Skip to main content

Pendekar Buta 35 -> karya : kho ping hoo

Nagai Ici tertawa. Dia sebetulnya seorang yang berwatak pendiam dan serius (sungguh-sungguh), akan tetapi berhadapan dengan dara lincah seperti ini mau tak mau bangkit kegembiraannya, sepasang matanya yang biasanya tenang dan tajam itu kini bersinar-sinar, wajahnya yang gagah tampan berseri-seri.

"Hayo, kau mau bilang apa lekas bilang sebelum pedangku bicara, jangan cuma cengar-cengir seperti kunyuk mencium cuka!" Loan Ki membentak lagi. Dasar gadis lucu jenaka, sedang marah pun lucu, sama sekali tidak membuat orang takut.

"Nona....... besar, maksudku....... eh, apa perlunya "kita mengadu senjata? Senjata pedang adalah benda tajam yang berbahaya, bagaimana kalau sampai melanggar tubuh? Lebih baik kita mengadu kepandaian dengan tangan kosong saja."

"Ihhh, siapa sudi? Tadi sudah kulihat bahwa hanya dengan pedangmu yang bengkok itu kau pandai berkelahi. Kalau bertangan kosong, kau hanya mengandalkan cengkeraman dan tangkapan. Mana aku sudi bersentuh tangan dengan kau? Hayo lekas serang dengan pedangmu!"

Nagai Ici tetap ragu-ragu. Ia telah belasan tahun mempelajari ilmu pedang, dan selama ini samurainya amat ganas dan dikenal sebagai Samurai Merah. Ilmu pedangnya adalah ilmu pedang khusus untuk merobohkan lawan, begitu samurainya berkelebat, tentu membabat putus sesuatu. Mana dia tega melukai nona yang dia kagumi ini?

"Wah, kenapa bengong saja? Apa kau kira aku takut melihat pedangmu yang bengkok dan jelek itu? Pedang apa itu, pantasnya untuk potong babi!"

Diejek begini, panas juga hati Nagai Ici. Dia akan memperlihatkan kepandiannya dan tentu saja dia akan berhati-hati agar jangan sampai salah tangan melukai dara ini.

"Hemmm, kau hendak mengenal Samurai Merah? Bersiaplah!" bentaknya.

"Samurai Merah atau samurai belang bonteng, perduli apa aku? Hayo serang kalau berani, ngomong saja dari tadi kerjanya!" ejek Loan Ki. Ia sendiri memang berwatak aneh, mudah marah, mudah gembira, lebih banyak gembiranya daripada marahnya. Sekarang pun kemarahannya karena dimaki tukang nyolong tadi sudah mereda dan ia menghadapi pedang jago muda Jepang itu terutama sekali karena ingin menguji sampai di mana kehebatan ilmu pedang aneh itu.

"Awas!" teriak Nagai Ici dan samurainya berkelebat membuat gerakan segitiga di depan tubuhnya. Indah gaya pertahanan pertama dan dia lalu diam tak bergerak, hanya biji matanya yang hidup meneliti setiap gerakan lawan, terutama gerakan kedua lengan.

Loan Ki sudah tahu bahwa ilmu pedang orang ini memang aneh, sifatnya diam menanti serangan. Kalau ia pun diam menanti, agaknya mereka berdua akan berdiri berhadapan memasang kuda-kuda dan berdiam terus seperti patung sampai seorang di antara mereka kalah karena menjadi kesemutan akibat berdiri diam terlalu lama. Maka ia tidak sudi menjadi patung dan cepat bagaikan kilat menyambar, pedangnya berkelebat menjadi segunduk sinar menerjang maju.

"Haaaaiiiiit!" Nagai Ici berseru keras saking kagetnya melihat betapa ujung pedang gadis itu seakan-akan berubah menjadi belasan batang, tergetar dan menerjang kepadanya secara aneh, sukar diduga ke arah mana ujung pedang itu akan menusuk! Dia segera, memutar samurainya sekuat tenaga, membabat ke arah bayangan ujung-ujung pedang itu dengan maksud mempergunakan tenaganya untuk menghantam pedang gadis itu agar terlepas dari pegangan.

"Wuuuuuttttt!" Samurainya yang berat, tajam dan bergerak cepat itu ternyata hanya menghantam angin belaka karena secara tiba-tiba belasan ujung pedang lawan itu sudah lenyap dan kembali berubah menjadi segundukan sinar pedang menyerangnya, kini dari kanan kiri atas bawah tak tentu ujung pangkalnya.

"Bagus...........!" Mau tak mau Nagai Ici berseru memuji. Inilah hebat, pikirnya. Ilmu pedang yang luar biasa, jauh lebih hebat daripada ilmu golok ketua Hui-houw-pang tadi. Maklumlah dia bahwa gadis itu benar-benar bukan hanya mempunyai ilmu "gertak sambal" belaka, melainkan benar-benar seorang gadis muda yang "berisi", yaitu yang memiliki kepandaian tinggi. Makin gembiralah hatinya dari berkurang keraguannya karena kini dia tidak takut lagi untuk salah tangan sebab maklum bahwa gadis itu cukup mampu menjaga diri. Cepat dia memutar samurainya dan sinar pedang samurai itu berkilat-kilat menyambar ke arah gulungan sinar pedang Loan Ki.

Dari angin sambaran pedang samurai, Loan Ki maklum bahwa orang muda itu memiliki tenaga gwakang (tenaga luar) yang amat kuat, maka ia tidak berani mengadu pedang, kuatir kalau-kalau pedangnya akan rusak bertemu dengan samurai yang digerakkan oleh tenaga gajah itu. Ia mempergunakan kegesitannya dan bersilat dengan Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut yang luar biasa. Gerakannya indah dan lemah lembut, seperti seorang bidadari kahyangan tengah menari, pinggangnya yang ramping bergerak-gerak lemas, lehernya ikut pula bergerak-gerak, langkahnya berlenggang-lenggok dan untuk melengkapi ilmu pedang ini yang memang mengharuskannya sebagai taktik, ia tersenyum-senyum dan mengerling dengan amat manis dan ayunya. Memang dahulu pencipta ilmu pedang ini, yaitu Si Pendekar Baju Merah Ang I Niocu, sengaja menciptakan ilmu pedang yang luar biasa untuk mengalahkan lawan-lawan berat. Bentuk tarian indah gemulai disertai senyum dikulum dan kerling memikat sesuai dengan wajah yang cantik jelita, semata-mata adalah taktik untuk mengacaukan konsentrasi (pemusatan pikiran) dan melemahkan daya tempur lawan.

Tentu saja Nagai Ici melihat ini semua dan hatinya berdebar tidak karuan. Bukan main indahnya ilmu pedang yang seperti tarian itu dan wajah gadis lincah itu makin lama makin cantik menarik. Akan tetapi pemuda Jepang ini bukanlah seorang manusia biasa yang mudah lumpuh oleh kecantikan wanita. Semenjak kecil dia sudah digembleng oleh seorang daimyo (pendekar bernama besar) yang sakti, tidak saja diwarisi ilmu bermain samurai yang ampuh, juga sudah digembleng memperkuat batin dengan cara bersamadhi dan menyatukan pikiran. Oleh karena ini, biarpun dia amat tertarik dan kagum melihat lawannya, dia segera dapat menekan perasaannya dan memperhebat gerakan samurainya, malah kini dia menguras semua jurus pilihan dan yang paling rahasia dari ilmu pedangnya untuk menghadapi ilmu pedang lawan yang kelemah-gemulai namun mengandung daya serangan yang amat dahsyat.

Diam-diam Loan Ki kagum juga. ilmu silat aneh dengan pedang aneh pula ini kiranya setelah bergebrak, tidaklah selambat yang ia duga. Pertahanannya kokoh kuat dan biarpun serangannya tidak terlalu sering, namun tiap kali menyerang laksana kilat menyambar dari udara cerah. Inilah inti ilmu pedang lawannya dan inilah yang membuat berkali-kali samurainya itu berhasil tiap kali berkelebat. Kiranya memang mengandung gerakan menyerang tersembunyi seperti kilat yang menyambar dari angkasa yang sehingga sama sekali tidak tersangka-sangka datangnya. Iapun merasa malu kalau sampai kalah, maka ia mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua simpanan jurus ilmu pedangnya.

Hebat bukan main pertandingan itu. Jauh lebih hebat daripada tadi. Akan tetapi sekarang tidak nampak mengerikan sehingga lima orang gadis tawanan itu yang sejak tadi melongo dan terheran-heran, sekarang pada berdiri menonton dengan kagum. Bagi mereka yang tidak mengerti ilmu silat, kelihatannya dua orang muda itu seperti sedang menari-nari secara indah dan aneh. Pedang dan samurai itu lenyap dari pandangan mata mereka, yang tampak hanyalah segulung sinar pedang seperti awan putih bergerak-gerak, dibarengi melesatnya sinar seperti kilat menyambari awan itu!

Seratus jurus lebih mereka bertanding, hampir satu jam lamanya. Mereka berdua sudah gobyos (bermandi peluh) dan sudah mulai lelah karena dalam pertandingan itu mereka mempergunakan semua tenaga dan kepandaian. Loan Ki mulai penasaran dan tidak sabar.

Ia menanti kesempatan baik dan tiba-tiba dengan pengerahan tenaga Iweekangnya ia menghantam samurai lawan sekuatnya.

"Tranggggg!!" Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika dua batang pedang itu bertemu dengan amat kerasnya. Nagai Ici mengeluarkan suara keras seperti harimau menggereng dan tubuhnya terhuyung mundur tiga langkah. Loan Ki sendiri tergetar telapak tangannya dan cepat ia memindahkan pedang pada tangan kirinya. Karena ia sempat melompat kesamping, maka ia tidak sampai terhuyung seperti lawannya.

Keduanya memeriksa pedang, kemudian saling pandang dengan napas terengah-engah. Nagai Ici tertawa lebih dulu, kagumnya bukan kepalang, akan tetapi dia juga puas dan bangga karena betapapun juga, gadis luar biasa itu sudah berkenalan dengan samurainya yang lihai.

"Hek-heh, kau benar hebat, Nona. Selama hidupku baru kali ini aku melihat seorang gadis muda yang begini hebat. Sebelum ini, mendengar pun belum pernah. Ilmu pedangmu luar biasa, kepandaianmu hebat. Akan tetapi, betapapun juga kau takkan mampu mengalahkan aku."

"Ih, sombongnya! Baru mengandalkan pedang bengkok itu saja sudah berani membuka mulut besar. Kau tidak merasa bahwa aku tadi sengaja mengalah mengingat bahwa kau orang asing? Huh, benar-benar tak punya perasaan dan tidak malu. Pedang bengkokmu itu siapa sih yang takut? Kalau mau, dalam segebrakan aku sanggup membikin putus lehermu, tahu?"

"Ha-ha-ha, Nona benar-benar pandai berkelakar! Sudah jelas kita bertanding sampai mandi keringat belum ada yang terluka, belum ada yang kalah atau menang, bagaimana kau bisa bilang dalam segebrakan dapat memenggal leherku? Ha-ha-ha, lucu!"

"Hemm, dasar tak tahu malu, tak berperasaan. Kau mau bukti?"

Tentu saja Nagai Ici tidak percaya, dia merasa penasaran sekali. Dia, Samurai Merah yang di Jepang sudah terkenal sekali, mana mungkin dalam segebrakan saja terpenggal lehernya oleh seorang gadis cilik?

"Boleh! Kau buktikanlah dan coba kau penggal leherku, tidak dalam segebrakan, malah dalam seribu gebrakan sekalipun boleh!" dia menantang dan sengaja dia mengulur lehernya.

"Huh, kau kira aku algojo?" Loan Ki mendengus marah. "Biarpun kau kurang ajar setengah mati, tadi kau menentang penjahat, berarti kau bukan penjahat. Aku tidak biasa membunuh orang yang bukan penjahat. Tetapi aku bisa buktikan, bahwa aku seribu kali lebih pandai daripadamu dan bahwa tadi aku sengaja mengalah, hanya kau yang buta perasaan tidak tahu diri."

"Heh-heh, kau tekebur sekali. Bagaimana kau akan membuktikan?"

"Kau boleh gunakan pedang bengkok pemotong babi itu untuk melawan aku yang akan melayanimu dengan bertangan kosong!" Loan Ki tersenyum mengejek dan tanpa perdulikan wajah lawan yang kelihatan kaget itu ia menyambung, "Lebih dari itu malah, dengar wahai kadal, kuda, babi! Tidak saja aku melayani pedang bengkokmu itu dengan tangan kosong, juga aku akan membiarkan kau menyerang sesukamu tanpa membalas. Kalau aku membalas sekali pukulan saja boleh dianggap kalah!"

Nagai Ici melengak. Benar-benar terlalu gadis liar ini, pikirnya dengan perut terasa panas. Menghina orang tanpa takaran. Mana ada aturan seperti ini? Seorang jantan tulen seperti dia menyerang seorang gadis bertangan kosong menggunakan samurai? Dan gadis itu malah tidak akan membalas sama sekali? Waduh, dia dianggap anak kecil yang masih ingusan saja oleh gadis nakal itu keparat!

"Nona, apakah otakmu waras?"

Kini Loan Ki yang melengak, lalu membanting-banting kaki tanda marah. "Kau yang edan! Kau yang gila, gendeng dan miring otakmu!" Ia memaki-maki marah lagi sejadi-jadinya asal hatinya yang mengkal dapat merasa "plong".

Melihat sikap yang sungguh-sungguh itu, mulai meragulah hati Nagai Ici. Siapa tahu gadis ini bicara sungguh-sungguh? Wah, hebat kalau begitu.

"Nona, begini saja sekarang. Bukan watakku untuk menyerang seorang lawan, apalagi seorang gadis seperti kau, menggunakan samurai sedangkan yang kuserang bertangan kosong dan tidak akan membalas. Sekarang begini saja, aku menerima tantanganmu tapi caranya begini. Aku akan menyerangmu selama tiga jurus dan aku tanggung dalam tiga jurus itu, aku akan dapat memilih dengan samuraiku satu di antara empat macam benda di tubuhmu, yaitu pertama pita rambutmu, ke dua ujung ikat pinggangmu, ke tiga ujung ronce pedangmu dan ke empat ujung lengan bajumu. Dalam tiga jurus saja pasti sebuah di antara yang empat tadi dapat kubabat putus, malah mungkin lebih dari satu atau keempatnya sekaligus! Tapi kalau hal ini terjadi, kau harus menyatakan bahwa aku tidak kalah olehmu dan bahwa kepandaianku tidak berada di bawah kepandaianmu. Nah, bukankah ini adil namanya!"

Loan Ki mengernyitkan hidungnya, ditarik ke atas ujung hidungnya sehingga nampak lucu sekali. "Aduh-aduh, sombongnya! Tiga jurus katamu? Jadikan tiga puluh jurus baru aku sudi melayani. Nah, tiga puluh jurus kau boleh menyerangku dengan pedang pemotong babi itu, kalau dapat kau tabas sedikit saja sebuah di antara yang empat itu, biarlah aku mengaku kalah. Akan tetapi kalau dalam tiga puluh jurus tak berhasil bagaimana?"

"Tiga puluh jurus? Tidak berhasil? Tak mungkin!"

"Janji tinggal janji, jangan menyombong dulu. Wah laki-laki kok ceriwis amat, bicara saja!"

"Biarlah aku berjanji, kalau dalam tiga puluh jurus pedangku ini tidak berhasil membabat putus sebuah di antara empat benda tadi, biarlah aku mengangkat kau menjadi guruku!"

"Hi-hik, punya murid macam kau bikin repot saja! Kau berjanji akan merubah sikapmu, tidak ceriwis dan cerewet lagi dan akan taat dan menuruti segala perintahku, bersedia menjadi bujang atau pelayanku?"

Merah wajah Nagai Ici. Inilah penghinaan besar. Akan tetapi dia yakin bahwa dia tak mungkin kalah dalam taruhan ini. Andaikata dia kalah, hal itu berarti bahwa gadis ini benar-benar seorang dewi yang sakti, lebih sakti daripada gurunya di Jepang, maka sudah sepatutnya kalau dia angkat menjadi gurunya yang baru dan sebagai murid, tentu saja dia harus mentaati gurunya dan rela mengabdi dan menjadi pelayan.

"Baik, aku berjanji!" Dia berkata sambil mengacungkan samurainya ke atas di depan dahi sebagai tanda sumpah.

"Nah, mulai seranglah!" seru Loan Ki setelah menyimpan pedangnya. Sengaja ia miringkan tubuh melambai-lambaikan ujung lengan baju, ikat pinggang, pita rambut dan ronce pedangnya agar mudah dibabat pedang lawan! Melihat ini, Nagai Ici berseru keras lalu mulai menyerang. Samurainya berkilat menyambar, kemerahan dan dengan kecepatan yang dahsyat.

Namun tiba-tiba jago muda Jepang itu berseru terheran-heran. Dia melihat betapa gadis itu kini bergerak amat aneh, jauh bedanya dengan gerakan tadi ketika melawannya dengan pedang. Tadi gadis itu gerakannya lemah gemulai, seperti seorang penari dari surga, begitu indah menarik. Sekarang, gadis itu melangkah ke sana ke mari dengan kaku dan aneh, terhuyung-huyung dan meloncat-loncat sambil jongkok berdiri tidak karuan, tubuhnya ditekuk ke sana ke mari, miring ke kanan kiri depan belakang. Pendeknya gerakan gadis itu sekarang amatlah buruk dilihat seperti gerakan orang mabuk. Akan tetapi hebatnya, semua sambaran samurainya mengenai angin belaka dan betapapun cepat dan kuat dia menerjang, dia seakan-akan menghadapi dan menyerang bayangannya sendiri.

Tentu saja jago muda Jepang ini tidak pernah mimpi bahwa gadis itu sekarang menggunakan langkah ajaib dari Ilmu Silat Kim-tiauw-kun, ilmu yang tergolong di deretan paling tinggi di dunia persilatan. Inilah ilmu langkah ajaib yang diberi nama Hui-thian-jip-te (Terbang ke Langit Ambles ke Bumi) dan yang dipelajari oleh Loan Ki dari Si Pendekar Buta Kwa Kun Hong! Kiranya karena memiliki modal ilmu ini maka Loan Ki berani menantang dan bersombong di depan Samurai Merah itu.

Tadi ia telah mengerahkan seluruh kepandaiannya, namun ia maklum bahwa untuk merobohkan lawan tangguh ini, bukanlah hal mudah baginya. Akan tetapi sebaliknya, Samurai Merah juga takkan mungkin dapat merobohkannya, apalagi kalau ia menggunakan Hui-thian-jip-te untuk menyelamatkan diri.

Makin lama Nagai Ici menjadi makin penasaran. Dia bertekad mencapai kemenangan, mengeluarkan pekiknya yang dahsyat, samurainya menyambar-nyambar laksana naga sakti mengamuk, namun hanya tampaknya saja samurainya hampir mengenai sasaran, kenyataannya selalu hanya berhasil membacok angin kosong. Setelah belasan kali serangannya tidak berhasil, mulailah dia merasa kaget, heran, dan kagum, malah kemudian bulu tengkuknya berdiri meremang saking ngerinya melihat betapa dengan berjongkok dan melompat-lompat seperti katak atau seperti seorang anak kecil bermain-main, gadis itu dengan mudah sekali menghindarkan diri dari sambaran samurainya! Ilmu ibliskah yang dipergunakan gadis ini?

Tiga puluh jurus lewat dan jangankan samurai itu mengenai sasaran. Mencium sedikit pun tak pernah. Nagai Ici adalah seorang laki laki sejati. Tepat setelah jurus ke tiga puluh lewat tanpa hasil, dia lalu menghentikan serangannya, melempar samurainya ke atas tanah lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Loan Ki dan berkata, "Mulai saat ini murid mentaati segala petunjuk dan perintah Guru."

Terbelalak mata Loan Ki memandang. Tapi yang dipandangnya tetap berlutut dengan kepala tunduk sehingga yang tampak olehnya hanya rambut hitam digelung ke atas itu. Inilah sama sekali tak pernah diduganya! Sama sekali ia tidak pernah mengira bahwa pemuda ini benar-benar hendak memenuhi janjinya dan mengangkatnya sebagai guru!

"Gila!" teriaknya. "Siapa sudi menjadi gurumu? Kalau kau muridku, berarti aku gurumu dan kau akan menyebut ibu guru kepadaku? Setan, jangan kau menghina, ya? Aku belum tua, lebih muda daripadamu, mana bisa menjadi guru orang dewasa?"

Nagai Ici mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat dalam keadaan masih berlutut. "Saya sudah menikmati kehebatan ilmu kepandaian Guru dan sudah kalah janji. Terserah bagaimana kehendak Guru, murid hanya akan menurut dan mentaati."

"Baik, kalau begitu dengarkan perintahku. Pertama, kau tak boleh berlutut, hayo lekas berdiri. Aku bukan ratu, bukan pula puteri istana dan kau lebih tua daripadaku. Bisa kualat aku kalau kau sembah-sembah. Berdirilah!"

Nagai Ici bangkit berdiri dengan sikap hormat.

"Nah, sekarang dengarkan perintahku selanjutnya. Namaku Loan Ki, Tan Loan Ki dan di dunia kang-ouw aku diberi julukan Bi-yan-cu (Si Walet Jelita). Kau tak boleh menyebut aku ibu guru, sebut saja namaku. Aku pun akan menyebutmu Nagai Ici begitu saja. Mengerti!"

Nagai Ici mengangguk, di dalam hatinya bingung dan juga geli melihat sikap gadis yang luar biasa dan yang sekaligus meruntuhkan hatinya ini, Juga lima orang gadis tawanan yang sejak tadi menonton, diam-diam saling pandang dan tersenyum simpul.

"Sekarang tugasmu yang pertama adalah membantuku mengantar para gadis tawanan itu pulang ke kampung masing-masing."

"Baik, Nona. Tapi........... izinkanlah murid mengubur..........."

Berhenti Nagai Ici ketika melihat betapa Loan Ki melotot rnarah, "Mengapa mesti menyebut diri sendiri murid? Aku bukan gurumu! Bilang saja aku, habis perkara!"

"Maaf, aku....... aku akan mengubur mayat-mayat itu lebih dulu......."

Loan Ki mengangguk. Hatinya setuju dan diam-diam ia memuji pribadi orang ini, akan tetapi mulutnya mengomel. "Manusia jahat seperti binatang, mayatnya sama pula dengan bangkai, perlu apa banyak rewel? Hayo lekas, cepat saja kubur jangan biarkan aku terlalu lama menunggu."

Nagai Ici tersenyum dan cepat-cepat dia menggali lubang untuk mengubur mayat-mayat para penjahat yang menjadi korban samurainya tadi. Adapun Loan Ki mendekati para gadis tawanan yang menyambutnya penuh hormat. Dengan terharu mereka menjawab pertanyaan Loan Ki tentang kampung halaman mereka dan tentang pengalaman mereka diculik oleh para penjahat Hui-houw-pang untuk dibawa secara paksa ke kota raja. Mereka ini kiranya adalah gadis-gadis yang tinggal di kampung dekat Sungai Kuning, anak dari para petani. Memang mereka cantik-cantik karena memang mereka adalah kembang yang paling cantik di dalam dusun masing-masing. Menurut penuturan mereka, sudah terlalu sering terjadi perampokan gadis-gadis ini, baik oleh orang-orang Hui-houw-pang maupun oleh para bajak Kiang-liong-pang atau para penjahat lain yang berusaha untuk mengeduk keuntungan sebesar-besarnya atau mencari muka baik dari kaisar baru dan para pejabat tinggi di kota raja yang akan menyambut gembira persembahan berupa gadis-gadis cantik itu.

Loan Ki mendengarkan dengan hati sakit. Ia seorang gadis berjiwa sederhana yang tidak mengerti tentang tata negara, tidak tahu menahu akan keadaan di kota raja dan tentang kehidupan para pembesar. Akan tetapi, mendengar penuturan yang disertai cucuran air mata oleh para gadis itu, pendekar wanita ini menggertak gigi dan menyatakan kebenciannya terhadap kaisar baru dan para kaki tangannya dengan memaki-maki sejadinya.

Memang, amat menyedihkan kalau dalam sebuah negara, para pembesar yang oleh rakyat dianggap pemimpin, melakukan penyelewengan penyelewengan dan hanya mementingkan kesenangan pribadi saja. Sudah terlampau banyak contoh terdapat dalam sejarah kuno betapa kaum ningrat, kaum berkuasa yang memegang tampuk pemerintahan, selalu mabuk akan kekuasaan dan apabila kekuasaan sudah berada di tangan, dimabuk segala macam kemaksiatan! Mengapa begini?

Mengapa banyak sekali terjadi contoh-contoh menyolok, di mana bekas-bekas pejuang yang dahulu ikut berjuang menumbangkan kekuasaan Mongol, yang dahulu benar-benar menjadi seorang ksatria yang rela dan siap mengorbankan nyawa guna tanah air dan bangsa, setelah perjuangan berhasil dan dia mendapat kedudukan, lalu berubah tabiatnya seperti bumi dengan langit, berubah menjadi ningrat atau pembesar yang menimbun diri dengan perbuatan maksiat? Mengapa terjadi ini semua?

Jawaban satu-satunya kiranya hanya terletak pada diri pribadi masing-masing! Kemaksiatan timbul karena dorongan nafsu yang tak dapat dikekang dan yang memaksa manusianya melaksanakan dorongannya. Ini hanya dapat terjadi kalau si manusia itu lemah batinnya, lemah pertahanan di dalam hatinya sehingga tidak kuat menghadapi penyerbuan nafsu-nafsu yang laksana iblis setiap saat mendobrak pertahanan batin manusia. Kekuatan batin melemah karena pengaruh keadaan sekeliling, karena keadaan ling kungan hidupnya, karena contoh-contoh hidup yang diperlihatkan atasannya. Kalau atasannya mabuk kedudukan, bawahannya pun tentu demikian. Kalau atasannya mabuk wanita, bawahannyapun takkan berbeda jauh dan demikian selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed