Skip to main content

Pendekar Buta 37 -> karya : kho ping hoo

Kun Hong lebih tidak mengerti lagi. Dia sendiri pun tidak tahu dia itu termasuk golongan mana karena biarpun dia mendengar dari Tan Hok tentang pergerakan dan pertentangan di kota raja, namun kalau dia belum mendapat kepastian siapa yang tidak benar dalam hal ini, bagaimana dia bisa membantu satu fihak? Hanya dia dapat menduga bahwa agaknya pemuda she The ini adalah sependukung Raja Muda Yung Lo di utara. Padahal surat yang disimpan di dalam mahkota itupun adalah surat rahasia dari mendiang kaisar untuk diserahkan kepada Raja Muda Yung Lo. Tidak akan kelirukah dia kalau mahkota itu dia berikan kepada pemuda ini agar disampaikan kepada yang berhak menerimanya?

Karena keraguan Kun Hong ini, dia terlambat. Terdengar derap langkah menghampiri dan bentakan orang tadi. "He, orang buta. Hayo turunkan buntalanmu itu dan buka. Juga pakaian luarmu, biarkan kami menggeledahmu!"

Kun Hong berdebar, lalu menjawab, "Saya hanya seorang tukang obat biasa saja, tidak membawa sesuatu, harap kalian jangan mengganggu aku seorang buta...."

"Ha-ha-ha, kau kira akan mampu ngelabui aku Bhe Hap Si Malaikat Bumi? Ha-ha-ha, orang buta, kau menyerahlah!" Angin cengkeraman yang amat dahsyat menuju dada Kun Hong. Dia merasa kaget sekali. Ini bukanlah serangan orang biasa, melainkan jurus yang dikeluarkan oleh seorang ahli silat kelas tinggi! Masa kalau pangkatnya hanya tukang geledah saja memiliki kepandaian begini tinggi?

Pada saat itu juga dari kanan dan kiri menyambar pula angin pukulan yang jeias membuktikan bahwa penyerang-penyerangnya adalah orang-orang yang memiliki kepandaian hebat. Kun Hong cepat menggerakkan kedua kakinya dan dengan langkah ajaib dia dapat menghindarkan tiga serangan sekaligus itu.

"Ha-ha, kau bilang seorang buta biasa?" Bhe Hap berseru mengejek dan merasa penasaran sekali, lalu menerjang dengan hebat. Kun Hong diam-diam mengeluh karena mau tidak mau, belum apa-apa dia sudah menimbulkan keributan yang tentu akan berekor tidak baik. Dia sudah siap menggunakan kepandaiannya untuk merobohkan orang-orang ini ketika tiba-tiba The Sun membentak,

"Orang-orang tak tahu aturan. Kalian berani menghina tamuku?" Kun Hong merasa betapa angin menyambar di sampingnya ketika pemuda yang ramah itu berkelebat ke depannya. Terdengar suara gaduh disusul keluhan orang. .

"The-kongcu jangan ikut campur!" Bhe Hap membentak, akan tetapi The Sun menjawab. "Menyerang tamuku sama dengan menghinaku!"

"The-kongcu, kami bukan bermaksud begitu......" Bhe Hap membantah.

"Sudahlah, bebaskan saudara Kwa ini dari pemeriksaan, kalau tidak, terpaksa aku melawan kalian."

"Hemmm, terpaksa pula kami menggunakan kekerasan!" bantah Bhe Hap.

Terjadilah pertandingan hebat di rumah makan itu. Kun Hong bingung. Haruskah dia membantu? Dengan pendengaran telinganya, dia dapat menangkap betapa gerakan Bhe Hap dan empat orang pembantunya yang lain amat kuat, cepat dan juga memiliki tenaga Iweekang yang tinggi. Akan tetapi agaknya orang muda she The ini benar-benar memiliki kepandaian hebat seperti telah diduga oleh Kun Hong. Buktinya tadi dalam segebrakan saja telah merobohkan seorang lawan dan kini dikeroyok lima tidak terdesak. Meja kursi beterbangan dan secara kebetulan agaknya beberapa kali dengan amat kerasnya meja dan kursi melayang ke arah tubuh Kun Hong. Terpaksa pemuda ini mengelak dan hal ini tentu saja mengherankan mereka yang melihatnya. Seorang buta bagaimana bisa mengelak dari sambaran meja kursi itu?

Kun Hong yang berdiri tegak dan diam memperhatikan jalannya pertandingan, menjadi terheran-heran ketika tiba-tiba Bhe Hap dan teman temannya meloncat keluar rumah makan dan orang itu berkata, "Hebat kepandaianmu, The-kongcu. Akan tetapi, si buta itu pasti akan dapat tertawan oleh kami!" Lalu terdengar mereka itu berlarian pergi.

The Sun menangkap tangan Kun Hong. "Lekas," bisiknya, "mereka itu hanya untuk sementara saja dapat kuusir. Mereka tentu akan datang kembali dengan teman yang lebih banyak, malah tokoh-tokoh pengawal yang lebih kosen datang, kita bisa celaka. Mari cepat kau ikut denganku"

Kun Hong tidak mendapat jalan lain kecuali ikut berlarian cepat bersama The Sun, Dia tidak tahu ke mana dia dibawa, jalannya berliku-liku dan lebih satu jam lamanya mereka melarikan diri.

Akhirnya mereka berhenti di tempat yang sunyi dan The Sun mengajak Kun Hong memasuki sebuah rumah tua di pinggir kota yang sunyi ini.

"Di manakah kita ini?" Kun Hong bertanya, tongkatnya meraba lantai yang sudah bolong-bolong dan dinding yang tua dan retak-retak.

"Dalam sebuah bangunan bekas kuil tua yang tak dipakai lagi. Di sini kita aman, takkan ada yang menduga bahwa kau akan bersembunyi di tempat ini. Mari masuklah saja, di belakang ada sebuah kamar yang cukup bersih, kau boleh bersembunyi di sana."

"Saudara The Sun, kau baik sekali......." Kun Hong menangkap lengan tangan kanan orang muda itu. Gerakannya ini cepat sekali dan memang amat mengherankan bagaimana seorang yang tidak pandai melihat dapat menangkap lengan orang hanya dengan mendengarkan gerakan orang itu.

"Ah.......!" Kun Hong menghentikan kata-katanya tadi dan kini dia berseru kaget sambil meraba-raba lengan kanan The Sun. "Saudara The, kau....... kau terluka.......?"

"Wah, hebat sekali kau, Kwa-lote! Begitu memegang lenganku kau sudah tahu bahwa aku terluka. Benar-benar ilmu pengobatan yang kau miliki amat tinggi!" The Sun berseru kaget dan heran.

Tapi Kun Hong tidak memperdulikan pujian ini, melainkan segera memeriksa lengan kanan sampai ke pundak, "Luka ini baru saja. The kongcu....... kau terluka ketika bertempur tadi!" Suara Kun Hong agak gemetar saking terharu mengingat betapa orang yang baru saja bertemu dengannya ini telah membelanya sampai terluka.

"Kwa-lote, jangan panggil kongcu kepadaku, bikin aku tidak enak saja. Aku sedikit lebih tua darimu, sebut saja twako kepadaku. Tentang luka......." dia menarik napas panjang.
"Memang anjing-anjing itu amat lihai, maka untung tadi kita sempat melarikan diri. Kalau datang tokoh yang lebih sakti, celaka....."

Kun Hong terheran. "Tapi....... bukankah kau tadi berhasil mengusir mereka? Bagaimana kau bisa terluka?"

The Sun tertawa mengejek. "Kadang-kadang kepandaian silat saja tidak cukup untuk mencapai kemenangan, Kwa-lote. Sering kali terjadi, kccerdikan dan akal dapat mengalahkan kepandaian silat. Di antara para petugas istana tadi, terdapat seorang ahli pukulan Gin-kong-jiu (Tangan Sinar Perak) yang lihai, karena selain ilmu pukulan ini mengandung hawa beracun, juga dilakukan dengan pengerahan tenaga Jeng-kin-kang (Tenaga Seribu Kati), Tadi dalam pengeroyokan dia menyerangku dengan pukulan itu. Karena menghadapi pengeroyokan orang-orang berkepandaian tinggi, aku tidak mempunyai kesempatan mengelak lagi, terpaksa aku menyambut pukulan itu dengan tangan kananku. Aku tahu bahwa pada saat itu aku menderita luka dalam, akan tetapi kalau kalau hal itu kuperlihatkan, kita tentu sudah celaka tadi. Aku pura-pura tidak merasa akan hal ini, malah menyerang mereka kalang-kabut. Hal inilah yang membuat mereka kaget dan jerih, mengira bahwa pukulan hebat itu sama sekali tidak mempengaruhiku dan ini pula yang menyebabkan mereka mengaku kalah dan melarikan diri. Ha-ha, Kwa-lote, kau pikir, bukankah sekali ini ilmu silat kalah oleh akal dan kecerdikan?"

"The-twako benar-benar gagah dan berbudi. Untuk aku seorang buta, kau sudah mengorbankan diri menderita luka, membuat aku merasa tidak enak sekali."

"Kwa-lote, di antara kita, perlu apa bicara sungkan seperti itu? Sekali bertemu muka aku tahu bahwa kau bukanlah seorang tukang obat buta biasa saja. Malah aku hampir merasa yakin bahwa kaulah orangnya yang disebut-sebut para teman seperjuangan yang mendesas-desuskan bahwa surat rahasia itu berada di tanganmu."

"Surat rahasia ? Apa maksudmu ?"

The Sun terdengar kecewa. "Ah, sampai sekarang kau agaknya masih belum mau percaya kepadaku, Kwa-lote. Semua orang di antara para pejuang tahu bahwa surat rahasia peninggalan mendiang kaisar tua berada di tangan bekas pembesar Tan Hok, kemudian dikabarkan bahwa kaulah yang agaknya menguasai surat itu. Kalau memang betul demikian, akulah orangnya yang akan membawa dan mengantarkannya kepada Raja Muda Yung Lo di utara."

Berdebar jantung Kun Hong. Ah, kiranya pemuda gagah ini adalah utusan atau pembantu dari raja muda dari utara itu! Sungguh kebetulan. Memang dia sedang mencari orang yang berhak menerima mahkota kuno berikut rahasianya itu untuk disampaikan kepada Raja Muda Yung Lo. Akan tetapi, kehati-hatiannya membuat dia berpikir lebih jauh lagi. Baru sekarang ini dia berkenalan dengan The Sun. Bagaimana dia dapat menyerahkan mahkota demikian saja ?

"The-twako, nanti saja kita bicara tentang itu. Sekarang biarkan aku mengobati lukamu," katanya sambil menotok dan mengurut jalan jalan darah di seluruh lengan dan pundak The Sun, kemudian menyalurkan hawa murni melalui telapak tangan kanan pemuda itu. The Sun terkejut dan berkali-kali mengeluarkan suara memuji. Setelah luka dalam itu sembuh oleh pengobatan Kun Hong yang mempergunakan sinkang di tubuhnya, The Sun menarik napas panjang dan berkata,

"Aahhh, ternyata biarpun aku bermata, aku lebih buta daripada kau, Kwa-lote. Aku hanya mengira bahwa kau seorang di antara saudara-saudara seperjuangan menentang kekuasaan kaisar muda yang talim. Tidak tahunya kau adalah seorang ahli yang memiliki kesaktian seperti ini! Benar-benar amat memalukan kalau kuingat betapa tadi aku memperlihatkan kebodohan dan kedangkalan ilmu silatku di depan seorang sakti!"

Kun Hong tersenyum dan menjura. "The-twako, kau seorang yang lihai, tidak perlu merendah seperti ini. Aku bukan apa-apa hanya mempunyai sedikit ilmu pengobatan. Terus terang saja, aku bukanlah anggauta pejuang, aku tidak bisa disamakan dengan kau seorang patriot. Secara kebetulan saja aku mempunyai tugas yang ada hubungannya dengan perjuangan menentang kaisar baru."

"Sudah kuduga, sudah kuduga sebelumnya, kau tentu bukan seorang biasa. Betulkah desas-desus itu bahwa kau menerima surat rahasia dari bekas pembesar Tan Hok? Atau.......masih belum percayakah kau kepadaku?"

Bimbang hati Kun Hong, pikirannya bekerja keras dan dia mendapat akal.

"Bukan begitu, The-twako, akan tetapi soalnya karena aku harus berhubungan dengan orang yang berhak. Sesungguhnya, biarpun aku mempunyai hubungan dengan paman Tan Hok, akan tetapi aku tidak diserahi sebuah pun surat rahasia, hanya aku merampasnya kembali sebuah mahkota kuno yang terampas dari tangan paman Tan Hok."

"Mahkota kuno? Ah, segala benda berharga, apa artinya diperebutkan?" terdengar suara The Sun kecewa. Diam-diam Kun Hong mengambil kesimpulan bahwa pemuda pejuang ini ternyata belum tahu akan rahasia mahkota kuno yang menjadi tempat penyimpanan surat rahasia yang diperebutkan itu. "Ah sayang sekali kau tidak tahu tentang surat itu, Kwa-lote. Surat itu luar biasa pentingnya bagi perjuangan dan kalau sampai terjatuh ke tangan musuh, celaka."

"Surat apakah yang kau maksudkan itu, The-twako?" Kun Hong memancing.

The Sun tidak segera menjawab, dari gerakannya tahulah Kun Hong bahwa pemuda itu pergi mendekati pintu, agaknya menyelidik kalau-kalau ada orang yang mendengarkan di tempat itu. Namun dengan ketajaman telinganya Kun Hong yakin bahwa di tempat itu, selain mereka berdua, tidak ada orang lain lagi.

Kemudian The Sun datang lagi mendekati Kun Hong dan berkata lirih. "Surat itu adalah surat peninggalan mendiang kaisar tua yang diserahkan kepada bekas pembesar Tan Hok. Isi surat itu mengatakan bahwa kaisar tua memberi kekuasaan penuh kepada Raja Muda Yung Lo dari utara untuk mewakilinya memberi hukuman kepada kaisar muda yang baru ini andaikata kaisar baru ini menyeleweng. Nah, bukankah amat penting surat itu? Jika surat itu diperlihatkan kepada para menteri dan pembesar yang berada di kota raja, tentu menimbulkan keributan besar karena sebagian besar tentu saja tunduk kepada pesan terakhir kaisar tua pendiri Kerajaan Beng. Sebaliknya kalau terjatuh ke tangan musuh dan dibasmi, tentu amat merugikan perjuangan."

Mendengar ini, makin menipis keraguan hati Kun Hong. Tak salah lagi, pemuda gagah ini tentulah seorang pejuang yang diberi kepercayaan dari Raja Muda Yung Lo. Memang patut diberi kepercayaan karena orang ini amat cerdik. Kalau tidak cerdik, mana mungkin seorang yang bertugas mata-mata dapat seenaknya tinggal di kota raja, malah dikenal oleh para penjaga dan pengawal istana sebagai seorang kongcu dan siucai? Ingin sekali dia tahu murid siapakah pemuda ini dan sampai di mana tingkat ilmu silatnya. Tentu saja Kun Hong tidak berani bertanya tentang ini, apalagi menguji kepandaiannya, namun diam-diam dia sudah menjadi makin kagum saja.

"Wah, kalau begitu benar-benar amat penting surat rahasia itu, The-twake. Sayang aku tidak tahu akan hal itu.

Tentang mahkota kuno ini, aku bermaksud untuk menyerahkan kepada seorang sahabat baikku. Maka kuharap kau sudi menolongku mencarikan sahabatku itu. Dia seorang pejuang kawakan dan tentu kau mengenalnya."

"Siapakah dia?"

"Dia adalah Hwa I Lokai ketua dari perkumpulan pengemis Hwa I Kaipang."

"Ah, dia.....?" Suara The Sun terdengar seperti orang kaget. Akan tetapi menjadi tenang kembali ketika berkata. "Tentu saja aku, mengenalnya dengan baik. Siapa yang tidak mengenal Hwa I Lokai yang amat lihai? Akan tetapi, mencari Hwa I Lokai kiranya lebih sukar daripada mencari iblis sendiri. Perkumpulan pengemis itu adalah perkumpulan rahasia, sama pengaruhnya seperti perkumpulan Pek-lian-pai yang juga menentang kaisar."

Kun Hong mengangguk-angguk. "Kurasa kalau kau dapat mencari seorang dua orang anggauta Hwa I Kaipang dan dapat mengajak mereka, tentu akan mudah menjumpai Hwa I Lokai. Tolonglah cari dia dan ajak Hwa I Lokai datang ke sini menemuiku. Asal kau katakan bahwa Kwa Kun Hong yang minta dia datang, pasti dia akan datang ke sini."

"Wah-wah, kiranya kau begini berpengaruh, Kwa-lote? benar-benar membuat aku makin tunduk dan kagum."

"Bukan, bukan........ sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjuangan. Soalnya karena....... beberapa tahun yang lalu aku pernah mencampuri urusan dalam mereka, urusan Hwa I Kaipang dan akhirnya aku diangkat mereka menjadi ketua kehormatan. Itulah, tidak ada sebab lain."

The Sun diam sampai lama, agaknya bimbang dan ragu apakah dia akan mampu mencari kakek itu. Kemudian katanya lagi, "Kwa-lote, daripada susah-susah mencari Hwa I Lokai, apakah bedanya kalau kau serahkan saja tugas itu kepadaku? Disuruh ke mana pun aku akan pergi, asal saja urusan itu penting untuk perjuangan."

"Maaf, The-twako, soalnya bukan tidak percaya kepadamu, akan tetapi aku harus tidak mengecewakan paman Tan Hok yang sudah menaruh kepercayaan kepadaku."

Akhirnya The Sun pergi setelah berkata, "Baik akan kucari Hwa I Lokai. Kau tunggulah saja di sini, lote."

Ternyata Kun Hong harus menanti sehari penuh. Hari telah mulai sore dan Kun Hong sudah kehabisan sabar. Selain merasa lelah menunggu dan lapar, dia juga tidak suka berada dalam keadaan yang serba tiada ketentuan itu. Dia sudah hampir pergi meninggalkan tempat itu untuk mencoba mencari sendiri ketika terdengar derap langkah beberapa orang memasuki bangunan tua ini. Kun Hong cepat berdiri tegak menanti dengan sikap tenang namun penuh kesiap siagaan. Kiranya The Sun yang datang itu, bersama tiga orang kakek pengemis.

"Kwa-lote, tidak mungkin bertemu dengan Hwa I Lokai karena dia sedang pergi keluar kota, agaknya ke utara. Akan tetapi aku bertemu dengan tiga orang tokoh Hwa I Kaipang, kuajak mereka ke sini."

Adapun tiga orang pengemis tua yang pakaiannya berkembang-kembang itu begitu, melihat Kun Hong lalu serentak menjatuhkan diri berlutut dan seorang di antara mereka berkata,

"Ah, kiranya Kwa-pangcu (ketua pengemis Kwa) berada di sini! Kami bertiga pengemis tua menyampaikan hormat kepada Kwa-pangcu."

"Sam-wi lokai (Saudara pengemis tua bertiga) tidak usah berlutut dan terlalu sungkan, akan tetapi aku tidak mengenal suara sam-wi. Maaf, sam-wi siapakah dan apa kedudukan sam-wi di Hwa I Kai-pang?"

"Tidak aneh kalau Kwa-pangcu belum mengenal kami karena sudah bertahun-tahun Kwa-pangcu tidak pernah datang mengunjungi Hwa I Kaipang. Kami bertiga adalah pembantu-pembantu Lo-pang di samping Coa Lokai, sebagai pengganti dari Sun Lokai dan Beng Lokai yang telah diusir. Kami bertiga tahu semua akan kejadian beberapa tahun yang lalu ketika Kwa-pangcu datang dan membereskan keruwetan yang terjadi pada Hwa I Kaipang."

Kun Hong mengangguk-angguk. Teringat dia akan pengalaman-pengalamannya beberapa tahun yang lalu sebelum dia menjadi cacat kedua matanya. Memang, karena dia berhasil membereskan keributan yang terjadi karena perebutan kedudukan ketua di perkumpulan Hwa I Kaipang, dia malah diangkat menjadi ketua mereka (baca Rajawali Emas)! Dengan menggunakan akal untuk mencegah terjadinya keributan, dia menerima kedudukan ketua, akan tetapi dia mewakilkannya kembali kepada Hwa I Lokai yang dia angkat menjadi ji-pangcu (ketua ke dua). Tiba-tiba muka Kun Hong mengerut di bagian antara kedua matanya yang buta. Kenapa ketiga orang pengemis tua ini menyebut Hwa I Lokai sebagai lo-pangcu, tidak ji-pangcu?

"Lo-pangcu kami sedang pergi ke utara untuk tugas perjuangan, dan pangcu telah memesan kepada kami apabila ada orang mencarinya untuk menyampaikan pesan rahasia atau surat rahasia, boleh kami mewakilinya. Oleh karena itu, setelah mendengar keterangan tentang Kwa-pangcu dari The-kongcu, kami segera datang menghadap ke sini. Sekarang, kami menanti perintah dan petunjuk Kwa-pangcu."

Tiba-tiba Kun Hong membuat gerakan kilat dan tahu-tahu tangannya telah menangkap pergelangan lengan pengemis terdekat, lalu dia membentak.

"Siapakah kalian? Jangan coba-coba mengelabui seorang buta! Kalian bukanlah pembantu-pembantu Hwa I Lokai!"

Pada saat itu terdengar suara ribut-ribut di luar bangunan itu dan ternyata banyak sekali orang berpakaian pengawal istana berlompatan masuk. Di antara suara mereka, Kun Hong mengenal suara Tiat-jiu Souw Ki yang berseru, "Betul dia si buta yang merampas mahkota kuno. Hati-hati dia lihai!"

Pengemis yang dipegang pergelangan tangannya oleh Kun Hong itu berseru keras dan meronta. Kun Hong terpaksa melepaskan pegangannya karena dia harus menghadapi bahaya baru yang datang dari luar. Dia taksir bahwa yang datang ini belasan orang banyaknya dan segera terdengar suara senjata tajam dicabut dan digerakkan.

"Kwa Kun Hong, kau sudah terkepung! Lebih baik menyerah dan serahkan mahkota serta surat rahasia yang dipercayakan Tan Hok kepadamu!" terdengar suara seorang laki-laki tua yang suaranya tinggi melengking.

Dari gerak-gerik mereka itu tahulah Kun Hong bahwa dia dikepung oleh orang-orang pandai yang memiliki kepandaian tinggi. Namun dia tidak gentar, siap mempertahankan mahkota kuno itu dengan taruhan nyawanya. Hanya satu hal yang membuat dia gelisah, yaitu keselamatan The Sun. Kasihan kalau sampai pemuda itu ikut celaka karena menolongnya. Dia ingin memancing pertempuran agar semua orang mengeroyoknya dan memberi kesempatan kepada The Sun dalam keributan itu untuk melarikan diri. Dia lalu tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha-ha, anjing-anjing penjilat kaisar lalim! Kalau memang kaisar muda yang baru ini seorang yang benar, mengapa takut akan segala surat rahasia peninggalan kaisar tua? Aku tidak tahu di mana surat yang kalian cari-cari itu, akan tetapi kalau mahkota kuno memang berada padaku. Akan tetapi jangan harap aku sudi menyerah dan memberikan mahkota kuno itu kepada siapa pun juga di antara kalian! Kalau kalian dapat, boleh tangkap aku!"

Tentu saja para pengawal istana itu marah sekali mendengar betapa seorang buta menantang mereka. Mereka itu memaki-maki dan mulai mendesak maju untuk berlomba menangkap atau merobohkan Kun Hong.

Tiba-tiba tiga orang berpakaian pengemis itu yang berdiri paling dekat dengan Kun Hong dan yang diam-diam telah mempersiapkan senjata mereka, yaitu masing-masing sebatang tongkat, serentak menyerang....... Kun Hong!

Kalau saja Kun Hong tadinya tidak menaruh hati curiga kepada tiga orang ini, agaknya dia akan terkena serangan gelap, atau setidaknya akan terkejut sekali. Akan tetapi dia tadi memang sudah menduga bahwa tiga orang pengemis ini adalah anggauta-anggauta Hwa I Kaipang yang palsu, yang agaknya sengaja menyamar sebagai anggauta-anggauta Hwa I Kaipang untuk menipunya. Maka sekarang menghadapi penyerangan mereka, dia malah tertawa mengejek, tubuhnya berkelebat cepat dan aneh, kedua tangannya bekerja dan....... berturut-turut tubuh tiga orang pengemis tua itu melayang ke arah para pengawal yang maju hendak mengeroyoknya.

Akan tetapi Kun Hong segera harus mencurahkan seluruh perhatiannya menghadapi pengereyokan para pengawal istana yang mulai dengan penyerangan mereka itu. Mula-mula dia hanya mempergunakan langkah-langkah ajaib untuk menghindarkan diri dari setiap sambaran senjata, akan tetapi karena para pengeroyoknya terdiri dari orang-orang berkepandaian tinggi, Kun Hong mulai menggerakkan tongkatnya untuk menangkis.

"The-twako, harap lekas kau pergi!" Kun Hong sempat berseru beberapa kali karena dia benar-benar nnerasa khawatir kalau-kalau penolongnya itu akan terbawa-bawa. Akan tetapi tak mungkin dia dapat memperhatikan dan mencari tahu keadaan pemuda itu karena kepungan dan pengeroyokan ketat para pengawal istana itu benar-benar membuat dia sangat sibuk. Telah ada beberapa buah senjata lawan dapat dia pukul dan terlepas dari pegangan, sedangkan tangan kirinya sudah merobohkan tiga orang yang terkena dorongannya. Akan tetapi serbuan para pengeroyok makin hebat sehingga terpaksa Kun Hong kini mainkan Ilmu Pedang Im-yang-sin-kiam sambil tidak lupa mencelat ke sana ke mari mempergunakan langkah sakti dari ilmu Silat Kim-tiauw-kun. Ributlah para pengeroyok itu, terdengar seruan-seruan kaget dan beberapa orang roboh lagi. Akan tetapi mereka itu roboh hanya untuk sejenak saja karena Kun Hong sama sekali tidak mau mempergunakan pukulan maut, cukup baginya kalau dapat mendorong orang roboh atau membuat senjatanya terlempar.

"The-twako, tinggalkan aku......!" Dia sempat berseru lagi sambil berusaha membuka jalan ke luar dari rumah itu. Dia dapat menduga bahwa waktunya sekarang tentu hampir malam, karena dia tadi telah menunggu sehari penuh dan hawa siang yang panas telah mulai menghilang tadi.

"The-twako, pergilah, biar aku menghadapi sendiri anjing-anjing ini!" serunya lagi. Dia pikir bahwa kalau hari sudah menjadi gelap dan dia sudah berhasil ke luar dari kepungan dan lari ke luar rumah, agaknya akan lebih mudah baginya untuk melarikan diri. Tentu saja dia akan dikejar, akan tetapi dia dapat merobohkan setiap orang pengejar dan mencoba untuk lari keluar dari tembok kota raja, atau mencari tempat sembunyi yang lebih baik.

"Kwa-lote, jangan khawatir aku membantumu!" tiba-tiba suara The Sun terdengar dan tahu-tahu pemuda itu sudah berada di dekatnya, malah kini The Sun menggerakkan pedangnya menangkis beberapa senjata para pengeroyok.

"Ah, jangan, The-twako. Tak perlu kau membantu, larilah.......!" kata Kun Hong sambil menghantam runtuh sebuah tombak panjang dengan tangan kirinya yang dimiringkan.

"Aha, kau hebat, Lote. Tapi, jangan kira aku pengecut! Aku pun berani mengorbankan nyawa untuk perjuangan......."

"Ah, jangan......." Kun Hong terharu dan saking marahnya kepada para pengeroyok, sekali kaki kirinya menendang, dua orang berteriak kesakitan dan terlempar ke belakang.

"Kwa-lote, kulihat para perwira kerajaan datang. Mereka lihai....... aku tidak takut, akan tetapi sayang....... bagaimana kalau sampai rahasia yang kau bawa terjatuh ke tangan mereka? Lebih baik kau serahkan kepadaku, katakan ke mana harus kusampaikan rahasia itu lebih penting daripada nyawa kita."

Kun Hong memutar otaknya sambil menghadapi pengeroyokan yang makin ketat itu. Benar juga, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan mahkota kuno dengan rahasianya, hanya menyerahkan kepada The Sun.

"Lekas, ambil mahkota di buntalanku....... kau bawa lari......."

"....... mahkota.......?" The Sun berbisik, suaranya kecewa, "untuk apa benda itu? Surat rahasia itu yang penting!"

"Tiada waktu bicara panjang lebar......" Kun Hong mengambil keluar mahkota itu dan menyerahkan kepada The Sun dengan tangan kirinya sedangkan tongkatnya diputar melindungi mereka berdua. "Bawa ini kepada anggauta-anggauta Pek-lian-pai, tentu mereka mengerti....... lekas kau pergi......."

The Sun menerima mahkota itu. Pada saat itu, empat orang perwira yang bersenjata golok telah menerjang masuk. Gerakan golok mereka berat dan cepat. Desir angin senjata mereka membuat Kun Hong maklum bahwa kali ini dia harus mempertahankan diri mati-matian karena sekian jumlah musuh amat banyak, juga ternyata makin lama yang datang mengeroyoknya adalah orang-orang yang makin tinggi ilmu kepandaiannya.

"The-twako lekas pergi! Menanti apa lagi?" bentaknya ketika belum juga dia mendengar sahabatnya itu melompat pergi meninggalkannya.

Lama The Sun tak menjawab kemudian terdengar suaranya. "Nanti dulu, aku menanti saat baik......." Pada saat itu, empat buah golok besar yang bergerak bagaikan empat ekor naga menyambar, bercuitan di atas kepada Kun Hong, dibarengi bentakan seorang di antara para perwira.

"Pemberontak buta, lebih baik kau menyerah!"

Kun Hong terkejut sekali. Jurus keempat buah golok yang dipersatukan ini benar-benar amat berbahaya. Cepat dia melintangkan tongkatnya di depan dada dan kakinya yang kiri tiba-tiba menyapu dengan gerakan cepat tak terduga. Empat orang perwira itu kaget dan meloncat sambil membabatkan golok. Kun Hong menangkis sekaligus, tongkatnya seakan-akan tergencet empat batang golok dari empat orang perwira yang mempersatukan tenaga. Kun Hong menanti saat baik untuk memperoleh kemenangan, akan tetapi tiba-tiba dia mendengar The Sun mendekatinya, Dia mengira bahwa sahabatnya ini hendak membantunya karena mengkhawatirkan keadaannya. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika mendada dia merasa betapa jalan darahnya di punggung ditotok orang. Seketika tubuhnya menjadi lemas seperti lumpuh dan pada saat itu, sebatang pedang tajam yang datang dari tempat The Sun menyambar, menikam ke arah lambungnya!

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed