Skip to main content

Pendekar Buta 24 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Sin-kiam-eng sudah menjadi marah sekali mendengar jawaban Song-bun-kwi tadi. Dengan sikap keren dan mata berapi dia membentak.

"Tua bangka she Kwee, kau benar-benar iblis yang tidak aturan. Kalau hendak mencari Thai-lek-sin yang tidak berada di sini, atau hendak menantang aku mengadu kepandaian, kenapa mesti pakai membunuh-bunuhi orang-orangku yang tidak tahu apa-apa? Apakah ini perbuatan orang gagah?"

"Ha-ha, Tan Beng Kui bocah sombong. Kalau mereka tidak mengeroyok aku si tua bangka, apakah mereka itu bisa mampus sendiri? Hayo lekas keluarkan ilmu pedangmu, ha-ha-ha, sudah lama benar aku merindukan Ilmu Pedang Sian-li-kiam-sut, ilmu pedang yang berhasil dipakai oleh murid untuk membunuh gurunya sendiri itu, ha-ha-ha!"

Ucapan Song-bun-kwi ini benar-benar menusuk ulu hati Beng Kui. Seperti diceritakan dalam cerita Rajawali Emas, Sin-kiam-eng Tan Beng Kui ini dahulu adalah murid kepala dari Raja Pedang Cia Hui Gan dan raja pedang ini tewas karena pengeroyokan beberapa orang tokoh tinggi, di antaranya juga Song-bun-kwi Kwee Lun sendiri dan hebatnya, murid kepala itu juga ikut mengeroyok gurunya! Seketika wajah Beng Kui menjadi pucat dan dengan mata berapi dia membentak,

"Song-bun-kwi iblis laknat! Kaulah seorang pengeroyok guruku itu dan biarlah sekarang aku menebus dosa terhadap guru dengan membalaskan sakit hatinya kepadamu." Sinar berkilauan menyambar dan tahu-tahu pedang di tangan Sin-kiam-eng Tan Beng Kui telah menyerbu ke arah Song-bun-kwi.

Kaget juga iblis tua ini menyaksikan kehebatan ilmu pedang lawan. Dalam beberapa tahun ini agaknya Tan Beng Kui tidak menganggur saja, akan tetapi memperdalam ilmu pedangnya sehingga makin cepat dan kuat, mengandung hawa serangan yang dahsyat. Song-bun-kwi cepat mengibaskan ujung lengan bajunya menangkis sinar pedang yang demikian cepat mengancam dadanya.

"Brettt!" Ujung lengan baju itu terbabat putus, akan tetapi Sin-kiam-eng sendiri terhuyung mundur dua langkah. Dari keadaan ini saja dapatlah dibayangkan betapa hebatnya dua orang yang kini sedang berhadapan ini. Keduanya adalah jago-jago tua yang tak boleh dipandang ringan. Kaget hati Song-bun-kwi, akan tetapi segera dia kegirangan sekali karena biarpun dia tidak bertemu dengan Thai-lek-sin, kiranya jago pedang ini cukup tangguh untuk dia ajak berlatih. Memang bagi seorang bangkotan seperti Song-bun-kwi, bertempur hanya merupakan latihan belaka dan luka atau tewas dalam latihan ini bukanlah apa-apa baginya, lumrah!

Terbabat putus ujung lengan bajunya, Song-bun-kwi malah tertawa bergelak. Tahu-tahu sebatang pedang telah berada di tangannya dan segera terjadilah pertandingan yang hebat. Ilmu pedang yang dimainkan oleh Tan Beng Kui adalah ilmu pedang keturunan yang bersumber pada Ilmu Pedang Im-yang-sin-kiam pula, yaitu ilmu Pedang Sian-li-kiam-sut (ilmu Pedang Bidadari). Akan tetapi karena ilmu pedang ini dahulunya khusus diciptakan untuk pemain wanita, maka oleh Beng Kui telah diubah dan ditambah sedemikian rupa sehingga ketika dia yang mainkan, ilmu pedang ini dari sebuah ilmu pedang seperti tari-tarian yang amat indah, berubah menjadi sebuah ilmu pedang yang sifatnya ganas dan sukar diikuti perubahan dan perkembangannya.

Pedangnya berubah menjadi segulung sinar pedang yang pecah ke sana ke mari seperti bunga api, akan tetapi bagaikan bunga api, setiap pecahan atau letupan bunga api merupakan penyerangan ujung pedang yang akan dapat merobohkan lawan karena yang diserang selalu bagian-bagian tubuh yang lemah. Apalagi kini menghadapi seorang tokoh besar seperti Song-bun-kwi, tentu saja Sin-kiam-eng Tan Beng Kui tidak berani main-main dan sengaja dia mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan seluruh ilmu simpanannya.

Di lain fihak, Song-bun-kwi bukan seorang jagoan baru. Siapa yang tidak mengenai Si Setan Berkabung ini? Namanya dahulu menggegerkan kolong langit, dikenal semua jagoan sejagat. Selain ilmu kepandaiannya bermacam-macam dan hebat-hebat, juga akhir-akhir ini dia menemukan, kitab yang mengandung inti pelajaran Yang-sin-kiam sehingga kalau dia boleh diumpamakan seekor singa, dengan didapatkannya ilmu Yang-sin-kiam ini dia seakan-akan mendapat sepasang sayap menjadi singa bersayap! Demikian hebat kepandaian kakek ini sehingga jarang sekali orang di dunia persilatan melihat dia bertempur mempergunakan pedangnya. Biasanya, hanya dengan mempergunakan senjata berupa sepasang ujung lengan bajunya saja, sukarlah lawan mengalahkan kakek sakti ini.

Akan tetapi, menghadapi Ilmu Pedang Sian-li-kiam-sut yang dimainkan Tan Beng Kui sekarang ini, tak mungkin kakek sakti hanya melawan dengan kedua ujung lengan bajunya. Sin-kiam-eng terlampau kuat untuk itu, dan Sian-li-kiam-sut adalah ilmu pedang pilihan di seluruh muka bumi ini, masih merupakan pemecahan dari ilmu sakti Im-yang-sin-kiam, karenanya tidak boleh dibuat main-main. Inilah sebabnya mengapa kali ini terpaksa Song-bun-kwi mengeluarkan pedangnya dan segera pula mainkan Yang-sin-kiam-sut untuk menghadapi ilmu pedang lawan. Sesungguhnya, Ilmu Pedang Sian-li-kiam-sut masih sesumber dengan Ilmu Pedang Yang-sin-kiam-sut. Keduanya bersumber dari inti sari Ilmu Im-yang-sin-hoat yang ratusan tahun yang lalu dimiliki oleh Pendekar Sakti Bu Pun Su. Hanya saja Sian-li-kiam-sut adalah ciptaan menurut sumber itu dari Pendekar Wanita Ang I Niocu (baca cerita Pendekar Bodoh), sedangkan Yang-sin-kiam-sut langsung datang dari Pendekar Sakti Bu Pun Su. Sayangnya, Yang-sin-kiam-sut merupakan ilmu pedang tidak lengkap, karena lengkapnya adalah Im-yang-sin-kiam yang merupakan ilmu pedang gabungan dari Im-sin-kiam dan Yang-sin-kiam, yang berdasarkan dua macam tenaga dalam tubuh, yaitu tenaga halus dan tenaga kasar, hawa dingin dan hawa panas. Ilmu pedang Im-yang-sin-kiam ini seperti diketahui, hanya dimiliki sekarang oleh ketua Thai-san-pai, yaitu Tan Beng San, dan malah sudah diturunkan oleh pendekar ini kepada Kwa Kun Hong setelah pemuda ini menjadi buta kedua matanya (baca Rajawali Emas).

Karena sesumber inilah agaknya, maka pertandingan yang terjadi antara Sin-kiam-eng Tan Beng Kui dan Song-bung-kwi Kwee Lun hebat luar biasa. Memang harus diakui bahwa menurut pertimbangan umum, tingkat kakek ini lebih tinggi daripada tingkat Tan Beng Kui. Namun selama beberapa tahun menyembunyikan diri setelah kalah oleh adik kandungnya sendiri, Tan Beng San, (baca Rajawali Emas), Tan Beng Kui tidak tinggal diam dan memperdalam ilmu kepandaiannya sehingga sekarang dalam menghadapi Song-bun-kwi, dia tidak kalah jauh dalam hal tenaga Iweekang. Hanya dia masih kalah dalam pengalaman dan keuletan karena kakek iblis ini diumpamakan daging adalah daging gerotan yang tidak akan menjadi empuk biar digodog selama tiga tahun juga!

Jurus demi jurus dikeluarkan oleh kedua orang jago kawakan itu, namun setiap jurus serangan selalu dapat dipunahkan oleh jurus pertahanan lawan, Mula-mula Beng Kui berusaha mendobrak pertahanan lawan dengan mengandalkan tenaganya, mempergunakan kekerasan untuk mencapai kemenangan. Pikirnya bahwa dia yang lebih muda tentu lebih bertenaga. Namun melesetlah perkiraannya karena kakek itu benar-benar makin tua makin kuat tenaganya, atau setidaknya tak pernah tenaganya berkurang sehingga ketika pedang mereka bertemu, keduanya tergetar, bunga api berpijar menyambar ke sana-sini, dan telapak tangan mereka terasa sakit-sakit. Cepat mereka memeriksa pedang masing-masing dan barulah mereka menjadi lega dan saling menyerang kembali setelah mendapat kenyataan bahwa pedang mereka tidak rusak karena benturan hebat itu. Setelah beberapa kali tenaga besarnya membentur karang, Beng Kui tidak lagi mau mempergunakan kekerasan. Dia mulai main halus mengandalkan kelincahan dan keindahan Sian-li-kiam-sut sambil mencari kesempatan dan lowongan. Namun, hebat pertahanan Song-bun-kwi dengan Yang-sin-kiam-sut, malah kakek ini dapat balas menyerang tak kalah hebatnya.

Setelah lewat lima ratus jurus, terasalah bagi Beng Kui bahwa betapa pun juga, dia takkan dapat menangkan kakek sakti ini. Dia berseru keras dan tiba-tiba pedangnya berubah menjadi segulung sinar yang memusat dan terbang lurus menyerang ke arah dada lawan. Hebat sekali penyerangan ini yang merupakan jurus inti dari Sian-li-kiam-sut. Seakan-akan semua kehebatan dari ilmu pedang itu, semua kelincahan dan kekuatan, dipusatkan dalam gerakan ini dan pedang didorong oleh tenaga dan semangat sepenuhnya, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya!

"Bagus!" Song-bun-kui mau tak mau memuji lawannya karena memang jurus penyerangan ini hebat bukan main, hawa pedang mendahului dan terasa amat dingin menusuk tulang sedangkan matanya sampai silau oleh sinar pedang lawan. Untuk menyelamatkan dirinya, dia memutar pedangnya melindungi dada. Namun betapa kagetnya ketika gulungan sinar itu masih mampu menerobos perisai yang tercipta oleh pemutaran pedang itu, tahu-tahu hampir saja mencium dadanya. Cepat bagaikan kilat Song-bun-kwi membuang diri ke belakang sambil berseru keras dan mengibaskan lengan baju kiri, "Brettttt!" Lagi-lagi ujung lengan bajunya terbabat buntung, akan tetapi dia selamat dan mukanya berubah merah saking marahnya. Tiba-tiba dia mengeluarkan lengking tinggi seperti orang menangis dan tahu-tahu tangan kirinya sudah mengeluarkan senjata jimatnya yang puluhan tahun tak pernah dikeluarkan, yaitu sebatang suling. Inilah "suling tangis" yang dahulu setiap kali terdengar suaranya membuat penjahat-penjahat seperti setan jatuh bangun dan iblis tunggang langgang.

Kini Song-bun-kwi mengamuk seperti iblis sendiri. Pedang dan sulingnya menyambar-nyambar merupakan dua gulungan sinar yang kadang-kadang berkumpul menjadi satu menyelubungi Beng Kui dari segala penjuru. Makin lama makin hebat dan dahsyat penyerangannya dan makin lemah pertahanan Tan Beng Kui yang merasa terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa suling di tangan kiri kakek itu tidak kalah hebatnya dengan pedang yang berada di tangan kanan. Dia merasa seakan-akan dikeroyok oleh dua orang lawan. Seorang Song-bun- kwi masih mampu dia hadapi, tapi dua orang Song-bun-kwi.......? Terlalu banyak dan terlalu kuat baginya. Dia mengeluh dan maklum bahwa terhadap seorang lawan seperti kakek ini tidak ada ampun, tidak ada mundur, yang ada hanya menang atau mati.

Tiba-tiba berkelebat bayangan yang amat ringan gerak-geriknya, disusul bentakan yang nyaring merdu, "Berhenti dulu! Tangan senjata!" Tahu-tahu di situ sudah muncul seorang gadis muda dengan pedang di tangan, seorang gadis yang cantik manis, lincah, tabah. Bukan lain adalah Loan Ki dara lincah ini.

Akan tetapi terhadap bentakan seorang dara muda seperti Loan Ki ini, mana Song-bun-kwi mau perduli? Tentu saja Tan Beng Kui tidak dapat menahan senjata sefihak, karena hal ini berarti dia akan celaka. Kalau kakek itu tidak menghendaki berhenti, bagaimana dia bisa menghentikan pertempuran mati-matian itu? Memang dia ingin sekali menghentikan pertandingan, karena dia merasa lelah setelah bertanding selama lima ratus jurus lebih!

"Ihh, Kakek Song-bun-kwi ternyata namanya saja yang besar. Orangnya sih begitu-begitu saja, malah curang dan pengecut! Kalau tidak begitu masa menggunakan kesempatan menghina orang lain? Agaknya kalau berhenti sebentar saja, khawatir kalah. Hi-hi-hik, inikah tokoh nomor satu dari barat?"

Tan Beng Kui terkejut, juga para anak buahnya yang mendengar ucapan ini. Alangkah nekatnya Loan Ki, berani menghina seperti itu terhadap seorang iblis seperti Song-bun-kwi. Tentu saja kakek itu sendiri pun mendengar semua ucapan Loan Ki, tiba-tiba dia mengeluarkan suara gerengan seperti harimau, tubuhnya melayang cepat sekali ke arah Loan Ki. Gadis itu kaget, menggerakkan pedangnya, tapi tahu-tahu pedangnya terpental jauh dan kakek itu sudah berdiri di depannya sambil menodong batang lehernya dengan pedang!

"Bocah bermulut busuk!" Song-bun-kwi memaki. "Apa kau bilang tadi?"

Beng Kui pucat mukanya, merasa takkan mampu melindungi puterinya yang ditodong sedemikian rupa oleh kakek yang lihai ini. Dia hanya bisa berteriak, "Song-bun-kwi, jangan layani bocah. Lepaskan anakku dan hayo kita lanjutkan pertempuran seribu jurus lagi!"

Ucapan ini benar saja membuat Song-bun-kwi meragu dan menurunkan pedang yang tadi ujungnya menodong leher Loan Ki. "Anakmu terlalu lancang mulut......." dia mengomel.

Loan Ki mencebirkan bibirnya yang kecil merah. "Biarlah Ayah, biar saja dia ini mendengarkan ucapanku lebih dulu. Setelah mendengarkan ucapanku, baru aku tantang dia bertempur sampai sepuluh ribu jurus. Eh, tua bangka, kau berani tidak?"

"Setan cilik! Tidak berani padamu lebih baik mampus!"

"Nah, kalau begitu mampuslah, karena kau tidak berani mendengarkan kata-kataku. Berani tidak mendengarkan kata-kataku?"

Song-bun-kwi membanting-banting kakinya, tangannya gatal-gatal untuk sekali menggaplok menghancurkan kepala cantik yang memanaskan hatinya ini.

"Buka bacotmu, lekas kau mau bilang apa jangan banyak tingkah!"

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed