Skip to main content

Pendekar Buta 12 -> karya : kho ping hoo

Kun Hong tersenyum. Terbayang dalam benaknya wajah Bun Wan yang memang gagah, dan terbayang pula wajah Cui Bi, maka bangkitlah perasaan bangga dan terharu, juga sedih. Cui Bi sudah mempunyai tunangan segagah Bun Wan, kenapa memberatkan dia? Padahal wajah dan bentuk tubuh Bun Wan benar-benar dapat menjatuhkan hati setiap orang wanita, dan buktinya Loan Ki gadis lincah yang berhati angkuh ini sekali berjumpa terus memuji-muji.

"Dia putera tunggal ketua Kun-lun-pai, tentu saja gagah dan lihai."

Hening sejenak. Kun Hong heran, merasa betapa gadis di sebelahnya yang menggandeng tangannya ini agaknya berpikir dan menimbang nimbang, entah apa yang dipikirkannya.

"Tapi aku tidak suka kepadanya, Hong-ko," katanya tiba-tiba.

"Heee? Apa maksudmu? Kenapa tidak suka?" tanya Kun Hong heran karena pertanyaan yang tiba-tiba itu memang tak diduganya sama sekali, tadi memuji sekarang tidak suka.
Bagaimana ini?

"Aku malah benci padanya! Dia tadi datang-datang memakimu sebagai seorang pemuda hidung belang yang suka merayu hati wanita. Sungguhpun pernyataan itu memang betul!"

"Eh, kau juga menganggap aku begitu? Tidak betul itu......."

"Sudahlah, kau memang hidung belang! Jangan bantah lagi. Kulihat tadi gadis cantik jelita puteri Ching-toanio main mata dengan orang she Bun dari Kun-lun-pai itu. Hemmm, memang cantik jelita sekali Hui Siang itu, Hong-ko, cantik seperti bidadari. Heran aku mengapa kau tidak jatuh hati kepadanya, sebaliknya malah tergila-gila kepada Hui Kauw yang buruk rupa."

Kun Hong menarik napas panjang. "Aku tidak tergila-gila kepada siapa pun juga, Ki-moi....... kau tidak tahu......."

Tiba-tiba Loan Ki berhenti melangkah dan Kun Hong juga terkejut ketika mendengar suara mendesis-desis, dan mencium bau yang amis. Ular! Banyak sekali ular menggeleser datang dari empat penjuru dan sebentar saja mereka terkurung ular yang amat banyak.

"Heeeiii, Ka Chong Hoatsu, tua bangka bau! Apakah kau begini tak tahu malu untuk melanggar janjimu sendiri?" Loan Ki berteriak nyaring ke arah belakang.

Tidak terdengar jawaban dari belakang, akan tetapi dari depan sana terdengar lapat-lapat suara wanita tertawa disusul kata-kata mengejek, "Ular-ular bukan manusia, tidak termasuk dalam perjanjian. Yang ingin meninggalkan Ching-coa-to harus dapat melalui barisan ular hijau." Biarpun hanya lapat-lapat, jelas bahwa itu adalah suara Hui Siang gadis cantik jelita yang galak itu.

"Hui Siang budak genit!" Loan Ki berteriak marah. "Kau kira kami tidak mampu membubarkan barisan anak-anakmu yang sial ini?"

Kun Hong sudah siap dengan tongkatnya untuk menghajar setiap ular yang berani mendekat. Akan tetapi Loan Ki menggandeng tangannya diajak maju terus.

"Hati-hati," bisik Kun Hong. "Siapkan senjatamu. Wah, sayang sekali mahkota kuno itu dirampas oleh Ka Chong Hoatsu."
Loan Ki mengikik tertawa. "Kau kira aku begitu bodoh? Hayo maju terus, Hong-ko, jangan takut ular-ular itu. Mainan kanak-kanak!" ia menyombong dan menarik tangan Kun Hong untuk maju terus.

Kun Hong merasa heran dan kaget ketika mendengar betapa barisan ular itu menyimpang di kala mereka lewat, seakan-akan binatang binatang itu takut kepada mereka.

"Eh, bagaimana ini....... Ki-moi, kenapa ular-ular itu......." tiba-tiba dia tersenyum, "Ha, kau benar-benar bocah nakal dan cerdik. Tentu mutiara-mutiara mustika itu kau ambil dari mahkota."

"Hussh, diam saja, Hong-ko. Kau biarpun buta memang cerdik. Mari kita maju terus, itu pantai sudah tampak dari sini." Dari jauh Loan Ki melihat bayangan Hui Siang berkelebat cepat disusul suara kecewa nona cantik itu yang agaknya terheran-heran dan kecewa melihat mereka berdua ternyata dapat lolos dari kurungan barisan ular secara mudah.

Sementara itu, Kun Hong dan Loan Ki sudah tiba di pinggir telaga. Di situ tidak ada perahu, akan tetapi Loan Ki cerdik tidak menjadi bingung. Dengan pedangnya ia menebang pohon besar dua batang, mengikat dua batang pohon menjadi satu dijadikan rakit atau perahu. Dengan kepandaian dan tenaga mereka mudah saja mereka akan menggunakan perahu istimewa ini dan mendayungnya ke pantai seberang. Sebentar saja mereka telah menurunkan perahu ke dalam air, Kun Hong duduk di depan sedangkan gadis itu di belakang. Keduanya sudah memegang sebuah dayung terbuat daripada cabang pohon yang besar dan kuat.

"Ahooi.......! Orang-orang Ching-coa-to.......!" Loan Ki mengeluarkan suaranya sebelum perahu itu didayung ke tengah. "Aku sudah menerima penyambutan di Ching-coa-to, kalau kalian memang ada nyali, lain waktu kunanti kunjungan balasan kalian di Pek-tiok-lim pantai Pohai."

Namun tidak ada jawaban. Loan Ki mendayung perahunya ke tengah menuju ke pantai yang tampak di seberang sana. Ia tersenyum-senyum dan kelihatan gembira sekali. Ditepuknya pundak Kun Hong.

"He, Hong-ko, kenapa kau diam saja? Hayo nyanyi lagi seperti ketika kita berangkat."

Melihat betapa Kun Hong tersenyum pahit, gadis itu mengerutkan keningnya dan mengejek, "Aha, agaknya hatimu tertinggal di pulau itu, ya? Waah, memang kasihan Hui Kauw, dia amat mencintamu, Hong-ko!"

Ucapan ini mendebarkan jantung Kun Hong. "Ki-moi, kau terlalu mudah menuduh orang. Siapa sudi mencinta seorang tak bermata? Ki-moi, bagaimana kau bisa bilang begitu?"

"Eh, siapa bohong? Kalau ia tidak mencintamu, tak mungkin ia sudi menjalani upacara pernikahan denganmu"

Kun Hong makin tertarik, karena memang hal yang amat aneh baginya itu sangat membingungkan. "Loan Ki moi-moi yang baik, kalau kau tahu akan persoalan itu, kau ceritakanlah kepadaku. Sampai sekarang aku benar-benar masih bingung sekali, tidak mengerti mengapa tiba-tiba mereka hendak mengawinkan aku dan mengapa pula ia tadinya suka melakukan upacara itu."

Loan Ki tertawa. "Semua gara-gara Ka Chong Hoatsu itulah. Karena tadinya aku dianggap oleh mereka "orang sendiri" maka aku boleh mendengarkan semua perundingan mereka, hi- hik. Setelah kau menyembuhkan Hui Kauw, ibunya itu mendatangi Hui Kauw dan membujuknya supaya suka menikah denganmu. Ibunya, si toanio yang jahat itu mengatakan kepada Hui Kauw bahwa kau juga sudah setuju menjadi suaminya, bahwa pernikahan itu sudah seharusnya karena perhubungan kau dengan Hui Kauw sudah menjadi buah bibir para pelayan dan kalau sampai bocor ke luar tentu akan mencemarkan nama Hui Kauw. Pula bahwa kau sudah menyembuhkan luka-lukanya dengan cara yang sebetulnya tak boleh dilakukan orang lain, yaitu menelanjangi tubuh bagian atas. Akhirnya Hui Kauw setuju. Biarpun ia tidak bilang apa-apa, buktinya ia tidak menolak ketika dirias seperti pengantin. Hi-hik aku geli dan juga muak melihat semua itu. Benar-benar tak tahu malu!"

Kun Hong mengerutkan keningnya. Dia merasa amat berkasihan kepada Hui Kauw si nona bersuara bidadari itu. Kini dia dapat menerka apa yang telah terjadi, dapat menyelami perasaan nona itu dan dapat menduga betapa hancur hatinya. Sebelumnya dia sudah mendengar percakapan antara Hui Kauw dengan ibunya yang hendak memaksa anaknya itu berjodoh dengan Pangeran Mongol dan hal ini ditolak tegas oleh Hui Kauw. Lalu terjadi kehebohan fitnah ketika dia muncul, disusul dengan terluka dan hampir tewasnya nona itu dan akhirnya pengobatan yang dia lakukan. Agaknya karena keadaan amat terdesak Hui Kauw menerima saja keputusan dijodohkan dengan dia, ataukah di sana lain dasar? Cinta kasih? Tak mungkin! Mungkinkah kalau seorang gadis bidadari seperti Hui Kauw sampi jatuh cinta kepada seorang buta macam dia? Tak mungkin, bantah hatinya. Betapapun juga, karena dia tidak menyangka akan hal-hal ini sebelumnya, ketika mengetahui bahwa dia sedang melakukan sembahyangan pengantin, dia telah menolaknya. Tentu saja, dia dapat membayangkan ini dengan hati perih, tentu saja Hui Kauw amat tersinggung, bahkan terhina oleh penolakannya itu. Gadis itu menjalani upacara hanya karena terhasut, dibohongi mengira bahwa dia pun sudah setuju. Siapa tahu gadis itu mendengar betapa dia menolaknya. Seorang gadis ditolak oleh mempelai pria! Alangkah hebat penderitaan batin gadis itu. Dapatkah gadis itu memaafkannya? Mungkinkah ada maaf untuk penghinaan sehebat itu? "Tak mungkin!" kini jawaban hati Kun Hong disertai suara bibirnya yang bergerak.

"Apa yang tak mungkin, Hong-Ko?" Loan Ki bertanya.

Kun Hong kaget dan baru sadar bahwa dia terlalu dalam tenggelam dalam lamunannya. "Tidak apa-apa, Ki-moi. Aku hanya merasa heran akan sikapmu ketika berada di pulau. Ketika aku menghadapi mereka kenapa kau malah merobohkan aku dengan totokan? Mengapa kau menyerangku secara menggelap? Bukankah perbuatan itu aneh sekali, Ki-moi?"

Gadis itu cemberut. "Aneh apa? Habis melihat kau mati-matian melindungi dan membela Hui Kauw, siapa orangnya tidak menjadi dongkol hatinya!"

Kun Hong makin heran. Mungkinkah gadis lincah ini timbul rasa cemburu dan iri hati terhadap Hui Kauw? Heran, tanpa adanya cinta mana bisa timbul cemburu dan iri hati? Apakah gadis ini....... cinta kepadanya? Kun Hong menggeleng kepala keras-keras. Tak mungkin lagi ini! "Ki-moi, kau benar-benar orang aneh. Mula-mula kau menotokku roboh, di lain detik kau malah membelaku ketika Ching-toanio hendak menghabisi nyawaku, kemudian kau bersekutu dengan mereka, membiarkan aku dijadikan bahan permainan dan disuruh sembahyang. Kau diam saja malah mentertawakan."

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka