Skip to main content

Pendekar Buta 8 -> karya : kho ping hoo

Tak enak juga hati Loan Ki untuk membandel. Ia mengerling dengan mata ragu ke arah Kun Hong yang masih duduk bersila, lalu sinar matanya menyambar seperti kilat ke arah muka Hui Kauw yang hitam, setelah itu ia mendengus marah dan ikut keluar pula.

Kamar itu sunyi. Suara orang-orang di luar bercakap-cakap tidak dapat terdengar jelas karena daun pintu kamar itu ditutup dari luar. Kun Hong melepaskan kedua telapak tangannya dari pundak nona itu, lalu dengan perlahan dia mengurut jalan darah di punggung dan belakang leher. Terdengar nona ini mengerang perlahan. Kun Hong cepat menarik kembali tangannya dan melompat turun dari pembaringan, berdiri menanti.

"Uuuhhh, panas......." nona itu merintih.

"Tidak apa, Nona. Hawa panas itu kau perlukan untuk mendorong peredaran darah di tubuhmu sehingga engkau akan menjadi sembuh benar benar."

Hui Kauw membuka matanya, kaget melihat betapa tubuhnya bagian atas tak berbaju, apalagi melihat Kun Hong berdiri di situ dengan kepala tunduk. Ia cepat bangun dan menyambar bajunya yang berada di dekatnya, terus digunakan untuk menutupi tubuhnya.

"Bagaimana ini....... apa yang terjadi....... kau kenapa berada di sini.......?" pertanyaan yang terputus-putus ini diajukan dengan suara gemetar. Kun Hong dapat menangkap perasaan sedih, malu dan terhina dalam suara itu, maka dia membungkuk dengan hormat, berkata, "Kau menderita luka-luka, aku berusaha mengobatimu, disaksikan oleh keluargamu, Nona. Sekarang kau sudah selamat, perkenankan aku keluar dari tempat ini." Tanpa menanti jawaban, dengan cepat Kun Hong lalu melangkah ke arah pintu, membuka daun pintu dan keluar dari situ.

Ka Chong Hoatsu sendiri menyambutnya. "Bagaimana Kwa-sicu, berhasilkan usahamu?"

"Dengan berkah Thian ia dapat pulih kembali kesehatannya," jawab Kun Hong sederhana. Ching-toanio lalu berlari memasuki kamar dan Kun Hong masih mendengar suaranya, "Aduh, kasihan anakku......." Kun Hong mengerutkan kening.

Suara Ching-toanio ini adalah suara palsu. Hemm, akan berbuat apa lagikah wanita majikan pulau ini yang sama jahat dan palsunya dengan ular-ular hijaunya yang berbisa? Bukan urusanku, pikirnya, aku harus segera pergi dari tempat ini.

"Ki-moi, hayo kita pergi ......."

Tidak ada jawaban.

"Di mana nona Loan Ki?" tanyanya kepada Ka Chong Hoatsu. Hwesio tua itu tertawa.

"Semua orang termasuk sahabatmu itu berkumpul di ruangan sembahyang. Mari, Kwa-sicu, karena pada saat ini kau pun menjadi seorang tamu terhormat, kau pun dipersilahkan ikut berpesta sambil ikut merayakan pelepasan perkabungan keluarga Ching-toanio."

"Pesta apa? Sembahyangan apa?" Kun Hong tak mengerti.

"Suaminya meninggal tiga setengah tahun yang lalu dan hari ini kebetulan diadakan sembahyangan lalu diadakan sedikit pesta untuk merayakan pelepasan perkabungan ibu dan kedua anak."

"Maaf, Lo-suhu, aku....... aku akan pergi saja. Tolong kau panggilkan nona Tan Loan Ki......."

"Ha-ha-ha, Kwa-sicu, apakah kau seorang yang sudah banyak merantau di dunia kangouw, tidak mau mengindahkan peraturan? Kau dianggap tamu terhormat, keluarga Ching-toanio ingin menyampaikan terima kasih, dan di sini sedang dilakukan upacara sembahyangan pula. Masa kau akan pergi begitu saja?"

Kun Hong menarik napas panjang. Memang betul juga ucapan hwesio itu. Apalagi Loan Ki agaknya sudah berbaik dengan orang-orang itu, maka dia terpaksa mengangguk lemah. "Baiklah, setelah sembahyang aku akan mengajak Loan Ki segera pergi. Tak usah berpesta, makanan dan arak yang dicuri Loan Ki dari sini sudah cukup mengakibatkan heboh!"

Hwesio itu tertawa lalu berjalan, sengaja memberatkan kakinya agar mudah diikuti oleh Kun Hong yang perjalan di belakangnya sambil meraba jalan dengan tongkatnya. Kiranya tidak jauh dari situ mereka sudah tiba di tempat yang dimaksudkan. Sebuah bangunan yang agak besar dan telinga Kun Hong menangkap suara banyak sekali orang di situ, banyak suara wanita dan agaknya orang-orang pada sibuk bekerja, mungkin mengatur meja sembahyangan karena dia mendengar suara mangkuk-mangkuk ditaruh di atas meja dan tercium bau lilin besar dinyalakan di samping dupa harum memenuhi ruangan itu. Dia segera duduk di atas sebuah kursi yang sudah disediakan untuknya. Karena tempat itu ramai dengar suara orang, dia tidak dapat tahu apakah Loan Ki berada di situ ataukah tidak, untuk bertanya dia merasa kurang enak. Tentu saja dia tidak dapat melihat betapa di sudut ruangan itu Loan Ki duduk menyendiri dengan muka pucat dan sepasang mata gadis itu memandang ke arahnya dengan melotot penuh kemarahan!

Dugaannya memang benar. Di tempat itu selain orang-orang kosen yang telah disebutkan tadi berkumpul, makan minum sambil tertawa tawa di ruangan itu bagian tengah, juga di situ terdapat belasan orang pelayan wanita berpakaian serba indah sedang mengatur meja sembahyangan yang besar dan megah. Dua batang lilin naga berwarna merah dinyalakan di atas meja sembahyangan yang dihias seperti meja sembahyangan pengantin saja!

Kemudian terdengar suara Ka Chong Hoatsu berkata kepadanya, "Kwa-sicu, silakan kau melakukan sembahyang untuk menghormat abu jenazah mendiang suami Ching-toanio." Pendeta itu menyerahkan beberapa batang hio (dupa batang) kepada Kun Hong. Pemuda buta ini bingung, akan tetapi merasa tidak enak untuk menolak. Penghormatan kepada abu jenazah merupakan syarat kesopanan yang tak mungkin ditolak. Dia menurut saja ketika dituntun ke depan meja sembahyang.

"Bersembahyang di depan abu jenazah seorang yang tinggi tingkatnya, harus berlutut,"' Ka Chong Hoatsu berbisik dan Kun Hong yang pada dasarnya berwatak sopan dan suka merendahkan diri, kali ini juga tidak membantah, lalu berlutut, menyelipkan tongkat di pinggang dan memegangi batang-batang hio itu di antara tangannya.

Pada saat itu dia mendengar suara banyak kaki secara halus melangkah datang. Di sana sini terdengar suara wanita tertawa tertahan, kemudian dia mendengar suara orang berlutut di samping kirinya. Lalu kagetlah dia ketika dia mencium bau harum yang sudah amat dikenalnya, keharuman yang sama benar dengan ganda yang diciumnya ketika dia mengobati Hui Kauw di dalam kamar tadi. Tak dapat diragukan lagi, Hui Kauw tentu orangnya yang sekarang berlutut di sebelah kirinya! Apa artinya ini? Kenapa ia harus bersembahyang di depan abu jenazah itu berdampingan dengan Hui Kauw? Dia ragu-ragu dan menahan diri, tidak segera bersembahyang. Pada saat itu, di antara suara hiruk-pikuk para pelayan, ia mendengar suara Loan Ki, penuh ejekan, penuh kebencian.
"Hah, yang laki buta, yang perempuan bermuka hitam. Belum pernah selama hidupku melihat sepasang pengantin begini buruk!"

Kun Hong kaget setengah mati, tangan kirinya bergerak meraba dan....... dia mendapat kenyataan bahwa Hui Kauw memakai pakaian pengantin, dengan muka berkerudung!

"Apa artinya ini?" Dia berseru dan bangkit berdiri membuang hionya ke samping.

Tiba-tiba sebuah tangan yang kuat menekan pundaknya, jari-jari tangan yang amat kuat itu mencengkeram jalan darahnya di pundak yang mengancam, karena begitu diremas dia akan menjadi lumpuh! Lalu terdengar bisikan suara Ka Chong Hoatsu, "Orang she Kwa, jangan menolak! Kau telah mencemarkan nama baik nona Giam Hui Kauw, kau malah telah mengobatinya sampai sembuh. Untuk membalas budimu, dan untuk membersihkan namanya, kau sudah dipilih menjadi suami yang sah. Nona Hui Kauw sendiri sudah setuju. Bagaimana kau dapat menolaknya?"

Muka Kun Hong sebentar merah sebentar pucat. Dia tidak mengerti bagaimana urusan berbalik menjadi begini. Dia memang suka kepada Hui Kauw, suka dan menaruh simpati besar, juga amat berkasihan menghadapi nasib buruk nona bersuara bidadari ini. Baru suaranya saja sudah mampu merampas rasa kasih sayangnya. Akan tetapi tentu saja dia tidak mau dijodohkan secara begini, secara paksa dan tiba-tiba. Juga, di lubuk hatinya tidak ada sedikit pun niat untuk menikah dengan wanita lain setelah dia kehilangan Cui Bi. Seorang buta seperti dia mana mampu mendatangkan kebahagiaan kepada seorang isteri?

"Tidak........ tidak.......! Aku bukan boneka yang boleh kalian permainkan begitu saja! Aku seorang manusia!" bantahnya, tidak perduli betapa tekanan pada pundaknya makin menghebat yang berarti hwesio itu memperhebat pula ancamannya.

"Orang she Kwa, kau tidak boleh menolak! Tidak ada pilihan lain bagimu, menerima dan menjadi mantu Ching-toanio untuk membersihkan nama baik nona Hui Kauw yang kau cemarkan kemudian membantu semua usaha kita bersama, atau kau harus mati sekarang juga!" Kemudian dengan suara lebih perlahan di dekat telinga Kun Hong, "Bocah tolol, tak usah kau berpura-pura. Kau mencinta ia, bukan? Nah, apalagi soalnya?"

"Tidak! Sekali lagi tidak. Tak sudi aku dijadikan begini.......!" Kun Hong berteriak lagi dengan marah sekali, seluruh urat di tubuhnya sudah menegang untuk melakukanperlawanan. Akan tetapi terpaksa dia menahan kemarahannya karena ancaman pada jalan darah di pundaknya itu benar-benar berbahaya sekali.

Tiba-tiba Hui Kauw yang berlutut di sampingnya itu terisak-isak menangis, lalu terdengar gadis itu menjerit tinggi satu kali, disusul kata-kata yang memilukan, "Ya Tuhan........ apa dosaku sehingga kalian menghina aku begini rupa?" Setelah itu, cepat laksana kilat gadis ini menerjang ke kanan menyerang Ka Chong Hoatsu dengan pedangnya yang tadi ia sembunyikan di balik pakaian pengantin yang longgar. Kini kerudung kepalanya sudah dibuka dan wajahnya yang berkulit hitam itu jelas nampak agak pucat dan basah air mata.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed