Skip to main content

Pendekar Buta 33 -> karya : kho ping hoo

Laki-laki Jepang itu tertawa pendek, lalu menepuk dada dengan tangan kiri dan menepuk gagang pedangnya dengan tangan kanan "HuH, kiranya kalian ini hanya ular-ular tanah biasa. Wah, memang nasibku, jauh-jauh datang dari negeriku untuk mencari guru yang pandai di sini, kiranya yang kujumpai sama sekali bukan guru-guru pandai, melainkan penjahat-penjahat biadab. Eh, Lauw Teng, tentang menangkap aku menjadi tawanan mudah saja, akan tetapi katakan dulu siapakah wanita-wanita itu dan mengapa kau menculiknya? Seorang laki-laki harus berani mempertanggung jawabkan perbuatannya."

Lauw Teng tertawa bergelak. Agaknya ucapan ini menggelikan hatinya. Dia mengangkat dada dan berkata, "Orang gila... dengarlah baik baik. Memang pekerjaan kami adalah penjaga gunung dan hutan, akan tetapi bukanlah, tukang-tukang menculik gadis-gadis cantik. Ketahuilah, gadis-gadis ini akan kami bawa ke kota raja, karena kaisar baru sedang mengadakan pemilihan gadis-gadis cantik untuk menambah jumlah selir-selir barunya. Yang dengan suka rela hendak memasuki pemilihan itu tentu diangkut dengan tandu, akan tetapi gadis-gadis kepala batu yang menolak ini terpaksa kami belenggu dan kami bawa dengan paksa."

Laki-laki itu menyumpah-nyumpah dalam bahasa Jepang, membanting kaki kanannya, lalu berkata, "Keparat.......... Kiranya di mana-mana sama saja. Orang-orang besar hanya memuaskan nafsu jahatnya, tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan. Aha, penjahat-penjahat rendah. Untuk perbuatan kalian mencuri daging panggangku, aku mau memberi ampun. Akan tetapi untuk perbuatan menculik gadis itu, jangan harap aku dapat mengampuni kalau kalian tidak segera membebaskan mereka!"

"Aduh...........!" Loan Ki baiknya dapat menahan jeritnya sambil menutup mulut dengan tangan. Ia tadi makan daging sambil seluruh perhatiannya tertuju ke bawah, amat kagum mendengar ucapan orang asing yang ternyata seorang Jepang itu. Begitu asyik ia mendengarkan sampai-sampai beberapa kali ia kena menggigit tulang paha, malah baru saja ia salah menggigit bibir sehingga tanpa terasa ia mengeluarkan keluhan mengaduh!

"Huh, dasar daging curian, dimakan pun mendatangkan celaka!" gerutunya sambil melempar paha yang tinggal tulang-tulangnya saja itu. Bibirnya agak menyendol oleh gigitan tadi. Ia kini nongkrong di atas cabang dan mengintai terus, hatinya tertarik sekali dan kegembiraan memenuhi hatinya karena ia merasa yakin akan menyaksikan pertandingan yang menarik.

Sementara itu, ketua Hui-houw-pang sebetulnya kagum melihat pemuda Jepang yang bertubuh kokoh kuat dan bersikap gagah itu. Diam diam dia merasa sayang dan alangkah baiknya kalau dia dapat menarik orang ini menjadi anak buahnya, karena selain dia dapat menggunakan tenaganya, juga orang ini tentu akan dapat dijadikan perantara untuk berhubungan dengan para bajak Jepang yang terkenal itu untuk menambah kekuatan Hui-houw-pang. Maka dia lalu berkata,

"Orang muda Jepang, kau benar-benar sombong. Kalau kau hendak mencari guru, tak usah jauh-jauh, sekarang juga kau sudah berhadapan dengan seorang guru. Siapakah namamu dan kalau kau mau, aku suka menerima kau sebagai muridku."

Pemuda itu mengerutkan alisnya yang tebal panjang berbentuk golok, memandang tajam.
"Kau...........? Kepala tukang culik gadis menjadi guruku? Hemm, aku Nagai Ici di negeriku terkenal dengan julukan Samurai Merah! Orang yang patut menjadi guruku harus dapat mengalahkan pedang samuraiku lebih dulu!"

"Buaya Jepang, jangan menjual lagak di sini!" bentak seorang anak buah Hui-houw-pang yang menjadi kaki tangan Lauw Teng. Perampok itu bcrtubuh tinggi besar dan terkenal akan tenaganya yang seperti gajah. Melihat betapa seorang pemuda Jepang yang tubuhnya hanya sedang saja besarnya berani menghina dan menantang kepalanya, dia tak dapat menahan sabar lagi. "Pangcu (ketua), biarlah saya menghajarnya!"

Lauw Teng menganggukkan kepala. Memang dia ingin menguji kepandaian orang Jepang ini agar dia dapat menilai sampai di mana kemampuannya. Pembantunya itu sambil berseru keras lalu menyerbu dengan tangan kosong, melakukan penyerangan dengan kedua lengannya yang besar dan kuat. Kepalan tangannya yang sebesar kepala orang itu menyambar, bertubi-tubi menghantam ke arah leher dan dada Nagai Ici.

Nagai Ici yang berjuluk Samurai Merah itu seperti semua pendekar di negerinya, sama pula dengan para pendekar di Tiongkok, tidak mau sembarangan menggunakan pedang kalau tidak terpaksa. Melihat datangnya penyerangan yang biarpun amat kuat namun lamban ini, dia bersikap tenang-tenang saja. Begitu kepalan tangan itu menyambarnya, dia tidak mengelak mundur, malah melangkah maju sambil miringkan tubuhnya, lalu secepat kilat dari pinggir ia mencengkeram, sekaligus dia berhasil mencengkeram belakang siku kanan lawan dan belakang leher. Kakinya digeser memasuki selangkangan lawan, tubuhnya direndahkan dan...........sekali gentak tubuh yang tinggi besar dari lawannya itu terbang ke atas sampai tiga meter tingginya lalu terbanting roboh seperti pohon tumbang. Orang itu terbanting keras dan tidak mampu bangun kembali!

Nagai Ici tersenyum mengejek. "Begini saya kemampuan orangmu? Hemmm, pantas pekerjaannya menculik gadis-gadis lemah!"

Dari tempat yang tinggi di atas pohon Loan Ki menonton dengan penuh perhatian. Ia kagum karena ilmu gulat yang dipergunakan orang Jepang itu benar-benar cepat dan tangkas. Itulah ilmu yang mengandung tenaga Iweekang dengan cara meminjam tenaga lawan, sekali gentak dapat membikin lawan terlempar dan terbanting. Benar-benar cerdik sekali gerakan tadi dan ia dapat menduga bahwa menghadapi orang Jepang ini amatlah tidak baik kalau lawan sampai kena terpegang.

Lauw Teng juga kagum dan gembira. Ternyata dugaannya tidak keliru. Orang muda Jepang ini kuat dan tangkas, cukup berharga untuk dijadikan pembantunya. Akan tetapi dia belum yakin betul, maka dia memberi tanda kepada tiga orang pembantunya untuk maju mengeroyok. Tiga orang pembantu ini meloncat ke depan dan menghunus golok mereka. Mereka ini adalah tiga orang yang boleh diandalkan karena termasuk murid-murid pilihan dari Lauw Teng yang sudah menerima pelajaran ilmu golok ketua Hui-houw-pang itu,

"Eh-eh, beginikah kegagahan Hui-houw-pang? Ha-ha, macan terbang macam apa ini, beraninya melakukan pengeroyokan?" Nagai Ici mengejek. Hui-houw-pang berarti Perkumpulan Macan Terbang, maka ejekan ini benar-benar memanaskan hati orang-orang Hui-houw-pang. Akan tetapi Lauw Teng, yang mempunyai maksud menarik pemuda Jepang itu untuk memperkuat kedudukan perkumpulannya tidak marah melainkan menjawab,

"Kau kalahkan dulu tiga orang pembantuku ini, kalau bisa mengalahkan mereka baru kau cukup berharga untuk melawanku." Dengan ucapan ini, sekaligus Lauw Teng menangkis ejekan itu dan malah mengangkat kedudukan dirinya sendiri.

"Bagus! Majulah!" Nagai Ici menantang tiga orang perampok itu tanpa mencabut pedangnya, akan tetapi kuda-kudanya yang kokoh kuat membayangkan bahwa setiap saat ia siap mencabut senjata itu karena tangan kirinya dengan jari-jari terbuka berdiri lurus di depan dada sedangkan tangan kanannya melintang di pinggang mendekati gagang pedang.

"Jepang sombong, cabut pedangmu!" bentak seorang di antara tiga pembantu Lauw Teng itu. Mereka ini terkenal sebagai tukang-tukang pukul ketua Hui-houw-pang, ditakuti orang ilmu golok mereka, masa sekarang sekaligus maju bertiga menghadapi seorang Jepang yang bertangan kosong?

"Heh, tidak biasa Samurai Merah diperintah orang untuk mencabut samurai atau tidak. Samurai dicabut untuk dipergunakan, bukan untuk pameran seperti golok kalian. Kalau saatnya tiba, tak usah kalian minta, samurai tentu akan kucabut dan kalau sudah begitu, menyesal pun kalian sudah terlambat!"

Ucapan ini gagah dan tabah, akan tetapi juga memanaskan hati. Tiga orang itu menjadi marah sekali. Sambil berteriak memaki lalu menggerakkan golok masing-masing. Sinar golok berkilauan menyambar dan mengurung diri Samurai Merah. Pendekar muda dari Jepang itu berusaha untuk mempergunakan kegesitannya menghindar dan mencari kesempatan untuk menangkap lengan lawan. Akan tetapi diam-diam dia terkejut. Pendekar ini belum lama datang dari Jepang, belum banyak dia bertanding melawan jago-jago silat di Tiongkok sehingga dia tidak begitu mengerti akan sifat ilmu silat yang asing baginya ini. Ilmu silat mengutamakan kecepatan, sama sekali tidak memberi kesempatan kepada lawan untuk balas menyerang. Apalagi ilmu golok adalah ilmu permainan senjata yang paling cepat gerakannya, yang mengutamakan bacokan, guratan dan tusukan sehingga mata golok yang amat tajam serta ujungnya yang runcing itu tiada hentinya menyambar mencari kulit dan daging lawan. Melihat betapa tiga batang golok itu rnengurungnya dari semua penjuru, sibuk jugalah Nagai Ici, Baiknya dia memang memiliki kegesitan yang luar biasa sehingga biarpun dia harus montang-manting, melejit dan berjumpalitan ke sana ke mari, dapat juga dia menyelamatkan dirinya. Dia berteriak keras dan tubuhnya mencelat lima meter jauhnya keluar dari kalangan pertempuran.

Tiga orang pengeroyoknya mendapat hati, mengira bahwa jago Jepang itu terdesak dan ketakutan hingga melarikan diri. Sambil memaki dan tertawa mengejek ketiganya menyerbu sekaligus dan menghujani serangan kepada Nagai Ici Si Samurai Merah.

Tiba-tiba terdengar pekik dahsyat dari mulut jago Jepang itu, pekik berbunyi "yaaaaat!" tiga kali disusul menyambarnya sinar kemerahan tiga kali pula. Terdengar pekik kesakitan, golok jatuh berdencing dan pertempuran kacau-balau. Ketika keadaan hening kembali, si jago muda dari Jepang itu sudah berdiri dengan kuda-kudanya yang gagah, yaitu kedua kaki dipentang lebar, tubuh merendah, tangan kiri diangkat tinggi di atas kepala dengan jari-jari terbuka lurus ke atas, tangan kanan di atas gagang pedang samurai yang ternyata kini telah bersarang kembali ke dalam sarung pedang di pinggangnya. Sepasang matanya yang tajam berkilau itu menyapu kanan kiri. Sikapnya garang dan gagah seperti seekor harimau menghadapi bahaya!

Loan Ki kagum bukan main. Ini merupakan pemandangan baru baginya. Tiga orang pengeroyok tadi kini terhuyung-huyung ke belakang memegangi lengan kanan masing-masing yang sudah tidak bertangan lagi! Kiranya tangan kanan mereka sudah putus sebatas pergelangan dan jatuh berikut golok yang dipegangnya. Hebat sekali gerakan samurai tadi. Di samping kekagumannya, Loan Ki juga gembira sekaii. Selama hidupnya belum pernah ia menyaksikan sikap dan gerak-gerik seorang jago silat seperti orang itu. Setiap orang jago silat yang ia ketahui, mengandalkan kecepatan yang wajar, mengambil inti sari ilmu silat yang praktis dan langsung dipergunakan dalam pertandingan untuk mencapai kemenangan mendahului lawan. Akan tetapi jago Jepang ini lain lagi. Dia nampak tenang dan diam, seperti ayam jantan kalau lagi berlagak, diam tapi menanti saat untuk merobohkan lawan seperti yang dia perbuat tadi. Samurai telah dicabut dan benar seperti katanya tadi, sekali mencabut samurai pasti akan dipergunakan dengan hasil baik dan sekarang, sebelum pulih mata yang menjadi silau oleh kelebatan samurai, pedang itu sendiri telah bersarang kembali di tempatnya!

Lauw Teng juga kagum dan biarpun tiga orang pembantunya menjadi orang-orang tiada guna lagi karena tangan kanan mereka buntung. Namun dia tidak kehilangan kegembiraannya. Makin besar hasratnya menarik jago Jepang itu menjadi pembantunya, dan dia merasa bahwa dia takkan kalah dalam hal ilmu silat melawan jago Jepang ini.

"Bagus, Nagai Ici. Kau benar-benar gagah perkasa. Makin suka aku untuk menerimamu sebagai murid atau pembantuku. Lebih baik kita sudahi saja pertentangan ini dan kau kuangkat menjadi pembantuku, juga muridku. Bagaimana?"

Pandang mata Nagai Ici melayang ke arah lima orang gadis tawanan itu, mukanya menjadi merah dan dia berkata marah "Siapa sudi menjadi penculik gadis-gadis."

Lauw Teng tersenyum, memberi isyarat kepada orang-orangnya. Lima orang gadis tawanan yang ternyata amat cantik-cantik itu digiring maju, juga dua orang memanggul dua buah peti kayu hitam. Lauw Teng menghampiri dua peti kayu itu, lalu dibukanya. Kiranya terisi barang-barang perhiasan terbuat daripada perak dan emas terhias batu-batu permata yang berkilauan!

"Nagai Ici, kau lihat ini. Indah dan berharga sekali, bukan? Nah, dua peti benda berharga ini kuhadiahkan kepadamu kalau kau suka menjadi pembantuku dan seterusnya kau akan hidup dalam kemewahan!"

Pemuda Jepang itu mendengus seperti kuda mencium asap. "Heh! Samurai Merah tidak tamak akan harta benda!" jawabnya dengan suara keren. "Lauw Teng, tidak perlu kau membujukku dengan pameran emas permata. Biar kau tambah sepuluh kali itu, aku tidak sudi!"

Lauw Teng menutupkan kembali dua peti emas itu, lalu menarik tangan seorang gadis tawanan yang paling cantik di antara kelima orang gadis itu. Gadis ini masih muda, paling tua lima belas tahun usianya, tubuhnya ramping wajahnya cantik jelita. Sayang gadis itu nampak berduka, matanya sayu dan mukanya agak pucat, kain penutup leher terbuka sehingga terbayang kulit lehernya yang putih kuning berkulit halus.

"Eh, Nagai Ici, kau lihat gadis ini. Cantik jelita dan molek! Pantas ia menjadi selir baru terkasih dari kaisar. Akan tetapi, biarlah kuberikan ia kepadamu! Atau, kau boleh pilih di antara mereka ini, biar kuberikan kepadamu asal kau suka membantu kami. Apa katamu? Kau gagah dan masih muda, patut mempunyai kekasih secantik ia ini, ha-ha-ha!"

Sepasang mata pemuda Jepang itu memandangi gadis itu, dari atas ke bawah, lalu ke atas lagi untuk kemudian berhenti menatap. wajah gadis itu. Yang dipandang menunduk saja. Kemudian pandang mata Nagai Ici beralih kembali kepada Lauw Teng yang memandangnya dengan senyum penuh harap.

"Lauw-pangcu, aku suka menjadi muridmu asal kau dapat memenuhi tiga macam syaratku."

Lauw Teng sama sekali bukan terlalu ingin menarik pemuda Jepang itu sebagai murid. Maksud sebenarnya daripada keinginan hatinya ini berdasarkan kepada perhitungan agar melalui orang Jepang ini dia dapat mengadakan hubungan baik dan saling bantu dengan para bajak laut Jepang yang terkenal kuat. Hatinya tentu saja mendongkol sekali melihat sikap Nagai Ici yang demikian "jual mahal". Akan tetapi dia tersenyum dan menjawab.

"Boleh........ boleh........, katakan apa syarat-syaratmu yang tiga itu."

Loan Ki yang masih mengintai dan mendengarkan dari atas pohon, tertarik sekali dan alangkah kecewa, mendongkol dan marah hatinya ketika ia mendengar jawaban Nagai Ici yang mengemukakan syarat-syaratnya.

"Syarat pertama, dua peti harta itu diberikan kepadaku..........."

"Ha-ha-ha, boleh ....... boleh.......! Memang tadipun hendak kuberikan kepadamu!" jawab Lauw Teng sambil tertawa bergelak.

"Syarat ke dua, lima orang nona itu semua diserahkan kepadaku..........."

Sepasang mata Lauw Teng terbelalak melotot, kemudian dia tertawa berkakakan sampai perutnya yang gendut itu bergoyang-goyang. "...... ha-ha, ha-ha, waduh lahapnya! Lima sekaligus? Ha-ha, tak kusangka kau begini.......... begini.......... Ha-ha-ha-ha!"

"Setuju tidak dengan syarat kedua ini?" desak Nagai Ici tanpa perdulikan kelakar orang. Wajahnya masih keren dan sikapnya sungguh-sungguh.

"........... eeehmmm, sebetulnya susah........... mereka ini untuk kaisar............ tetapi biarlah, kami akan cari penggantinya. Nah, kau boleh ambil semua gadis ini, memang cantik-cantik mereka, masing-rnasing memiliki keindahan khas. Ha-ha, boleh kau ambil semua, Nagai Ici. Sekarang katakan, apa syarat ke tiga?"

"Nanti dulu, aku akan membereskan yang sudah diberikan kepadaku," kata pemuda Jepang itu sambil tersenyum. Wajahnya yang gagah tampan itu berseri ketika dia menghampiri lima orang gadis tawanan itu. Gadis-gadis itu memandang kepadanya dengan pelbagai perasaan. Ada yang nampak girang penuh harapan, ada yang takut-takut, akan tetapi rata-rata mereka merasa lebih senang terjatuh kedalam tangan pemuda asing yang ganteng ini daripada berada di tangan para perampok yang kasar dan bermulut kotor itu.

Loan Ki merasa mukanya panas dan dadanya penuh hawa amarah. Ingin ia meloncat turun dan menyerang orang Jepang yang tamak dan mata keranjang itu. Masa lima orang gadis dimintanya semua? Ini sudah keranjingan namanya! Akan tetapi ia menahan diri dan memandang terus, kali ini pandang matanya terhadap pemuda Jepang itu tidak bersinar kagum seperti tadi, melainkan bersinar panas berapi-api! Nagai Ici dengan muka berseri-seri dan mulut tersenyum mendekati gadis pertama, tangannya bergerak maju seperti orang hendak memeluk, mukanya mendekat seperti orang. hendak mencium! Gadis itu menjadi merah mukanya dan mundur selangkah, akan tetapi Nagal Ici maju terus dan di lain saat tali yang membelenggu kedua tangan gadis itu sudah putus oleh sekali renggutan tangan Nagai Ici yang amat kuat. Gadis itu tercengang, melihat kedua tangannya yang sudah bebas dan dengan bingung kini memandang pemuda asing yang sudah menghampiri gadis ke dua, melepaskan belenggu, lalu maju untuk menolong gadis-gadis yang lain. Setelah lima orang gadis itu bebas semua, dia mundur dan membungkuk dengan dalam di depan lima orang gadis itu yang kini hanya bisa berdiri melongo memandangnya dengan sinar mata bingung, heran, dan juga terima kasih bercampur keraguan.

Nagai Ici lalu menghampiri dua kotak tadi, membukanya dan mengambil perhiasan-perhiasan berharga itu, membagi-bagi kepada lima orang gadis tadi sekuat tenaga mereka membawa, malah dia bantu mengalung-ngalungkan perhiasan pada leher dan lengan mereka. Semua ini ditonton oleh Lauw Teng yang tertawa-tawa, juga para perampok tertawa-tawa karena merasa geli melihat tingkah laku pemuda Jepang yang agaknya hendak mengambil hati para gadis itu sebelum memaksa mereka menjadi selir-selirnya. Benar-benar seorang pemuda yang cerdik, pikir mereka. Hal pertama yang dilakukannya adalah membanjiri gadis-gadis itu dengan barang-barang hadiah untuk merebut hati dan kasih! Yang paling mendongkol adalah Loan Ki. Hatinya memaki-maki, "Laki-laki ceriwis! Pemuda gila perempuan! Si mata keranjang menyebalkan!"

Akan tetapi semua orang menjadi terheran-heran, juga Loan Ki, ketika melihat Samurai Merah itu sekali lagi menjura dalam sampai kepalanya hampir menyentuh tanah di depan para gadis itu sambil berkata, "Sekarang, Nona sekalian silakan pulang ke rumah masing-masing. Kalian kubebaskan!"

Lima orang gadis itu lebih heran dan bingung lagi, mereka saling pandang, tak kuasa mengeluarkan kata-kata saling terharu dan bingungnya, hanya nampak mereka menggeleng kepala, malah ada yang mulai menangis. Nagai Ici memandang dengan mata terbelalak, kemudian mengerutkan alisnya yang tebal, menggeleng-geleng kepala dan berkata,

"Ah, agaknya Nona sekalian tidak berani pulang sendiri? Baiklah, silakan kalian mengaso di sana, di bawah pohon besar itu, biar aku menyelesaikan urusanku dengan orang-orang ini. Nanti saya yang akan mengantar Nona semua pulang ke kampung dan rumah masing-masing.

Lima orang gadis itu menjadi girang sekali dan mulailah wajah mereka berseri-seri dan senyum-senyum manis tersembul di balik keharuan dan air mata, menambah jelita wajah dara-dara muda itu. Dengan langkah halus dan gontai karena terlampau berat beban barang-barang berharga itu, mereka mentaati permintaan Nagai Ici dan pergi ke bawah pohon besar, lalu duduk bersimpuh di atas akar pohon. Loan Ki yang bersembunyi di atas pohon itu, diam-diam menjadi merah mukanya, malu kepada diri sendiri yang tadi memaki-maki pemuda Jepang itu dengan tuduhan yang bukan-bukan. Kini ia kembali mencurahkan perhatiannya kepada pendekar muda dari Jepang itu.

Sementara itu, Lauw Teng mulai curiga dan marah. Dia melangkah maju, meraba gagang goloknya dan suaranya sudah kehilangan keramahannya ketika dia bertanya, "Nagai Ici, apa maksudmu dcngan semua ini? Jangan kau main-main denganku!"

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed