yang menyambut mereka dengan manis budi menyuruh mereka mengisi nama pada buku daftar tamu. Dengan lagak gagah Loan Ki menuliskan namanya, ditambah "puteri Sin-kiam-eng dari Pek-tiok-lim", sedangkan nama Nagai Ici ia tuliskan sebagai nama Han, yaitu Na Gai It! Girang hatinya karena pengurus rumah penginapan itu serta merta memberi hormat dan berkata manis penuh hormat,

"Ah, kiranya puteri dari Tan-taihiap (pendekar besar Tan)!" Lalu pengurus ini membentak pelayan, "He, mengapa kamu begini sembrono, tidak cepat-cepat menyambut kedatangan Tan-lihiap (pendekar wanita Tan)? Hayo lekas antar lihiap ke kamar yang paling besar! Totol kalian ini, apakah tidak tahu bahwa lihiap adalah puteri Tan-taihiap yang menjadi jagoan undangan kaisar?"

Kalau tadinya hati Loan Ki merasa girang dan bangga, adalah kalimat terakhir itu menimbulkan penasaran dan tidak enak di hatinya. Ayahnya menjadi jagoan undangan kaisar. Menjadi hamba kaisar yang begitu buruk wataknya? Ia masih teringat betapa orang- orang jahat menangkap-nangkapi gadis-gadis cantik untuk dijadikan selir kaisar baru. Malah ia bersama Nagai Ici telah membasmi orang orang jahat yang menawan gadis-gadis itu. Di dalam hatinya, ia sudah menjadi tidak senang kepada kaisar baru, kenapa sekarang ayahnya malah membantu kaisar itu? Akan tetapi tentu saja ia tidak menyatakan sesuatu, hanya mengikuti para pelayan dan ia minta disediakan dua buah kamar.

Malam harinya, ia bersama Nagai Ici melakukan perjalanan berkeliling kota raja. Setelah mendengar bahwa ayahnya menjadi hamba kaisar, ia merasa ragu-ragu untuk menemuinya di kota raja ini. Kebetulan sekali malam hari itu ia mendengar tentang keributan yang terjadi pada hari kemarin, tentang seorang penjahat buta yang dikejar-kejar dan dikeroyok oleh para pengawal istana. Hatinya menjadi berdebar. Teringat ia akan Kun Hong. Kalau bukan Kun Hong, siapa lagi di dunia ini ada seorang buta yang demikian perkasa sehingga dikeroyok oleh pengawal-pengawal istana?

"Wah, agaknya gawat di kota raja ini," bisiknya kepada Nagai Ici. "Kalau benar Hong-ko (kakak Hong) orang buta yang dikeroyok itu, kita harus menyelidikinya dan kalau perlu menolongnya." Dengan singkat ia, lalu menuturkan kepada Nagai Ici tentang orang buta itu. Pemuda Jepang ini bangkit semangatnya mendengar tentang diri Pendekar Buta yang gagah perkasa itu, tidak hanya ingin membantu, malah ingin bertemu dan bersahabat. Selama ini, baru sekali dia bertemu orang pandai, bukan lain gadis lincah inilah.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed