Skip to main content

Pendekar Buta 6 -> karya : kho ping hoo

menafsirkan tentang cinta kasih. Ia tidak ingat bahwa untuk dirinya sendiri pun Kun Hong membela mati-matian. Sekarang, melihat Kun Hong membela seorang gadis lain, ia menjadi iri hati, bukan cemburu karena pada saat itu ia tidak tahu apakah ia mencinta si buta ini ataukah tidak. Pendeknya, hatinya tidak senang melihat Kun Hong membela Hui Kauw, apalagi melihat betapa si buta itu memondong tubuh nona yang sudah pingsan itu. Maka ia lalu mendekati, menegur dan menotok roboh Kun Hong dengan maksud menghentikan usaha Kun Hong membela Hui Kauw.

Tentu saja Kun Hong terkejut bukan main. Sama sekali dia tidak pernah mengira bahwa Loan Ki akan berbuat seperti itu dan inilah sebabnya pula dia mudah dirobohkan. Dia sama sekali tidak pernah menduga dan karena itu tidak berjaga diri terhadap Loan Ki. Kini setelah roboh dan tak berhasil memulihkan tenaga, dia terkejut dan terheran-heran, namun tidak khawatir karena maklum bahwa tidak akan ada hal yang lebih hebat daripada kematian, sedangkan kematian itu baginya bukan apa-apa, seperti air sungai mengalir kembali ke laut di mana dia akan bersatu dengan Cui Bi!

Ternyata Ching-toanio yang ditendang sampai mencelat lima meter oleh Kun Hong tadi tidak terluka berat, hanya mendapat luka ringan berupa benjol-benjol dan barut-barut saja. Hal ini adalah karena Kun Hong memang sengaja tidak mengarah nyawa orang, hanya melakukan tendangan tanpa disertai tenaga dalam yang dapat mengakibatkan luka hebat. Malah kedua orang pengeroyoknya tadi, Souw Bu Lai dan Bouw Si Ma, hanya terluka di lengan kanannya dengan goresan-goresan yang tidak dalam, hanya mengeluarkan darah akan tetapi ternyata merupakan luka kulit belaka.

Kini melihat betapa Kun Hong sudah roboh, Ching-toanio masih tak mampu mempertahankan kemarahannya, segera mencabut pedang dan melompat maju untuk membacok putus leher pemuda buta yang sudah banyak membikin malu kepadanya itu.

"Tranggg!" Bunga api berpijar saking kerasnya bentrokan pedang ini. "Ching-toania, tidak boleh kau membunuh Hong-ko!" teriak Loan Ki yang menangkis pedang Ching-toanio dengan pedangnya sendiri. "Kau boleh bunuh mampus anakmu si muka hitam, tapi Hong-ko tidak

bersalah, kau tidak boleh membunuhnya."

Ching-toanio memandang dengan mata mendelik. "Dia berani mencemarkan nama, tampan dan berkepandaian tinggi, tidak gu dan melakukan perbuatan jina, masih kaubilang dia tidak berdosa?"

"Ihh, kau keliru besar toanio. Hong-ko adalah seorang buta, mana dia bisa melihat tentang cantik tidaknya wanita? Mana bisa dia mampu menarik hati wanita? Tentulah anakmu yang tak tahu malu itu yang sengaja menarik hati dan memikatnya dengan kata-kata halus.

Hong-ko memang seorang muda yang tampan dan berkepandaian tinggi, tidak heran anakmu itu jatuh cinta. Hong-ko sendiri karena buta mudah saja dipikat, coba dia dapat melihat, apa dia sudi melayani seorang gadis yang mukanya seperti pantat kuali?"

"Keduanya harus mampus!" Ching-toanio kembali menggerakkan pedangnya, akan tetapi kembali Loan Ki menangkis, biarpun dua kali tangkisan itu sudah membuat telapak tangannya lecet-lecet.

"Ching-toanio, apa kau sebagai golongan lebih tua tidak malu? Kau berani turun tangan karena Hong-ko sudah kurobohkan. Hemm, andaikata aku tidak merobohkannya dengan totokan tanpa dia menduga, apa kau kira kau akan mampu bersikap segalak ini terhadapnya? Hi-hik, benar-benar orang di Ching-coa-to tidak punya sopan santun persilatan!"

Bukan main tajamnya ucapan ini, melebihi tajamnya ujung seribu pedang. Ching-toanio menjadi pucat mukanya dan menahan pedangnya, matanya mendelik dan muka yang pucat itu berubah merah, ia adalah seorang kangouw yang sudah memiliki nama besar, tentu saja sekarang mendengar ucapan ini, ia tidak ada muka untuk nekat menyerang Kun Hong yang sudah tak berdaya itu. Semua orang di situ tahu belaka bahwa robohnya Kun Hong si buta itu adalah karena serangan gelap yang dilakukan Loan Ki, sama sekali bukan roboh oleh Ching-toanio atau yang lain. Kemarahannya meluap-luap akan tetapi tertahan sehingga kini kemarahannya ini ditumpahkan kepada Hui Kauw seorang! Hanya gadis inilah yang dapat menjadi bulan-bulan kemarahannya tanpa ada seekor setan pun yang berani menghalanginya. Tadipun hanya si buta itu yang membelanya sekarang setelah si buta roboh, siapa lagi akan membela anak angkat yang menimbulkan kemarahan dan kebencian ini?

"Anak keparat, kaulah gara-garanya!" Ia menggerakkan pedangnya sambil melompat ke dekat Hui Kauw yang ternyata sudah sadar dari pingsannya, akan tetapi karena tubuhnya terluka hebat oleh pukulan-pukulan ibu angkatnya tadi, ia masih belum dapat bangun. Kini melihat betapa Kun Hong tak berdaya, rebah dalam keadaan tertotok, hatinya terkejut bukan main. Timbul kekhawatirannya untuk keselamatan si buta ini, dan sekaligus timbul ingatannya untuk menolong Kun Hong. Maka begitu melihat sambaran pedang di tangan ibunya ke arah leher, Hui Kauw menggulingkan tubuhnya. Pedang itu meluncur menghantam tanah dan gadis itu dengan pengerahan tenaga yang luar biasa telah dapat bangun dan duduk. Pedang itu, yang dikendalikan tangan Ching-toanio yang marah mengejar dan menyerang lagi, namun kini dalam keadaan duduk Hui Kauw lebih mudah mengelak. Semua orang terheran-heran terutama sekali Ching-toanio dan Hui Siang.
Bagaimana mendadak Hui Kauw yang sudah terluka hebat itu memiliki gerakan-gerakan aneh sehingga dalam keadaan seperti itu dapat menghindarkan serangan pedang? Dengan penuh keheranan yang berubah menjadi penasaran dan malu, Ching-toanio memperhebat penyerangannya, bertubi-tubi mengirim tusukan dan bacokan ke arah tubuh anak angkatnya.

Akan tetapi, benar-benar terjadi keanehan bagi nyonya galak ini. Hanya dengan menggerak-gerakkan tubuhnya secara aneh, kadang kadang rebah dan ada kalanya meloncat ke atas dan duduk kembali, Hui Kauw dapat menyelamatkan diri dari semua serangan itu, sungguhpun makin lama gerakannya makin lemah dan lambat karena memang luka-luka di tubuhnya sudah parah. Kalau saja tidak sedemikian parah luka-luka di tubuhnya, tentu dengan kepandaiannya yang dirahasiakan itu ia dapat menyelamatkan diri dengan mudah.

Sementara itu, tadinya Kun Hong terkejut dan heran, juga maklum bahwa dia telah dikhianati Loan Ki dan tinggal menanti datangnya maut ketika dia roboh tertotok oleh Loan Ki tanpa dia dapat mencegahnya karena sebelumnya dia tidak berjaga lebih dulu dan tidak pernah menduga akan mendapat penyerangan gelap dari gadis ini. Akan tetapi dasar memang di tubuhnya sudah terisi hawa murni yang amat kuat, sedangkan tenaga dalamnya adalah tenaga dalam yang dilatih menurut ilmu silat tinggi yang bersih, maka pengaruh totokan Loan Ki yang bagi orang lain tentu akan dapat melumpuhkan sampai berjam-jam itu, ternyata bagi Kun Hong hanya melumpuhkannya beberapa menit saja! Dengan pengerahan tenaga berulang-ulang, akhirnya dengan girang Kun Hong dapat membobolkan kemacetan jalan darahnya dan tenaganya pulih kembali seperti sebelum tertotok.

Kun Hong tidak marah kepada Loan Ki, hanya heran karena dia masih belum mengerti mengapa gadis lincah itu merobohkannya. Makin besar keheranannya ketika dia mendengar betapa secara mati-matian Loan Ki menolongnya daripada serangan-serangan Ching-toanio, malah membelanya dengan omongan-omongan pedas.

Tentu saja keheranan ke dua ini disertai kegirangan hati bahwa terbukti Loan Ki tidak memusuhinya, malah melindunginya. Akan tetapi kenapa tadi menotoknya roboh? Dan bagaimana pula setelah menotok roboh dengan serangan gelap, sekarang membela dan melindunginya mati-matian pula? Benar-benar aneh sekali gadis lincah ini, dan Kun Hong merasa seperti menghadapi sebuah teka-teki yang amat kuat. Dia sengaja berpura-pura tak berdaya dan membiarkan saja Loan Ki bersitegang dengan Ching-toanio, akan tetapi ketika mendengar betapa Ching-toanio menyerang Hui Kauw secara hebat dan membabi buta, Kun Hong tak dapat mengendalikan dirinya lagi dan tiba-tiba dia meloncat bangun, sekali menggejot tubuh dia telah menyambar ke arah Ching-toanio.

Ching-toanio mendengar seruan kaget dari semua orang yang tiba-tiba melihat gerakan Kun Hong yang tadinya lumpuh itu, ketika ia melihat betapa si buta itu menerjang ke arahnya, ia menjadi marah sekali dan pedangnya memapaki dengan sebuah tusukan kilat ke arah ulu hati. Dalam penyerangan ini, Ching-toanio menggunakan semua tenaganya karena ia memang marah sekali dan ingin menebus kekalahan dan penghinaan-penghinaan yang ia alami tadi.



Sinar pedang di tangan Ching-toanio itu berkelebat menusuk, Kun Hong miringkan tubuhnya dan....... pedang itu ambles di bagian dada sampai menembus punggung si buta itu. Terdengar jeritan-jeritan keluar dari mulut Hui Kauw dan Loan Ki sekaligus. Akan tetapi dua orang nona ini yang merasa ngeri dan kaget sekali, tidak berusaha untuk maju menolong karena mereka kini, seperti yang lain-lain, berdiri bengong penuh keheranan.

Biasanya kalau orang terkena tusukan pedang, apalagi sampai menembus punggung, tentu akan mengeluh, atau roboh, setidak-tidaknya darah tentu akan mengalir ke luar. Akan tetapi si buta ini lain lagi reaksinya. Dia berdiri tegak dengan pedang lawan masih menancap di bagian pinggir dada, mulutnya tersenyum, sikapnya tenang dan tidak ada setetes pun darah mengalir ke luar.

Ching-toanio mengerahkan tenaganya menarik ke luar pedangnya dan....... tiba-tiba ia terhuyung ke belakang dan mukanya menjadi pucat. Pedang itu tinggal gagangnya saja, selebihnya masih "menancap" di dada Kun Hong. Ketika pemuda buta itu menggerakkan lengan kanan, terdengar suara "krekk!" dan jatuhlah sebatang pedang tanpa gagang, sudah patah menjadi tiga potong! Kiranya pemuda itu bukan tertusuk pedang, melainkan senjata itu ketika tadi menusuk ulu hatinya dia miringkan tubuh dan secara cepat dan lihai sekali sampai dapat mengelabui mata banyak orang-orang pandai, dia berhasil menjepit pedang itu di bawah ketiaknya!

Kun Hong tidak perdulikan lagi Ching-toanio yang masih bengong keheranan, dia menghampiri Hui Kauw, membungkuk dan sekali bergerak gadis itu telah dipondongnya lagi.

"Saudara Kwa........ jangan........ kau lepaskanlah aku ......." Hui Kauw berkata lemah, hatinya tidak karuan rasanya dan ia merasa amat malu dipondong oleh seorang laki-laki muda, biarpun buta, di depan banyak orang itu.

"Sshhh, diamlah, Nona. Kau tidak boleh banyak bergerak, kau tidak boleh mengeluarkan suara dan tenaga....... lukamu hebat....... kurasa sedikitnya sebuah tulang rusukmu patah, jantungmu tergoncang, hawa beracun telah memasuki darah, aku harus mengobatimu, jangan kau banyak bergerak, kau menurutlah saja....."

Pada saat itu ada angin menyambar dari depan dan suara yang hampir tak dapat ditangkap pendengaran Kun Hong menunjukkan betapa orang yang meloncat dan turun di depan Kun Hong benar-benar memiliki kepandaian yang amat tinggi tingkatnya. Kun Hong maklum akan hal ini, dia bersiap-siap sambil memondong Hui Kauw, keningnya berkerut karena dia benar-benar merasa serba susah bagaimana harus melindungi gadis ini dari ancaman sekian banyaknya orang pandai.

Pada saat itu terdengar suara Hui Kauw mengeluh panjang dan tubuh gadis itu menjadi lemas, kiranya gadis ini kembali jatuh pingsan setelah tadi mengeluarkan banyak tenaga dalam menghadapi ibu angkatnya untuk mengelak dari bahaya maut. Kun Hong merasa lega.

Dengan pingsannya gadis ini, akan lebih leluasa baginya untuk bergerak, dapat dia mengempit tubuh itu tanpa sungkan-sungkan dan tidak akan mendatangkan rasa malu kepada gadis itu. Dia cepat mengubah caranya memondong tubuh Hui Kauw, kini dia menggunakan lengan kirinya memeluk pinggang gadis yang pingsan itu dan mengempitnya. Tangan kanannya yang memegang tongkat siap menghadapi serbuan lawan.

Terdengar oleh Kun Hong suara yang tenang dan berat, suara yang mengandung tenaga dalam yang hebat, "Omitohud, pinceng sebetulnya harus malu menghadapi seorang pemuda yang tak dapat melihat lagi. Orang muda, kau benar-benar hebat sekali. Kelihaianmu telah mengalahkan banyak orang pandai membuat pinceng mengesampingkan rasa malu dan ingin pinceng mencoba kehebatan kepandaianmu yang aneh. Akan tetapi sebelumnya pinceng ingin sekali tahu, siapakah gurumu yang mewariskan ilmu-ilmu aneh ini kepadamu?"

Kun Hong kaget dan maklum bahwa yang berada di depannya adalah seorang hwesio yang berilmu tinggi. Cepat dia menjura dan menjawab,

"Syukurlah bahwa di sini terdapat Lo-suhu yang saya percaya memiliki pertimbangan adil dan pemandangan yang luas. Lo-suhu, tentang riwayat saya bukanlah hal penting malah tidak berharga untuk didengar oleh orang lain. Lo-suhu, kedatangan saya ini sesungguhnya sama sekali bukan ingin bermusuhan atau berkelahi, maka harap Lo-suhu sudi melimpahkan kemurahan hati dan dapat menghentikan perkelahian-perkelahian yang tidak saya kehendaki ini. Terhadap seorang suci seperti Lo-suhu, mana berani saya yang muda dan bodoh berlaku kurang ajar?"

Comments

Anonymous said…
Pleaaase soft copy nya sampe tamat kalo ada di sent ke thio.sinchan@gmail.com. thx berat. 0818 0853 6706

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka