Skip to main content

Jaka Lola 2 -> karya : kho ping hoo

Memang mudah mengenal geduhg keluarga Lee. Di dalam pekarangan de-pan rumah itu terdapat banyak gentong yang masih kosong dan sebuah alat timbangan digantung di sudut. The Sun me-nyeret mayat Kang Moh ke dalam peka-rangan yang masih sunyi itu, kemudian dia mengangkat mayat itu, dilernparkan ke ruangan dalam. Mayat itu melayang ke depan menubruk pintu yang segera terbuka dan menimbulkan suara hiruk-pikuk.
Terdengar pekik kaget di sebelah dalam rumah. "Kau kenapa, Kang Moh? He, dia..... dia mati.....” Di dalam rumah menjadi ribut dan terdengar bentakan keras, "Siapa yang main gila di sini?" Lalu melompatlah sesosok bayangan orang tinggi kurus dari dalam. Ketika tiba di luar dan melihat The Sun berdiri bertolak pinggang di dalam pekarangan, orang itu melangkah lebar, menghampiri.
The Sun memandang dengan senyum mengejek. Orang ini usianya kira-kira tiga puluh tahun, kelihatan kuat dan gerak-geriknya geslt, tanda bahwa dia mengerti ilmu silat. Teringat akan cerita nona itu, dia segera mendahului,
"Apakah kau putera keluarga Lee yang tertua?"
"Jembel busuk, kau siapa? Benar, aku tuanmu adalah putera sulung. Mau apa kau mencari Lee-toaya? Eh, mayat Kang Moh itu....." Orang itu ragu-ragu dan melirik ke dalam rumah.
"Tak usah bingung. Mayat itu aku yang melemparkan ke dalam, malah akulah yang telah membunuhnya."
Orang she Lee Itu kaget setengah mati, juga marah sampai mukanya merah. " Siapa kau dan mengapa kau main gila di sini?"
"Aku The Sun, kulihat anjing gila peliharaanmu itu hendak mengganggu nona yang seharusnya menjadi nyonya rumah di sini. Orang she Lee, kau dan dua orang adikmu, telah berlaku se-wenang-wenang kepada nona Ciu Kim Hoa. Setelah kalian berbuat mengapa tidak berani bertanggung jawab? Mengapa kalian malah mengutus anjing gila peli-haraan kalian itu untuk menggigitnya?"
Muka yang pucat itu kini berubah merah. Kemarahan putera sulung Lee ini tidak dapat dikendalikannya lagi. "Bangsat rendah, jembel busuk, beranl kau bicara begini di depanku? Berani kau mencampuri urusan kami? Setan, kau mau apa?"
Kalau menurutkan nafsu hatinya, ingih sekali pukul The Sun membinasakah orang ini. Namun dia ingat akan Ciu Kim Hoa dan dia menahan kesabarannya.
"Orang she Lee, sekarang kaupilihlah salah satu. Pertama, kau harus menerima kembali nona Ciu, mohon ampun kepadanya, kemudian mengawininya secara sah, menyerahkan hak kepadanya sebagai nyo-nya rumah dan diperlakukan sebagaimana mestinya. Atau yang ke dua, kau dan adik-adikmu itu boleh memilih kematian di tanganku, karena demi roh nenek moyangmu, kalau kau tidak memenuhi tuntutanku itu, aku akan membunuh kalian bertiga!"
"Keparat, kaukira aku takut akan ancamanmu yang kosong? Kau malah yang harus
membayar hutangmu atas nyawa Kang Moh!" Orang she Lee itu lalu membentak keras dan
menerjang maju, mengirim pukulan tangan kanan yang keras ke arah dada The Sun. Melihat gerakan ini, The Sun tersenyum. Seorang ahli silat biasa saja. Kalau dia mau, sekali sodok dia akan dapat membauat nyawa orang ini melayang ke neraka. Akan tetapi dia tidak mau menuruti nafsu hattnya dan ingin memperlihatkan kepandaiannya agar orang ini kapok dan taat. Dengan mudah dia mengelak dengan miringkan tubuh, kemudian tangan kirinya menyambar dan "plak-plak!" kedua pipi di muka orang she Lee itu dia tampar dengan keras. Seketika kedua pipi itu menjadi bengkak dan orang itu mengusap-usap kedua pipinya dengan pringisan saking nyerinya. Namun dia membentak lagi dan menerjang makin marah, malah dibarengi teriakan keras memanggil adik-adiknya. Sebetulnya tak perlu dia berteriak karena dua orang adiknya itu setelah tadi ribut-ribut memeriksa tubuh Kang Moh, sekarang sudah berlari ke luar dan mereka marah sekali melihat betapa kakak mereka bertempur dengan seorang pemuda yang tak mereka kenal. Siapa orangnya yang berani berkelahi, dengan Lee Kong, kakak mereka? Kurang ajar! Tanpa berkata apa-apa lagi dua orang pemuda yang usianya kira-kira dua puluh empat dan dua puluh delapan tahun ini serta merta menyerbu dan mengeroyok The Sun.
"Ha-ha-ha, jadi kalian bertiga inikah putera-putera keluarga Lee? Bagus, sekarang dapat kuberi hajaran sekaligus." Begitu ucapannya terhenti, terdengar pekik kesakitan tiga kali dan tiga orang muda itu terlempar ke belakang dan roboh bergulingan. Baiknya The Sun ha-nya ingin memberi hajaran saja, maka mereka tidak terluka hebat, hanya di-lemparkan dan roboh saja.
"Nah, sekarang bersumpahlah untuk menerima kembali nona Ciu dan menga-wininya secara sah. Kalau kalian tidak mau, sekali lagi robph kalian takkan mampu bangun lagi!"
Dasar pemuda-pemuda hartawan yang sudah terlalu biasa semenjak kecil diberi kemenangan terus, tiga orang she Lee ini tentu saja enggah mengalah. Pengalaman pahit ini baru mereka alami kali ini selama mereka hidup. Biasanya, jangankan merobohkan mereka, melawan pun tidak ada yang berani.
"Jembel busuk, kaulah yang akan mampus!" teriak mereka dan seperti tiga ekor anjing galak, mereka menyerbu lagi, kinl' malah dengan senjata di tangan. Kiranya mereka itu masing-masing me-nyimpan sebatang pisau panjang yang tadi mereka selipkan di ikat pinggang.
Habislah kesabaran The Sun. la maklum bahwa andaikata mereka itu ter-paksa menerima kembali Kim Hoa kare-na dia tekan, kiranya nona itu kelak takkan terjamin keselamatan dan kebahagiaannya hidup di tengah orang-orang macam ini. Kasihan nona itu kalau harus menjadi keluarga mereka, tentu hanya siksa dan derita saja yang akan dia alami selama hidupnya. Kemarahannya memun-cak, apalagi melihat befkelebatnya tiga batang pisau panjang itu, baginya seperti seekor harimau mencium darah. The Sun berseru panjang, melengking tinggi suara-nya dan gerakannya amat cepat sehingga tiba-tiba lenyaplah dia dari pandangan mata ketiga orang pengeroyoknya. Jerit yang terdengar beruntun tiga kali sekarang amat mengerikan karena itulah jerit kematian dari tiga orang pengeroyok itu. Tahu-tahu mereka telah roboh berkelojotan dan tepat di ulu hati mereka tertancap pisau masing-masing, amat dalam sampai ke gagangnya dan ujung pisau tembus sedikit di punggung! Adapun The Sun sudan tak tampak lagi di tempat itu!
Gegerlah dusun itu. Orang-orang yang tadi menonton sambil sembunyi, sekarang keluar dari tempat persembunyian. Na-mun tiga orang muda itu tak tertolong lagi, begitu pisau dicabut nyawa mereka ikut tercabut. Tinggal kakek dan nenek keluarga Lee yang menangis meraung-raung. Tampak juga orang-orang dusun, terutama yang wanita, menangis karena terharu, akan tetapi banyak orang laki-laki dusun itu diam-diam terfawa, bahkan wanita-wanita itu setelah pulang ke gu-buk masing-masing juga tertawa lega. Sudah terlalu banyak penderitaan lahir batin mereka alami dari tiga orang pemuda Lee itu.
The Sun sudah kembali ke dalam rumah tua. Hatinya berdebar cemas, dan dia kembali merasa heran kepada dirinya sendiri. Kenapa dia cemas dan takut kalau-kalau wanita itu tidak berada lagi di situ? Kenapa dia khawatir kalau-kalau Kim Hoa membunuh diri? Bagaikan ter-bang dia tadi kembali ke tempat ini dan kedua kakinya gemetar ketika dia memasuki rumah tua.
Wajahnya seketika berseri ketika dia lihat Kim Hoa masih berada di siu, berdiri di sudut dengan mata selalu memandang ke luar, agaknya mengharapkan kembalinya. Memang betul dugaannya karena begitu melihat dla muncul, Kim Hoa segera lari menghampiri.
"Bagaimana, In-kong?"
The Sun tersenyum dan hendak menggodanya. "Mereka dengan senang hati suka menerimamu kembali, Nona, malah bersedia mengawinimu. Kau akan menjadi nyonya muda di sana, dihormati dan disegani di samping nyonya tua ibu mereka."
Tiba-tiba nona itu menangis sesenggukan dan menutupi mukanya. The Sun mengerutkan keningnya, namun sepasang matanya bersinar-sinar dan bibirnya ter-senyum karena dia senang melihat bahwa dugaannya benar. la sudah menduga bahwa gadis itu pasti tidak suka kembali ke sana, biarpun dikawin sah, dijadikan nyonya rumah, karena memang watak tiga orang laki-laki itu amat buruk.
"Nona, kenapa kau menangis? Bukanlah hal itu baik sekali?"
Kim Hoa menggeleng-gelengkan kepala sambil menangis, sukar baginya mengeluarkan suara karena menangis tersedu-sedu itu. Akhirnya ia dapat menguasai tangisnya dan berkata, "Tidak, 'In-kong..... saya tidak sudi kembali kesana. Mereka mau menerima saya dan mengawini saya hanya karena kaupaksa. Kalau In-kong sudah pergi, tentu mereka akan melampiaskan kemendongkolan hati kepada saya, ha..... ngeri saya memikirkan hal itu."
”Nona, apakah kau tidak..... tidak cinta kepada mereka? Kepada seorang di antara mereka?"
"Tidak! Tidak! Aku benci kepada me-reka semua!" Aku benci kepada yang muda-muda, juga benci kepada yang tua! Mereka orang-orang jahat dan keji!"
The Sun mengerutkan kening dan ragu-ragu untuk mengeluarkan pertanyaan ini, namun dipaksanya, "Maaf, Nona. Tapi..... tapi..... bukankah mereka..... seorang diantara mereka adalah..... ayah daripada anak dalam kandunganmu?"
Tiba-tiba Kim Hoa menjatuhkar dirl di atas tanah dan menangis dengan sedih. "Biarkan aku mati..... biarlah aku mati saja..... ya Tuhan, apa dosa hamba sehingga harus menanggung derita dan hinaan seperti ini?" Nona itu roengeluh panjang dan pingsanl', The Sun berlutut, menggeleng-geleng kepala.
"Kasihan....." Dengan hati-hati dia lalu mengurut jalan darah di leher dan punggung. Kembali dia merasa heran dan tak mengerti mengapa dadanya ber-debar begitu keras ketika ujung jari ta-ngannya menyentuh kulit leher di pung-gung. Apa, yang aneh dalam diri nona inl sehingga seakan-akan mempunyai besi sembrani yang menariknya amat kuat?
Kim Hoa siuman kembali, mula-mula, termenung memandang kosong, kemudian dia mengeluh panjang. "In-kong, pertanyaanmu tadi..... bagaimana saya harus menjawab? Saya dipaksa, saya tak berdaya..... saya benci mereka, saya benci diri sendiri dan saya benci anak dalam kandungan ini ....”.
"Hushhh, jangan bicara demikian . Anak itu tidak berdosa."
"Lebih baik aku bunuh diri, biarlah anak ini tidak sempat terlahir."
”Hushhh, tidak boleh. Kau harus hidup, hidup bahagia, juga anak itu harus lahir dalam rumah tangga bahagia."
"Bagaimana.....? Apa maksudmu, In-kong .... ?
The Sun tidak tersenyum lagi sekarang, wajahnya yang tampan nampak sungguh-sungguh, matanya menatap tajam ketika dia membantu Kim Hoa duduk. "Nona, aku The Sun seorang laki-laki sejati, sekali bicara tidak akan kutarik kembali. Aku juga hidup sebatangkara. Terus terang saja, melihat kau, hatiku timbul kasihan dan cinta. Aku cinta ke-padamu dan kalau kau sudi menerima, aku bersedia menjadi suamimu dan men-jadi ayah daripada anak di kandunganmu. Sekarang juga, jawablah, kalau kau mau akan kubawa ke Go-bi-san di mana kita hidup bahagia di tempat yang jauh dari-pada dunia ramai. Kalau kau tidak mau, terpaksa aku harus meninggalkanmu dan kau boleh pilih apa yang baik untukmu, aku tidak berhak mencampuri lagi."
Dapat dibayangkan betapa sukar ke-adaan Kim Hoa di saat itu. la belum mengenal The Sun, dan ia sama sekali tidak tahu bahwa di dunia ini ada se-orang seperti ini, yang tampan, gagah perkasa dan aneh. la tahu bahwa ia ha-rus dapat menjawab sekarang juga, tanpa ragu-ragu. Terang bahwa pemuda ini berbeda dengan keluarga Lee, berbeda dengan pamannya, berbeda dengan ayah-nya dahulu. Pemuda ini tampan dan memiliki kepandaian luar biasa. Hidup di sampingnya berarti hidup tenteram dan aman, bebas daripada gangguan orang-orang jahat. Sebaliknya kalau ia menolak, jalan satu-satunya hanya membunuh diri. la ngeri kalau memikirkan ini.
"Bagaimana, Nona?" The Sun mendesak.
"Aduh, In-kong, bagaimana saya harus menjawab? Saya seorang wanita..... bagaimana..... ah..."
The Sun mengangguk senang. Keadaan lahir nona ini sudah dia lihat, dan dia amat tertarik dan suka akan kecantikannya. Keadaan batinnya belum dia ketahui, akan tetapi melihat sikap gadis ini, dia dapat menduga bahwa Kim Hoa berperasaan halus dan bersusila tinggi. Hanya karena nasibnya yang buruk, tidak mem-punyai andalan di dunia ini, maka dia terjerumus ke dalam jurang kesengsaraan seperti itu.
"Aku tahu betapa sukarnya bagimu untuk menjawab, Nona. Sekarang jawab-lah dengan anggukan saja. Kalau kau mengangguk, berarti kau sudi menerima tawaranku untuk hidup berdua. Kalau kau menggeleng kepala, aku akan pergi sekarang juga dan tidak akan mengganggumu lebih lama lagi."
Dengari air mata bercucuran saking terharu dan juga bahagia karena baru sekarang selama hidupnya ia mendapat-kan orang yang begini memperhatikan nasibnya, Kim Hoa menganggukkan kepalanya sampai berulang-ulang!
The Sun tertawa bergelak, menubruk maju dan di lain saat Kim Hoa sudah dipondongnya dan dibawa lari ke luar rumah tua. Kim Hoa kaget sekali, apalagi merasa betapa ia seperti dibawa terbang. Ngeri hatinya. Sedetik ia curiga. Manusia atau bukankah pemuda ini? Bagaimana bisa terbang kalau manusia? Akan tetapi ia menyerahkan diri kepada orang ini, yang dekapannya begitu kokoh kuat, begitu sentosa. la meramkan dan merasa aman, desir angin yang mengaung di kedua telinganya makin lama makin merdu seperti dendang yang meninabobokkannya.
***
Setelah bertemu dengan Ciu Kim Hoa, The Sun benar-benar telah berubah seperti seorang manusia lain. la merasa hidupnya tenteram dan penuh damai tidak bernafsu untuk merantau lagi. Kakek gurunya, Hek Lojin yang sudah buntung lengan kirinya, menerimanya dengan gi-rang dan The Sun bersama Kim Hoa yang ia aku sebagai isterinya, selanjut-nya tinggal di puncak Go-bi-san ini bersama Hek Lojin.
Beberapa bulan kemudian Kim Hoa melahirkan seorang anak perempuan yang sehat dan mungil. The Sun menerima kehadiran anak ini dengan gembira dan bahagia, menganggapnya anak sendiri. Anak itu diberi nama Siu Bi dan diberi nama keturunan The. Juga Hek Lojin amat sayang kepada bayi ini, sehingga dalam masa tuanya kakek itu pun merasai kebahagiaan. Memang, kebahagiaan dapat dinikmati dalam hal apa pun juga, dalam soal-soal sederhana, asalkan orang dapat mengenalnya.
Yang paling bahagia adalah Kim Hoa. la bahagia, juga amat terharu akan sikap suaminya yang benar-benar menganggap Siu Bi seperti anak keturunannya sendiri. la amat kagum akan kebijaksanaan sua-mmya dan bagi Kim Hoa, manusia yang paling mulia di dunia adalah suaminya, The Sun! Memang ganjil dunia ini. Banyak sekali orang menganggap The Sun sebagai seorang manusia jahat, keji, pendeknya bukan manusia baik-baik. Akan tetapi coba tanya Kim Hoa, apakah ada manusia yang lebih mulia daripada The Sun terhadap dirinya? Kelihatannya saja ganjil dan aneh. Keganjilan yang tidak aneh, atau keanehan yang tidak ganjil bagi yang mau memperhatikan. Hidup manusia dikuasai seluruhnya oleh egoism (ke-akuan). Tidaklah mengherankan apa-bila pandangan orang terhadap orang iain juga terbungkus sifat ke-akuan ini. Orang lain yang menguntungkan dirinya, tentu dipandang sebagai orang baik, sebaliknya orang lain yang merugikan dirlnya, tentu , dipandang sebagai orang tidak baik. Dalam hal ini, keuntungan atau kerugian diartikan luas dan mengenai lahir batin, Sifat ke akuan yang sudah menyelubungi seluruh kehidupan manusia ini sudah men-jadi satu dengan penghidupan sehdiri, sehingga sifat ini dianggap umum. Siapa menyeleweng daripada sifat ini, dianggap tidak umum, malah dianggap tidak normal!
Inilah dunia dan manusianya, pang-gung sandiwara dengan manusia sebagai badut- badutnya. Dengan The Sun sebagai ayah dan Hek Lojin sebagai kakek guru, tentu saja semenjak kecil Siu Bi digembleng dengan ilmu silat. Hek Lojin malah mengajarnya dengan sungguh-sungguh, sedangkan ayah-nya, The Sun, adalah seorang ahli dalam ilmu surat. Oleh karena itu, semenjak kecil Siu Bi menerima gemblengan ilmu surat dan ilmu silat, malah oleh ibunya dilatih dalam ilmu kewanitaan, memasak dan menyulam. Biarpun anak ini hidup di puncak gunung, tidak pernah melihat kota besar kecuali dusun-dusun di sekitar pegunungan, namun ia menerima pen-didikan anak kota, tidak hanya pandai bermain pedang, berlatih ginkang, Iwee-kang dan memelihara sinkang di dalam tubuh, akan tetapi juga tidak asing akan tata cara dan sopan santun, pandai me-nulis sajak, tahu akan sejarah, pandai meniup suling dan dapat pula mengganti pedang dengan jarum halus untuk menyulam!
Siu Bi menjadi seorang gadis cantik, secantik ibunya. Kecintaan yang dilim-pahkan kepadanya oleh ayah ibu dan kakeknya, membuat ia menjadi seprang gadis manja dan nakal, segala keinginannya selalu dituruti dan karenanya tidak biasa menghadapi penolakan terhadap keinginannya. Apa yang ia kehendaki harus dituruti dan dipenuhi! Dalam hal ilmu silat, ia telah mewarisi kepandaian ayahnya, bahkan Hek Lojin tidak tanggung-tanggung menurunkan ilmun a yang paling hebat, yaitu ilmu tongkat yang diubah menjadi ilmu pedang untuk disesuaikan dengan gadis itu.
"Ilmu ini kuberi nama Ilmu Pedang Cui-beng-kiam-hoat (Ilmu Pedang Pengejar Roh), cucuku. Jangankan orang lain, ayahmu sendiri tak pernah kuwarisi ilmu pedang yang tadinya adalah ilmu tongkat-ku ini."
"Kong-kong, apakah ilmu pedang ini tidak ada tandingannya lagi di dunia ini? Ibu bilang bahwa ayah adalah seorang yang sakti, malah katanya di dunia ini jarang ada yang bisa melawan. Kong-kong sebagai gurunya tentu merupakan jago utama di dunia ini, maka aku ingin kauberi ilmu yang nomor satu di dunia, agar jangan ada orang lain dapat mengalahkan aku”.
"Ha-ha-ha-ha-ha, kau cerdik, kau pintar'." Dengan tangan kanannya, kakek hitam itu mengelus-elus hidungnya.
"Mari kau datang ke kamarku, jangan ketahuan ayah ibumu dan aku akan menurunkan ilmu yang paling hebat ini kepadamu."
Siu Bi yang sudah berusia enam belas tahun itu berjlngkrak kegirangan, lalu menggandeng tangan kanan kakeknya dan menyeret orang tua itu ke dalam kamar , Hek Lojin yang lebar dan gelap
"Nah, sekarang kau harus berlutut dan 3 bersumpah, baru aku akan menurunkan Cui-beng-kiam-hoat."
"Bersumpah segala apa perlunya, Kong-kong7 Apa kau tidak rela menurunkan ilmu itu kepadaku?" Siu Bi mulai merengek manja.
"Hisss, anak bodoh. Mempelajari ilmu ini ada syaratnya, dan kalau kau mau bersumpah untuk memenuhi syarat itu kelak, baru aku mau menurunkannya dan mati pun aku akan meram." Kakek itu menghela napas panjang.
"Lho, kau susah, Kek? Ada apakah? Bilang saja,cucumu akan dapat menolongmu." Siu Bi menyombong
"Kaulihat lengan kiriku ini?" Kakek itu menggerakkan sisa lengan kirinya yang buntung sebatas siku. Tentu saja Siu Bi yang sudah melihatnya sejak kecil tidak merasa ngeri dan sudah biasa.
"Bukankah kau dulu bilang karena kecelakaan maka lenganmu buntung, Kek? Ataukah ada cerita lain?" Siu Bi memang cerdik sekali orangnya, jalan pikirannya cepat dan mungkin karena hidup di tempat sunyi dan dekat dengan seorang sakti aneh seperti Hek Loj|in, sedikit banyak wataknya juga terbawa aneh dan gadis ini tidak pernah memperlihatkan perasa-an terharu. Perasaannya kuat dan tidak mudah terpengaruh.
"Memang karena kecelakaan, akan tetapi kecelakaan yang dibuat oleh orang lain. Lengan kiriku buntung oleh seorang musuhku yang bernama Kwa Kun Hong dan berjuluk Pendekar Buta."
"Buta? Dia buta.....? Wah, mana bisa hal ini terjadi? Aku tidak percaya, Kek. Kau bohong!"
Hek Lojin menghela napas panjang. Ucapan cucunya yang manja dan sudah biasa bersikap kasar terhadapnya itu pada saat lain tentu akan membuat dia terkekeh geli, akan tetapi saat itu dia menerimanya seperti sebuah tusukan pada jantungnya. Memang memalukan sekali. Dia, tokoh besar Go-bi-san yang namanya sudah sejajar dengan tokoh-tokoh kelas satu di dunia persilatan, menjadi buntung lengan kirinya menghadapi seorang lawan yang buta, dan masih muda lagi!
"Aku tidak bodoh, dan memang dia i buta kedua matanya, tapi amat lihai."
"Bagaimana kau bisa kalah, Kek? Bukankah kau orang pandai di kolong . langit?"
"Pada waktu itu, delapan belas tahun yang lalu, aku belum menciptakan Cui-beng-kiam-hoat, ilmuku ini masih me-rupakan ilmu tongkat yang liar. Juga aku belum menciptakan Ilmu Pukulan Hek-in-kang yang juga hendak kuajarkan ke-padamu sebagai imbangan dari Cui-beng-kiam-hoat."
"Sekarang kau sudah memiliki dua ilmu itu, kenapa tidak mencari dia dan balas membuntungi lengannya?" Karena semenjak kecil berada di puncak Go-bi dan tidak pernah menyaksikan sepak terjang Hek Lojin terhadap orang lain, hanya sehari-hari menyaksikan sikap ka-kek itu terhadapnya amat baik dan men-cinta, tentu saja Siu Bi juga menganggap kakek ini orang yang amat mulia dan baik hatinya.
Kembali Hek Lojin menarik napas panjang, tampak berduka. "Aku sudah ma-kin tua, usiaku sudah delapan puluh le-bih, sudah lemah, tenaga sudah hampir habis, mana mampu membalas dendam? Musuhku itu sekarang paling banyak se-tua ayahmu, malah lebih muda lagi, ma-sih sedang kuat-kuatnya. Selain itu, dengan hanya sebuah lengan, mana aku dapat menang? Untuk melawan ilmu pedangnya, dengan pedang yang bersem-bunyi dalam tongkat, dan menghadapi ilmu pukulannya yang mengeluarkan uap putih, harus mainkan Cui-beng-kiam-hoat dan sekaligus tangan kiri mainkan Hek-in-kang. Bagiku tiada harapan lagl, harus kutelan kekalahan dan penghinaan ini dan aku akan mati dengan mata terbelalak kalau tidak ada orang yang dapat membalaskan dendamku."
"Hemmm, kalau begitu, kau mau me-nurunkan kedua ilmu itu kepadaku dengan syarat bahwa aku harus membalaskan dendammu terhadap Pendekar Buta itu, Kek?"

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed