Skip to main content

Pendekar Buta 29 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Hui Siang juga mati kutunya menghadapi Hui Kauw. Kalau Hui Kauw mau sudah sejak tadi ia dapat merobohkan adiknya. Akan tetapi ia tidak tega dan sekarang melihat betapa Bun Wan sudah kalah iapun berseru nyaring, terdengar suara keras dan pedang di tangan Hui Siang mencelat dan terbang entah ke mana! Gadis cantik jelita yang galak itu, seperti juga Bun Wan, telah dilucuti. Kini iapun berdiri tegak di depan Hui Kauw dengan mata mendelik penuh kebencian. Akan tetapi Hui Kauw tidak perduli kepadanya, melainkan bergerak melangkah ke depan Bun Wan. Matanya mengeluarkan sinar berapi-api yang membuat Bun Wan bergidik. Ada sesuatu dalam sikap nona muka hitam ini yang membuat dia tunduk dan bergidik.

"Orang she Bun! Tanpa sengaja aku tadi sudah mendengar semua perbuatanmu yang tak senonoh dan merusak kehormatan nama penghuni Ching-coa-to. Ingat baik-baik ucapanku ini. Biarpun mulai sekarang aku tidak menjadi penghuni Ching-coa-to lagi, akan tetapi kalau kelak aku mendengar bahwa kau tidak bertanggung jawab dan tidak mau menikah dengan adikku Hui Siang secara sah, aku bersumpah akan mencarimu, dan mengadu nyawa!"

"Saudara Bun Wan, ucapan nona Hui Kauw ini memang betul. Sebagai laki-laki sudah berani berbuat harus berani bertanggung jawab," kata pula Kun Hong.

Bun Wan tidak menjawab, hanya menarik napas panjang menekan perasaannya sedangkan Hui Siang yang mendengar betapa saudara angkat yang dibencinya itu juga si mata buta bicara untuk kepentingannya, ia hanya bisa terisak menangis.

"Kun Hong, mari kita pergi!" Hui Kauw menyambar tangan Kun Hong dan keduanya dengan gerakan cepat laksana burung-burung terbang, pergi dari pulau itu menuju ke pantai. Mereka tidak bicara sesuatu, tenggelam dalam perasaan masing-masing ketika menyeberangi telaga. Baru setelah mereka berdua meloncat ke daratan, Kun Hong berkata,

"Nona ..........."

"Kun Hong, kuharap kau tidak menggunakan sebutan itu," potong Hui Kauw cepat-cepat.

"Hui Kauw, budi pertolonganmu kali ini besar sekali artinya. Aku amat berterima kasih kepadamu dan takkan melupakan bantuan ini selamanya. Kau benar seorang yang amat berbudi dan berhati mulia."

Sampai lama Hui Kauw tidak menjawab, membuat Kun Hong heran dan menduga-duga sambil memasang telinga. Akan tetapi dia menjadi kaget ketika mendengar betapa gadis itu mengeluarkan suara keluhan lirih seperti orang mengerang atau merintih.

"Hui Kauw, kenapakah..........?" tanyanya sambil melangkah maju.
"Apakah kau sakit?
Terluka...........?"

Mendengar suara yang mengandung penuh kekuatiran ini dan melihat wajah pemuda buta itu kerut merut, Hui Kauw terisak perlahan tapi lalu ditahannya.

"Memang sakit, tak terperikan nyerinya.......... memang terluka, perih dan seperti ditusuk-tusuk jarum beracun rasanya..........."

Kun Hong seperti kena pukul, tunduk dan kerut di antara kedua matanya makin jelas. Dia menarik napas panjang, maklum apa yang dimaksud gadis itu. Yang sakit adalah perasaannya, yang terluka adalah hatinya. Dia maklum akan keadaan gadis itu. Dengan suara menggetar penuh keharuan dia berkata, mukanya tetap tunduk,

"Hui Kauw, akulah orangnya yang membuat kau menjadi begini. Dosaku bertumpuk terhadapmu, sebaliknya budimu amat besar bagiku sehingga tak mungkin aku dapat membalasnya. Kiranya tidak mungkin selama hidupku aku akan dapat membalas budimu, biarlah di penjelmaan lain kelak aku terlahir sebagai anjingmu atau kudamu.........."

"Kun Hong....... jangan kau bilang begitu........." suara Hui Kauw mengandung tangis.

"Hui Kauw, ucapanku tidak berlebihan. Tadinya kau hidup sebagai seorang nona majikan Ching-coa-to, hidup aman tenteram dan berbahagia di pulau itu bersama ibu dan adikmu. Setelah aku datang, terjadi malapetaka hebat menimpa dirimu. Malah paling akhir aku melakukan penghinaan, menolakmu di depan umum. Hebat sekali penghinaan ini. Dan apa balasmu? Kau malah tadi membantuku untuk mendapatkan kembali mahkota yang amat penting ini. Dengan pengorbanan terakhir lagi, yaitu permusuhan antara kau dan Hui Siang. Aku tahu, peristiwa itu tidak memungkinkan kau kembali ke pulau lagi. Dan kau hidup sebatangkara........ ah, Hui Kauw, bagaimana aku dapat balas menolongmu?"

Tiba-tiba Hui Kauw melangkah maju dan memegang kedua lengan Kun Hong. Pemuda buta ini merasa betapa tangan itu agak dingin menggigil dan mencengkeram tangannya erat-erat. Dia pun balas menggenggam sehingga dua puluh jari-jari tangan itu saling genggam, menyalurkan perasaan hati masing-masing yang menggelora.

"Kun Hong....... Kun Hong........ di samping perasaan iba di hatimu terhadapku, tidak adakah.......... rasa kasih sayang sedikit saja?"

Suara hati Kun Hong meluap melalui mulutnya tanpa dia sadari lagi. "Demi Tuhan Yang Maha kasih, Hui Kauw, aku........ aku amat sayang kepadamu, aku amat kasih kepadamu semenjak pertama kali aku mendengar suaramu..........."

Hui Kauw mengeluarkan suara perlahan seperti orang merintih, lalu ia tiba-tiba merangkul leher Kun Hong dan menangis di atas dada pemuda itu. Kun Hong menepuk-nepuk pundak dan mengelus-elus rambut yang halus dan berbau harum sambil menghela napas berkali-kali.

"Terima kasih, Kun Hong. Kalau begitu........... biarlah aku ikut denganmu ke mana saja kau pergi."

Sampai lama Kun Hong tak dapat menjawab. Kesadarannya kembali. Kemudian tergetar suaranya ketika berkata, "Tidak mungkin, Hui Kauw........... tidak mungkin........... biarpun aku amat cinta kepadamu, tak mungkin aku melakukan itu..........."

"Mengapa tidak, Kun Hong? Bukankah kita berdua sudah pernah berlutut bersama di depan meja sembahyang biarpun kau kemudian menolaknya? Kun Hong, aku........... aku........... menganggap bahwa aku telah menjadi........... isterimu........ apa pun yang terjadi........... aku telah berhutang nyawa kepadamu dan aku....... ah........... aku cinta kepadamu, Kun Hong............"

Kun Hong merasa betapa hatinya seperti ditusuk-tusuk. Kemudian dia menggeleng keras-keras kepalanya karena terbayang dia akan wajah Cui Bi. "Tidak, Hui Kauw, jangan begitu. Aku seorang buta, tak berharga........... tak berani aku membawa kau ikut menderita. Kau mulia dan agung, kau seorang gadis cantik jelita seperti bidadari, kau patut bersuamikan seorang pemuda yang berbudi dan gagah perkasa, menjadi isteri seorang pria yang terhormat, bukan seorang jembel buta macam aku..........."

"Tidak, tidak...........! Kun Hong, kau selalu merendahkan diri sendiri. Kau semulia-mulianya orang dalam pandanganku. Biarpun kau buta, hatimu tidak buta. Tentang aku........... ah, alangkah indahnya kata-katamu yang memujiku seperti bidadari. Sebenarnya aku buruk rupa, Kun Hong."

"Siapa bilang? Kau secantik-cantiknya orang, kau bidadari!" pemuda itu membantah dengan suara keras. Hui Kauw mengeluarkan suara ketawa aneh, pahit dan perih, lalu ia melepaskan rangkulannya. "Kun Hong, bagaimana kau begini yakin akan kecantikanku? Kau tak pandai melihat..........."

"Cukup dengan mendengar, suaramu Hui Kauw. Kalau aku........... eh, andaikata aku dapat meraba mukamu, tentu aku akan lebih yakin lagi............ tapi maaf, ini hanya seandainya..........."

"Nah, kau rabalah! Kau rabalah biar kau tahu betapa mukaku hitam dan buruk."

"Aku tidak berani, Hui Kauw........... aku tidak berani kurang ajar kepadamu..........." Kun Hong menolak akan tetapi suaranya gemetar karena betapapun juga, amat sangat inginnya meraba muka gadis itu untuk dapat membayangkan bentuk mukanya.

"Kun Hong, aku telah dapat melihat mukamu sepuas hatiku, tapi kau........... ah, kau rabalah agar kau dapat mengenalku, dapat mengenal seorang wanita yang selalu akan mengenangmu selama hidup, akan mencintaimu selama hayat dikandung badan, biar kau telah menolaknya, biar kau tidak mau menerimanya..........." Sampai di sini Hui Kauw menangis.

"Hui Kauw...........! Jangan bilang begitu."

Tapi sambil menangis terisak-isak Hui Kauw menyambar kedua tangan Kun Hong, ditariknya ke arah mukanya sambil tersendat-sendat berkata, "Rabalah........ rabalah.........."

Sepuluh jari tangan yang amat halus perasaannya itu meraba muka Hui Kauw yang basah air mata. Seperti dalam mimpi Kun Hong meraba dahi yang halus tertutup rambut sinom berurai ke bawah, bergerak ke bawah meraba alis yang panjang melengkung, pelupuk mata tipis dengan bulu mata panjang, sepasang pipi yang halus dengan bentuk sempurna, hidung yang kecil mancung, bibir yang lunak, dagu meruncing, telinga, leher........ lalu kembali lagi ke atas. Bibirnya bergerak-gerak mengeluarkan bisikan berkali-kali,

"Kau cantik jelita........... kau cantik jelita........... ah, Hui Kauw........... alangkah cantik engkau..........."

Kata-kata ini memperhebat tangis gadis itu yang kembali memeluknya dan menempelkan muka ke dadanya. "Aduh, Kun Hong........... selama aku hidup, baru kali ini ada orang memuji kecantikanku........... semua orang mengejekku, mengatakan aku si muka hitam, si muka buruk.......... Kun Hong, kau kasihanilah aku, kalau betul kau mencintaku seperti aku mencintamu, kau bawalah aku, biarlah aku ikut denganmu..........."

Tiba-tiba Kun Hong sadar lagi dan dia memegang pundak gadis itu, didorong menjauhinya, lalu dia berkata, suaranya tegas,

"Hui Kauw, cukup semuanya ini! Kau adalah seorang gadis perkasa, tidak seharusnya bersikap lemah. Akupun harus malu akan kelemahan hatiku sendiri. Hui Kauw, mukamu tidak apa-apa. Warna hitam itu hanya karena racun dan aku sanggup untuk mengobatimu, membuat kulit mukamu kembali putih bersih. Biarlah aku mengobatimu agar kau mendapatkan kecantikanmu kembali, agar kau dapat bertemu dengan jodoh yang terhormat, yang gagah, yang baik dan..........."

"Diam!!" Tiba-tiba Hui Kauw berteriak keras, agaknya marah sekali. "Kun Hong, jangan kau kira aku seorang wanita macam itu! Sekali aku sudah menyerahkan hatiku kepadamu, sampai mati aku tetap bersetia. Biarpun kau tidak suka menerimaku, aku tetap menganggap diriku sudah menjadi isterimu dan selama hidupku aku takkan menikah dengan orang lain. Biarlah mukaku tetap begini karena aku tidak berniat menarik hati orang lain. Tapi, setidaknya, kau katakanlah mengapa hatimu sekeras ini. Aku dapat merasa betapa kau pun benar benar membalas cintaku, akan tetapi mengapa kau menolakku? Mengapa? Aku bisa mati penasaran kalau kau tidak memberi tahu sebabnya."

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed