Skip to main content

Pendekar Buta 13 -> karya : kho ping hoo

"Tentu saja. Biar mendongkol aku belum ingin melihat kau mampus. Tapi kau....... kau kembali membela Hui Kauw mati-matian. Kau mencinta Hui Kauw seperti juga kau cinta Lauw Swat-ji si gadis genit puteri Hui-houw-pangcu itu dan seperti kau cinta si janda muda. Cih, orang mata keranjang macammu mana patut dibantu?"

"Hemmm, lidahmu tajam sekali, adik Loan Ki. Akan tetapi kenapa kau tadi kembali membantu aku secara tiba-tiba dan mengajakku ke luar dari pulau itu?"

Suara Loan Ki terdengar kaku membayangkan kemengkalan hatinya, "Habis, kau tidak suka menikah dengan Hui Kauw, masa yang begini saja kau tanya?"

Makin heranlah Kun Hong. Mendengar ini semua, jawabannya hanya satu, yaitu bahwa gadis ini cinta kepadanya. Akan tetapi sikapnya sama sekali bukan seperti orang mencinta.

"Kau melongo seperti orang bingung. Benar-benar bodoh sekali. Masa yang begini saja tidak mengerti, Hong-ko? Kalau kau tergila-gila kepada seorang gadis masa aku harus berbaik kepadamu? Tidak sudi!"

"Ki-moi......." suara Kun Hong agak gemetar karena dia amat khawatir kalau-kalau dugaannya betul, bahwa gadis ini cinta kepadanya. "Tentang hal itu....... andaikata aku tergila-gila kepada seorang gadis lain, ada sangkutan apakah dengan dirimu?"

"Sangkutan apa? Tentu saja aku tidak ada sangkut paut apa-apa! Akan tetapi, di depanku kau tidak semestinya tergila-gila kepada lain gadis, hemmm....... pendeknya aku tidak suka, dan habis perkara!"

Kun Hong makin tidak mengerti. Gadis aneh. Akan tetapi lega juga dia karena didengar dari ucapan ini, agaknya dugaannya tidak betul, bahwa gadis ini tak mungkin jatuh cinta kepadanya.

"Sudah sampaikah ke tepi daratan, Ki-moi?"

Perahu batang pohon itu berhenti, menabrak karang.

"Sudah, mari kita melompat!" Dengan menggandeng tangan Kun Hong, Loan Ki mengajak pemuda itu melompat ke depan dan benar saja, mereka telah tiba di daratan.

Tapi begitu mendarat, serta merta Loan Ki menangis tersedu-sedu sambil mendeprok di atas tanah, menutupi mukanya dengan saputangan, Kun Hong heran dan kaget sekali, "Eh....... kenapa kau menangis?"

Sampai lama Loan Ki tak dapat menjawab karena isak tangisnya membuat ia tak dapat berkata-kata. Kun Hong terpaksa berlutut di depannya dan berkali kali mengajukan pertanyaan dengan hati cemas.

"Kau kenapakah? Sakitkah kau?" Dipegangnya nadi lengan gadis itu, ternyata tidak ada gangguan kesehatannya. "Kau tidak apa-apa, kenapa menangis?"

"Tidak apa-apa katamu? Enak saja kau bicara. Dasar kau tidak punya liang-sim (pribudi), melihat orang terhina serendah-rendahnya malah pura-pura tidak tahu dan masih bertanya-tanya segala!"

"Terhina? Kau? Oleh siapa dan bagaimana?" Kun Hong benar-benar bingung.

Tiba-tiba gadis itu meloncat bangun dan membanting-banting kaki, menangis lagi. Kun Hong juga bangun, menggeleng-geleng kepala dan makin bingung. Benar-benar dia tidak mengerti dan tidak dapat menduga apa yang menyebabkan gadis ini berhal seperti itu.

"Ki-moi, aku mengaku bodoh, kau katakanlah, siapa yang menghinamu dan dengan cara bagaimana aku benar-benar tidak mengerti!"

"Berkali-kali aku dikalahkan orang di pulau Ching-coa-to, aku tidak berdaya, bukankah itu berarti penghinaan-penghinaan yang paling rendah? Kau masih pura-pura bertanya lagi?" Ia membentak marah.

Kun Hong tersenyum, "Ah, itukah yang kau anggap penghinaan? Ki-moi, kalah atau menang dalam pertempuran merupakan hal yang lumrah di dunia persilatan, kenapa kau merasa terhina? Biar kalah dalam, pertempuran asalkan tidak salah. Orang yang berada di pihak benar boleh kalah bertempur namun di dalam batin senantiasa merasa menang."

"Enak saja! Aku puteri tunggal dari Pek-tiok-lim, selama hidupku tak pernah kalah dalam pertempuran. Sekarang di pulau terkutuk itu berkali-kali dikalahkan orang, sedangkan kau seorang buta saja tak pernah kalah. Bukankah ini memalukan sekali? Ah, celaka....... celaka......." dan ia menangis lagi dengan amat sedihnya.

Kun Hong merasa kasihan. Dia akan berpisah dengan gadis ini dan kalau dia tinggalkan dalam keadaan begitu, kecewa dan berduka, sungguh dia tidak tega.

"Ki-moi, mari kuajari kau beberapa langkah yang akan membikin kau tidak mudah dikalahkan orang lagi."

Seketika suara tangis gadis itu berhenti seperti seekor jangkerik terpijak. Malah suaranya mengandung kegembiraan besar, "benarkah, Hong-ko? Kau hendak memberi pelajaran ilmu pukulan kepadaku?"

"Bukan ilmu pukulan, melainkan ilmu langkah rahasia. Kau lihat dan perhatikan baik-baik, semua ada dua puluh empat langkah rahasia. Lihat dan ingat baik-baik, aku mulai!" Kun Hong lalu memasang kuda-kuda dan mulailah dia menjalankan langkah-langkah rahasia berdasarkan Kim-tiauw-kun (Ilmu Silat Rajawali Emas).

Melihat betapa Kun Hong melangkah dengan aneh, terhuyung-huyung, membongkok kadang-kadang jinjit (berdiri di atas ujung kaki), Loan Ki merasa kecewa. Agaknya tarikan nafasnya tidak terlepas dari pendengaran Kun Hong yang tertawa sambil berkata,"Ki-moi, jangan kau pandang rendah ilmu langkah ini, kau cabutlah pedangmu dan kau boleh mencoba untuk menyerangku. Dengan langkah-langkah ini semua seranganmu akan gagal."

Dasar seorang gadis jujur, tanpa bai-sengki (sungkan) lagi Loan Ki mencabut pedangnya dan menyerang kalang-kabut. Akan tetapi ia merasa seperti menyerang bayangan saja. Kilatan pedangnya yang seakan-akan sudah akan mengenai Kun Hong sampai ia menjadi kaget sendiri, ternyata hanya lewat di samping tubuh pemuda itu yang terus melangkah dengan cara aneh. Lewat tiga puluh jurus ia berhenti menyerang dan menyimpan pedangnya.

"Wah, Hong-ko, hebat ilmu langkah itu. Mari kupelajari baik-baik. Kau melangkahlah, jangan cepat-cepat!" katanya gembira sekali. Maka belajarlah gadis itu dengan tekun dan penuh perhatian. Dasar ia berbakat baik dan memang sudah memiliki dasar-dasar yang kuat, setelah berlatih beberapa hari lamanya ia sudah hafal dan dapat melangkah dengan cukup baik. Saking girangnya gadis ini menari-nari lalu memeluk Kun Hong!

"Hong-ko, terima kasih. Ilmu langkah ini apa namanya, Hong-ko?"

Kun Hong bingung. Ketika dia mempelajari ilmu langkah ini, dia sendiri tidak tahu namanya. Pikirannya bekerja, lalu dengan cerdik dia berkata, "Inilah Ilmu Langkah Hui-thian-jip-te (Terbang ke Langit Amblas ke Bumi) sebanyak dua puluh empat langkah. Dengan ilmu ini setelah kau latih dengan sempurna, tidak mudah kau dirobohkan orang." Dengan cerdik Kun Hong mengatakan "dirobohkan orang" karena tentu saja dengan ilmu itu masih mungkin gadis yang lincah ini dikalahkan orang, namun untuk dirobohkan, kiranya tidaklah mudah.

Loan Ki masih kegirangan, menari-nari dan melatih ilmu langkah yang baru ia pelajari itu. Memang pada dasarnya ia gesit dan lincah, tentu saja kini mendapatkan ilmu langkah yang ajaib itu, ia bagaikan seekor anak kijang tumbuh sayap! Saking asyiknya melatih diri, Loan Ki sampai tidak memperhatikan atau menengok lagi kepada Kun Hong.

"Nah, selamat berpisah, Ki-moi. Semoga Thian selalu memberkahimu dan terutama sekali, menuntunmu ke jalan benar."

Baru kaget hati Loan Ki ketika mendengar kata-kata ini. Ia berhenti dan menoleh. "Kau....... hendak ke mana, Hong-ko?"

Kun Hong tersenyum, "Tiada pertemuan tanpa akhir di dunia ini, Ki-moi. Kita harus berpisah melanjutkan perjalanan masing-masing. Kau pulanglah ke rumah orang tuamu yang tentu sudah mengharap-harap pulangmu sedangkan aku....... aku akan pergi ke mana saja nasib membawaku."

"Ih, jangan begitu, Hong-ko. Mari kau ikut saja dengan aku ke Pek-tiok-lim, ayah tentu senang bertemu denganmu."

Kun Hong menggeleng kepala. "Terima kasih, Ki-moi. Biarlah lain kali kalau kebetulan aku lewat di sana, aku akan singgah menyampaikan hormatku kepada orang tuamu. Sekarang belum waktunya. Nah, selamat tinggal, adikku. Jangan lupa, jangan kau terlalu mudah membunuh orang. Kepandaian memang untuk menjaga diri dan membela kebenaran dan keadilan, akan tetapi sekali-sekali bukan untuk mendahului Tuhan, mencabut nyawa orang.
Selamat tinggal." Kun Hong melangkah sambil meraba-raba dengan tongkatnya.

"Hong-ko.......!"

Akan tetapi Kun Hong tidak mau banyak rewel lagi. Dia tahu bahwa kalau dia melayani gadis ini, sukar baginya untuk dapat berpisah, maka dengan nekat Kun Hong lalu menggunakan kepandaiannya berlari seperti terbang cepatnya sehingga sebentar saja lenyap dari pandangan mata Loan Ki yang berdiri bengong ketika tak dapat mengejar, kemudian mengusap-usap kedua matanya.

Kun Hong tidak berani terlalu lama berlari cepat seperti itu. Dia telah berlaku nekat untuk cepat-cepat meninggalkan Loan Ki. Kalau nasibnya sedang sial, mudah saja dia terjeblos ke dalam lubang atau terguling ke selokan ketika berlari cepat seperti itu tanpa dapat mengetahui apa yang berada di depannya. Setidaknya kepalanya bisa benjol terbentur sesuatu yang keras tanpa dapat dia elakkan. Baiknya dia ternyata mujur karena kebetulan sekali dia berlari cepat di atas tanah yang rata.

Segera dia memperlambat larinya ketika tidak mendengar suara Loan Ki mengejar dan pada detik selanjutnya dia hanya berjalan biasa, meraba-raba dengan tongkatnya dan menggerutu seorang diri. Dia marah kepada diri sendiri mengapa sekarang hatinya berhal lain daripada biasanya. Biasanya, semua pengalaman dan peristiwa yang menimpa kepadanya, setelah lalu takkan dia kenangkan lagi, malah sebagian besar terlupa sudah.

Akan tetapi mengapa sekarang benaknya penuh dengan kenangan di pulau Ular Hijau dan pendengarannya masih penuh suara yang halus seperti suara bidadari? Kenapa dia tidak dapat melupakan Hui Kauw? Banyak pertanyaan mengaduk-aduk pikirannya. Kemana Hui Kauw sekarang? Bagaimana keadaannya? Mengapa gadis bidadari itu agaknya amat dibenci ibunya dan adiknya? Kenapa pula beberapa kali Loan Ki menyebut nona bersuara bidadari itu sebagai "nona muka buruk" atau "nona muka hitam"? Benar-benar dia tidak dapat menjawab, juga dia tidak mengerti mengapa suara nona itu menggores dalam-dalam di hatinya dan kesan satu-satunya di dalam hati adalah bahwa nona Hui Kauw adalah seorang nona seperti bidadari!

"Cui Bi....... ah, Bi-moi....... kau bantulah aku....... kenapa hatiku begini lemah?" gerutunya beberapa kali dan setelah dia mengerahkan kenangannya kepada mendiang kekasihnya itu, perlahan-lahan terusirlah kenangan tentang Hui Kauw dan bangkit kembali kegembiraannya. Sejam kemudian orang sudah dapat melihat orang muda buta ini berjalan keluar masuk hutan sambil berdendang dengan suara nyaring, "Wahai kasih, aku di sini...."

Kalau kebetulan dia memasuki sebuah dusun, nyanyiannya terhenti dan diganti terikan-teriakan nyaring,
"Usir penyakit........ sembuhkan penyakit......! Jika di antara saudara ada yang sakit, cobalah beri kesempatan kepada saya untuk memeriksa dan mengobati! Biaya sesukanya, serelanya, cuma-cuma bagi si miskin!" Ucapan ini dia ulangi dan dengan cara inilah Kun Hong tidak sampai kehabisan bekal di perjalanan. Banyak orang-orang kaya yang membalas budinya dengan hadiah banyak uang emas dan perak, akan tetapi banyak pula yang hanya membalas dengan ucapan terima kasih, malah tidak kurang jumlahnya mereka yang tidak saja menerima pemeriksaan cuma-cuma malah yang obatnya pun dibelikan oleh Kun Hong! Tiga hari semenjak dia meninggalkan Loan Ki, Kun Hong berjalan memasuki sebuah dusun di kaki gunung. Begitu telinganya mendengar suara orang-orang dusun, dia segera meneriakkan penawarannya untuk mengobati orang-orang yang sakit. Seperti biasa di setiap tempat yang dia datangi, teriakan ini selalu disambut ejekan dan cemooh dan selalu orang tidak mau percaya kepadanya sampai ada bukti dia menyembuhkan seorang sakit. Wah, mana bisa orang buta menyembuhkan orang sakit, ejek mereka. Masih begitu muda lagi, tentu hanya tukang tipu kata yang lain. Malah ada yang secara mengejek menyakitkan hati berkata, "Mata sampai buta tidak bisa menyembuhkan, masih tak tahu malu hendak mengobati orang lain!"

Sekarang juga di dalam dusun itu, tak seorang pun menghiraukannya kecuali beberapa orang anak nakal yang mengikutinya sambil tertawa-tawa menggoda, malah ada yang meniru teriakan-teriakannya. Namun, seperti biasanya Kun Hong hanya tersenyum sabar, semenjak dia kehilangan Cui Bi dan kedua biji matanya, kesabarannya menebal.

Memang luar biasa sekali besarnya kesabaran Kun Hong, dan amatlah mengharukan ketika ada beberapa orang anak nakal menggunakan batu batu kerikil menyambitinya, dia berhenti berjalan, menengok ke arah anak-anak itu dan berkata dengan suara halus tapi penuh peringatan.

"Anak-anak, senangkah hati kalian bisa mengganggu seorang buta? Kalian senang, akan tetapi yang kalian ganggu belum tentu senang. Anak-anak, coba kalian meramkan mata sejenak dan bayangkan keadaan seorang buta. Andaikata kalian tiba-tiba menjadi buta, tidak bisa memandang wajah ayah bunda kalian....... kemudian kalian....... kalian diganggu oleh anak-anak seperti sekarang ini, bagaimana rasa hati kalian?"

Ucapan ini halus dan sama sekali tidak mengandung kemarahan, akan tetapi langsung menusuk jantung anak-anak dusun itu. Memang jauh bedanya bocah dusun dengan bocah kota. Bocah dusun belumlah terlalu rusak oleh keduniawian, batinnya masih cukup bersih dan mudah mereka menerima hal-hal yang langsung menyinggung perasaan. Oleh karena ini, ucapan halus ini rnembuat mereka sejenak berdiam. Malah di antara mereka mulai saling menyalahkan karena mengganggu seorang buta.

Kun Hong girang sekali, tertawa dan mengeluarkan beberapa keping uang tembaga, "Anak-anak baik, aku si orang buta tidak punya apa-apa, hanya ada uang kecil ini bagi-bagilah rata di antara kalian."

Anak-anak itu semua adalah anak-anak dusun yang miskin. Tentu saja mereka menjadi girang sekali dan bersorak-sorak menerima hadiah yang sama sekali tidak tersangka-sangka itu. Yang paling besar maju menerima uang dari Kun Hong dan dibagi-bagilah uang itu merata. Diam-diam Kun Hong kagum dan girang. Biarpun nakal seperti lajimnya anak-anak lelaki tanggung, namun ternyata bahwa mereka itu rukun dan jujur, terbukti ketika uang- uang dibagi tidak terjadi keributan.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka