Skip to main content

raja-pedang-54-kho-ping-hoo

Pada saat itu terdengar bentakan, "Yok-mo, kau hendak jari ke mana?" Suara ini nyaring dan parau, terdengar dari jauh sekali akan tetapi cukup keras sehingga Cia Hui Gan kembali terkejut. Jelas bahwa orang yang mengeluarkan bentakan ini adalah seorang yang memiliki Iweekang tinggi sekali. Dan lebih-lebih kaget dan herannya ketika ber-bareng dengan bentakan dari jauh itu berkelebat bayangan merah dan tahu seorang gadis muda berpakaian merah menyambar dekat. Sinar pedang berkelebat dan bergulung-gulung mengurung, tubuh Setan Obat itu!

"Bagus.....!" Cia Li Cu tak terasa lagi mengeluarkan seruan memuji karena sebagai seorang ahli pedang, puteri tunggal Raja Pedang, tentu saja ia segera me-ngenal ilmu pedang yang amat hebat ini. Juga Cia Hui Gan mengeluarkan seruan kagum. Sama sekali dia tidak menyangka bahwa yang ditakuti Setan Obat ini hanyalah seorang gadis muda dan melihat gerakan pedangnya, memang gadis itu benar-benar seorang ahli pedang yang hebat ilniu pedangnya. Saking kagumhya pendekar ini sampai lupa akan bahaya yang mengancam diri Yok-mo dan mendiamkan saja.

Yang repot adalah Yok-mo sendiri. Baiknya dia adalah seorang tokoh besar yang memiliki kepandaian silat tingkat tinggi, maka biarpun digulung oleh sinar pedang dan amat gugup, dia masih dapat menyelamatkan dirinya, mengelak ke sana ke mari, lalu tiba-tiba dia men-jatuhkan diri dan bergulingan menuju ke belakang Cia Hui Gan. Barulah pendekar ini sadar bahwa sebagai tuan rumah, dia harus mencegah terjadinya pembunuhan terhadap seorang tamunya. Tiba-tiba dia mendapat pikiran bagus. Nona ini ilmu pedangnya luar biasa sekali, sebaiknya dicoba dengan ilmu pedang puterinya.

"Li Cu, halangi Nona ini mengacaukan tempat kita," katanya. Li Cu memang sudah gatal tangannya. Sebagai seorang pendekar, ia gatal-gatal tangannya me-lihat ilmu pedang orang lain begitu bagusnya tanpa mengujinya. Secepat kilat ia melompat maju dan menyambar sebatang pedang dari tangan seorang pelayan. Ba-yangan merah berkelebat ketika Li Cu dengan pedang di tangan melompat ke arah gadis yang mengejar Yok-mo tadi. Mereka kini berhadapan, seakan-akan saling mengukur kepandaian dan kecantikaan masing-masing dengan sinar mata mereka yang bening. Memang keduanya sebaya, keduanya cantik jelita dan aneh-nya keduanya berpakaian serba merah! Hanya bedanya, gadis pengejar Yok-mo ini sepasang matanya indah menyinarkan cahaya yang diliputi kelembutan dan kedukaan, sebaliknya sinar mata Li Cu penuh semangat dan keangkeran. Dalam hal kecantikan, keduanya memiliki sifat-sifat tersendiri, keduanya menarik dan jelita.

"Kau canttk....” Li Cu mengetuarkan pujian.

Gadis itu menggerakkan pedangnya ke bawah dah mencoret-coret ke atas tanah. Tampak beberapa huruf indah di atas tanah itu dan ketika Li Cu membacanya, ternyata huruf-huruf itu berbunyi, "Kau lebih cantik lagi!"

Cia Li Cu terheran. Kenapa orang ini tidak bicara, sebaliknya menyatakan pendapatnya dengan bentuk tulisan. Betapapun juga, ia kagum melihat gerakan pedang ketika membuat coretan-coretan itu, karena semua itu dilakukan dengan gerakan ilmu pedang yang tinggi.

"Bi Goat, sudah kautangkap Setan Obat itu?" tiba-tiba terdengar suara parau bertanya dan tahu-tahu di situ sudah muncul seorang kakek kecil kurus berpakaian serba putih. Gadis itu yang bukan lain adalah gadis gagu Kwee Bi Goat, menoleh kepada kakek ini lalu menggeleng kepala sambil mengerling ke arah Yok-mo yang masih bersembunyi di belakang Cia Hui Gan.

"Ha-ha-ha, agaknya Si Raja Pedang melindungi Setan Obat!" kata kakek itu yang ternyata adalah Song-bun-kwi.

"Hemmm, Song-bun-kwi Kwee Lun. Kiranya kau yang muncul ini! Pantas saja begitu kau muncul terjadi kekacauan di sini. Ketahuilah, tidak sekali-kali kami melindungi Setan Obat, hanya karena dia pada saat ini menjadi tamuku untuk menghadiri perebutan gelar Raja Pedang,maka terpaksa sebagai tuan rumah aku tidak mengijinkan orang mengganggu tamuku.Song-bun-kwi, apakah kedatanganmu hanya untuk mengejar Yok-rno?. Kalau begitu halnya, harap kau turun gunung lagi dan menanti saja Yok-mo di bawah gunung. Kalau kau juga meng-hadiri perebutan gelar, kau pun rrienjadi tamuku dan silakan kau duduk!"

"Ha-ha-ha, Bu-tek Kiam-ong, setelah menjadi Raja Pedang kau ternyata sorn-bong sekali. Kau tidak bedanya dengan orang-orang yang begitu menduduki tempat tinggi lalu lupa kepada asalnya, berubah menjadi manusia sombong yang mengira diri sendiri paling pandai, paling besar dan paling berkuasa. Kedatanganku bersama muridku ini memang hendak menangkap Yok-mo dan sekalian hendak merebut gelar Raja Pedang. Bi Goat, kaulanjutkan permainanmu, kaucpba id-wan anak Raja Pedang itu!"

Bi Goat menggerakkan pedangnya, demikian pula Li Cu yang sudah berssap sedia. Gerakan Pedang Li Cu amat in-dahnya seperti seorang bidadari kahyangan sedang menari. Sebaliknya, gerakan Bi Goat cepat dan keras, mendasarkan gerakannya pada kekuatan dap kekerasan serta kecepatan. Segera dua orang gadis ini sudah saling serang. Terdengar bunyi tang-ting-tang-ting dan bunga api berhamburan. Diam-diam kedua orang gadis ini kaget dan harus mengakui kelihaian lawan masing-masing. Sementara itu, Song-bun-kwi dengan penuh perhatian menonton puteri atau muridnya mainkan Ilmu Pedang Yang-sin Kiam-sut meng-hadapi ilmu pedang lawan yang benar-benar amat hebat dan indah itu. Juga Cia Hui Gan sambil bertolak pinggang menonton dengan kagum. Baru kali ini semenjak dia menjadi Raja Pedang dia melihat ilmu pedang yang tak dikenalnya dan hebat pula, malah banyak sekali tanda-tanda bahwa ilmu pedang gadis gagu itu mempunyai sumber yang sama dengan ilmu pedangnya sendiri. Karena ini dia memandang penuh perhatian, pe-nuh keheranan dan penuh penyelidikan.

"Heeei, Song-bun-kwi iblis tua bangka, kau mau borong sendiri gelar Raja Pedang?" begitu kumandang suara lenyap, muncul orangnya. Seorang nenek yang masih kelihatan cantik genit, seorang kakek bertangan baju panjang dan tertawa-tawa nakal, diikuti oleh seorang wanita cantik berpakaian indah pesolek dan seorang laki-laki muda bermuka pucat. Merekaini adalah Hek-hwa Kui-bo, Siauw ong-kwi, Kim-thouw Thian-li dan Giam Kin.

Melihat munculnya Hek-hwa Kui-bo, cepat sekali Song-bun-kwi memerintah puterinya, "Bi Goat, mundur kau'" Bi Goat cepat menarik kembali pedangnya, melompat dan berdiri di sebelah kiri ayahnya. Sementara itu Cia Hui Gan sibuk menerima para tamu karena di belakang empat orang ini muncul pula tamu-tamu lain. Makin tinggi matahan naik, makin banyak para tamu datang di tempat itu. Partai-partai persilatan besar hadir pula, diwakili beberapa orang jagonya, ada pula yang membawa peng-ikut sampai puluhan orang anak murid yang perlunya untuk memberi suara dan menambah semangat. Tampak hadir wakil-wakil dari partai Siauw-lim-pai, dari Go-bi-pai, Thai-san-pai, dan lain-lain partai. Bahkan ketua Hoa-san-pai, Lian Bu Tojin dan ketua Kun-lun-pai Pek Gan Siansu, berkenan hadir juga. Dua orang kakek ini sekarang telah menjadi anggauta-anggauta pejuang yang gigih, akan tetapi sebagai tokoh-tokoh kang-ouw tentu saja mereka tidak mau melewatkan kesempatan ini, menyaksikan perebutan gelar Raja Pe-dang. Yang ikut dengan Lian Bu Tojin hanyalah Thio Ki, Thio Bwee, dan Kui Lok. Adapun Pek Gan Siansu diikuti oleh Bun Lim Kwi. Semua pendatang ini ter-heran-heran melihat adanya Lee Giok di fihak tuan rumah, akan tetapi oleh kare-na di situ terdapat banyak tamu, pula karena kedatangan mereka hanya berhubungan dengan akan diadakannya perebutan gelar, maka mereka tidak mendapat kesempatan membuka mulut. Adapun Lee Giok tanpa ragu-ragu lagi menyambut semua orang penuh penghor-matan di samping Li Cu.

Yang kegirangan adalah Giam Kin. Kali ini tidak saja dia dapat melihat gadis pujaannya, Thio Bwee, akan tetapi juga mendapat kesempatan mengagumi sekian banyaknya gadis-gadis cantik jelita sehingga berkali-kali mulutnya berkemak-kemik, dan matanya diobral ke sana ke mari sehingga kadang-kadang dia ditepur Oleh pandang mata Kim-thouw Thian Li.

Banyak benar tamu di Thai-san kali ini. Muncul pula di situ Ban-tok-sim Giam Kong, hwesio Tibet hitam tinggi besar yang memegang tongkat hwesio . besar dan berat. Hwesio ini biarpun datang dari Tibet, akan tetapi sudah amat terkenal di daratan Tiongkok karena dia pun seorang tokoh yang anti Mongol dan. ilmu silatnya hebat. Juga muridnya, Koai Atong, amat terkenal, akan tetapi aneh- Jj nya pada saat itu Koai Atong tidak ke- t lihatan hadir. Selain kakek ini, hadir pula Thai-lek-sin Swi Lek Hosiang bersama muridnya, Thio Eng. Begitu memasuki ruangan dan bertemu pandang dengan Bun L im Kwi yang agaknya memang di-cari-cari dengan sudut matanya, wajah gadis ini menjadi kemerahan, begitu pula wajah Lim Kwi. Hadirnya Thai-lek-sin Swi Lek Hosiang memperlengkap para, tokoh besar di situ karena sekarang hadirlah semua tokoh nomor satu. Dari barat, Song-bun-kwi. Tokoh nonior satn dari timur, Swi Lek Hosiang. Tokuh noinor satu dari utara, Siauw-ong-kwi, dan tokoh nomor satu dari selatan, Hek-hwa Kui-bo!

Melihat sekian banyaknya tokoh besar yang hadir, diam-diam Cia Hui Gan ter-kejut dan bangga. Kali ini jauh lebih banyak jago-jago datang dari empat penjuru untuk memperebutkan gelar Raja Pedang. Untuk melawan mereka ineng-andalkan kepandaian, dia merasa amat berat karena maklum bahwa tingkat mereka itu tidak berada di sebelah bawah tingkatnya sendiri. Akan tetapi kaiau yang dimaksud ini pertandingan ilmu pedang, dia boleh merasa yakin akan menang. Ilmu-ilmu pedang di dunia persilatan telah dikenalnya semua dan kiranya tidak akan ada yang dapat rnenang-kan ilmu pedangnya, Sian-li Kiam-sut. Hanya agak gelisah juga hatinya kalau dia teringat akan gerakan ilmu pedang yang dimainkan gadis gagu tadi.



Setelah rombongan tamu berhenti, Cia HuiGan berdiri dan mengucapkan pidato sambutan singkat. la menghaturkan selamat datang kepada semua tamu lalu ditambahkannya keterangan tentang pertandingan. "Siauwte sudah terlalu tua untuk main gila memperebutkan gelar kosong Raja Pedang. Oleh karena itu siauwte hendak memberi kesempatan kepada yang muda-muda dan yang masih haus akan gelar itu. Siauwte mengadakan tiga macam peraturan. Para peserta harus mempelihatkan ilmu pedangnya lebih dulu untuk dinilai, kemudian siauw-te mengajukan jago yang sekiranya akan^ dapat mengalahkannya. Di fihak kami ada tiga tingkat, yaitu pertama tingkat terendah adalah murid-murid siauwte yang juga menjadi pelayan di Tha-san, jumlahnya dua belas orang. Peserta yang siauwte anggap masih rendah tingkatnya, akan dilayani oleh dua belas orang pela-yan itu. Kalau dia menang, barula dia akan berhadapan dengan murid siauwte yang termuda, yaitu Lee Giok. Setelah dapat memenangkan Lee Giok, bariilah akan berhadapan dengan anak siauwte sendiri Cia Li Cu. Sayang bahwa murid kepala siauwte tidak hadir di sini karena sedang bertugas. -fika ada peserta muda dapat mengalahkan Li Cu, kemudia me-ngalahkan murid kepala siauwte apabila dia datang, maka dia berhak menerima gelar Raja Pedang dari kami. Tentu saja para cianpwe boleh pula maju, dan tentu saja lawannya adalah siauwte sendiri."

Ucapan ini jujur, singkat dan juga penuh tantangan sehingga membikin jerih hati beberapa orang yang hadir. Akan tetapi mereka yang merasa dirinya berkepandaian, menjadi penasaran juga. Cia Hui Gan tidak menipedulikan reaksi para tamunya, malah mempergunakan kesem-patan itu untuk menyatakan maksud se-sungguhnya daripada pertemuan itu.

"Cu-wi sekalian yang mulia. Memperebutkan gelar adalah perbuatan bodoh dan gelar adalah kosong melompong, tidak berjiwa. Apa artinya kita semua ini mempelajari kepandaian sampai berpuluh tahun? Apakah hanya berebutan gelar kosong belaka? Apa artinya kalau ke-pandaian kita tidak dipergunakan untuk menbuat jasa terhadap tanah air? Cuwi sekalian, sekarang tanah air sedang terancam bahaya, perjuangan suci sedang bergolak, kalau kita tidak mempergunakan kepandaian untuk mengabdi pada nusa dan bangsa, alangkah kecewanya!"

"Cia Hui Gan! Urusan perebutan gelar jangan kau campuradukkan dengan urusan pemberontakan!" Hek-hwa Kui-bo mencela dengan suaranya yang nyaring dan galak.

Cia Hui Gan tersenyum. "Mengapa tidak? Selama kita masih menginjak tanah air, masih menghirup hawa udara tanah air, kita harus memperjuangkan kesuciannya. Begitu baru bisa disebut orang gagah."

"Apa-apaan semua pidato kosong ini? Aku ingin melihat sampai di mana kehebatan Sian-li Kiam-sut dari Raja Pe-dang!" Orang yang berkata ini adalah seorang laki-laki berusia empat puluh tahunan yang bertubuh tinggi kurus, di tangan kanannya sudah meniegang pedang yang tajam berkilau. Dia ini adalah Bhe LionR, seorang jago pedang anak murid Bui-tong-pai yang berwatak kasar dan mau menang sendiri. "Raja Pedang, kau boleh menilai permainan pedang Bu-tong-pai ini!" Pedangnya diputar cepat sampai mengeluarkan suara mengiung-ngiung.

Melihat beberapa jurus saja, Cia Hui Gan tersenyum lalu memberi tanda ke-pada dua belas orang pelayannya. "Kalian layani Bhe-taihiap ini."

Bagaikan barisan yang diatur, dengan gerak lincah seperti kupu-kupu melayang-layang sehingga para pelayan yang beraneka warna pakaiannya ini kelihatan seperti penari-penari indah, sebentar saja brang she Bhe telah dikurung di tengah-tengah.

"Silakan, Bhe-taihiap," seorang pela-yan yang paling cantik berkata.

Bhe Liong tertegun, agak malu juga dikurung oleh gadis-gadis cantik itu yang ketika dekat telah menyiarkan ganda harum. Namun karena dia hendak memperlihatkan kepandaian dan kalau mungkin merebut gelar Raja Pedang, dia sudah memutar pedangnya dan berkata, "Hati-hati kalian!"

Ilmu pedang Bu-tong-pai memang boleh dibilang tinggi juga tingkatnya, dan ternyata ilmu pedang orang she Bhe mi tidak rendah. Akan tetapi, dia sekarang dikurung oleh Sian-li Kiam-tin (Bansan Pedang Bidadari), dua belas orang pelayan itu bergerak berbareng dan berlan-lari mengitari dirinya. Pedang di tangan dua belas orang pelayan itu silih berganti menyerangnya, kalau menangkis juga sekaligus ada empat pedang menangkis-nya, maka biarpun Bhe Liong lebih kuat tenaganya dan lebih gesit gerakannya, dia sebentar saja sudah menjadi pening. Lewat tiga puluh jurus, permainannya kacau dan beberapa guratan pedang di lengannya membuat dia terpaksa me-lepaskan pedangnya, melompat keluar dari kalangan dan kembali ke romboigan Bu-tong-pai sambil berseru, "Lihai sekali. Aku terima kalah!"

Para tamu tertawa, akan tetapi ada pula yang memuji sifat orang she Bhe ini yang biarpun kasar namun jujur dan tidak malu-malu mengakui kekalahannya. Setelah orang she Bhe ini, maju lagi beberapa orang, ada yang dilayani oleh dua belas orang pelayan, ada pula yang di-layani oleh Lee Giok, tapi kesemuanya dikalahkan dengan mudah.

Kim-thouw Thian-li berbisik-bisik kepada Giam Kin. Pemuda muka pucatj ini tertawa lalu meloncat maju menghadapi Lee Giok yang baru saja mengalahkan seorang jago dari Thai-san-pai dengan susah payah. Sambil menyeringai dan cengar-cengir Giam Kin berkata, "Nyonya Liong..... eh, Ji-enghiong..... eh, salah lagi, nona Lee Giok. Kiranya kau adalah murid dari Raja Pedang! Pantas saja kau berani banyak lagak di kota raja. Hemmm, kebetulan sekali kita bertemu dl sini» biarlah aku mencoba kepandaianmu!" Sambil berkata demikian, dia mencabut keluar sebatang pedang di tangan kanan dan sebatang suling di tangan kiri.

Angin bertiup dan Cia Hui Gan sudah berdiri di depan pemuda itu dengan sikap keren. "Giam Kin, aku tahu kau murid Siauw-ong-kwi! Akan tetapi kalau kedatanganmu hanya untuk mengacau, aku orang she Cia tidak takut untuk mengusirmu. Hanya yang ingin berlumba ilmu pedang boleh bertempur."

"He-he-he, aku pun ingin jadi Raja Pedang!"

"Tapi pertandingan ini hanya ferbataSy | dalam ilmu pedang, dan kau bersenjatai, suling beracun."

"Eh, suling ini hanya pelengkap saja.

"Ha-ha-ha, Raja Pedang! Kalau kau takut terhadap suling muridku, jangan berani pakai gelar Raja Pedang segala. Kalau muridmu Lee Giok itu takut menghadapi muridku, suruh dia bersembunyi di dapur. Ha-ha-ha!" Siauw-ong-kwi yang nakal wataknya itu mengejek, membuat banyak orang tertawa.

Cia Hui Gan berpaling kepada Lee Giok dan melihat sinar mata muridnya penuh kemarahan. "Lee Giok, ilmu pedangnya sih tidak seberapa, tapi kau hati-hatilah terhadap sulingnya."

"Teecu takkan mengecewakan Suhu," jawab Lee Giok sambil memutar pedangnya. Giam Kin tertawa lagi dan segera dua orang ini bertempur dengan seru. Akan tetapi segera ternyata bahwa Lee Giok bukarilah lawan Giam Kin; Sebentar saja ia amat terdesak dan baiknya Giam Kin adalah seorang pemuda mata keranjang. Melihat kecantikan Lee Giok, tentu saja hatinya tidak tega untuk melukai nona ini. Andaikata Lee Giok bukan seorang wanita, tentu dalam belasan jurus saja Giam Kin sudah menjatuhkan tangan keji. Sekarang Giam Kin hanya cengar-cengir sambil menggoda, mengeluarkan kata-kata yang kotor tidak sopan.

"Ehm, begini saja kepandaian Ji-enghiong? Kalau kau benar-benar seorang nyonya Liong yang tua dan buruk, tentu pedangku sudah akan menabas lehermu. Tapi kau..... hemmm, sayang kalau terluka lecet kulitmu. Kalau aku menjadi Raja Pedang, kau akan kujadikan selir Raja Pedang, maukah? Heh-heh-heh!"

"Si keparat bermulut kotor!" tiba-tiba dari fihak Hoa-san-pai melompat keluar seorang pemuda yang bukan lain, adalah Thio Ki adanya. Pemuda yang patah hati" karena tak terbalas cinta kasihnya oleh Kwa Hong ini semenjak melihat munculnya Lee Giok di Hoa-san dahulu, telah amat tertarik oleh gadis ini. Menyaksikan kegagahan Lee Giok, apalagi mendengar bahwa Lee Giok adalah "Ji-enghiong", sekaligus timbul kagum dan sukanya. Malah kenyataan bahwa dengan berterang Lee Giok mengaku cinta kepada Kwee Sin tidak mengurangi rasa sukanya. Sekarang melihat gadis ini dipermainkan Giam Kin, hatinya menjadi panas dan tak dapat menahan kesabarannya pula, dengan pedang di ca-ngan dia menyerbu dan langsung menyerang Giam Kin dengan serangan maut. Pada saat itu, Giam Kin sedang mendesak Lee Giok dan telah mengirim tu-sukan yang ditujukan untuk merobek pakaian sebelah atas gadis itu. Lee Giok sudah terkejut sekali dan maklum bahwa ia akan menderita malu yang bukan main besarnya andaikata serangan ini berhasil dan bajunya akan terobek ujung pedang. Maka ia merasa berterima kasih ketika tiba-tiba Thio Ki melompat dan menyerang Giam Kin sehingga pemuda muka pucat ini terpaksa menarik kembali serangannya dan dengan marah menghajar Thio Ki dengan sebuah tendangan kilat. Kepandaian Thio Ki masih kalah jauh oleh Giam Kin, maka tendangan itu rne-robohkannya. Namun, dengan nekad Thio Ki bangkit kembali dan dengan kaki ter-pincang-pincang dia menerjang lagi, tidak memberi kesempatan kepada Giam Kin untuk mendesak Lee Giok.

"Thio Ki, kau mundur!" Dari tempat duduknya Lian Bu Tojin menegur muridnya.

"Li Cu, kauhadapi manusia sombong itu!" Cia Hui Gan memerintah puterinya.

"Orang she Giam! Biarpun kau sudah mengalahkan Enci Lee Giok, jangan kira kau boleh bersombong dan sudah menjadi Raja Pedang. Lihat pedangku!" Cia Li Cu menggerakkan sebatang pedang yang ia pinjam dari pelayannya. Gerakan-nya cepat sehingga sinar pedangnya me-nyilaukan mata. Giam Kin cepat melompat mundur dan memutar senjatanya pula. Hatinya berdebar-debar tidak karu-an menyaksikan kecantikan yang luar biasa dari lawan barunya.

Sementara itu, Thio Ki dan Le Giok mundur keluar dari kalangan pertempuran. "Thio-enghiong, terima kasih atas pertolonganmu." kata Lee Giok sambil menjuru.

"Ah, tidak apa, Nona. Untuk memantumu yang gagah dan mulia, biar berkorban nyawa aku Thio Ki akan rela! Ucapan yang terang-terangan bersifat pernyataan cinta ini membuat nona Lee Giok menjadi merah wajahnya dan cepat mundur ke dekat suhunya, dan Thio Ki juga mundur ke rombongannya sendiri.

Pertempuran kali ini hebat sekall. Biarpun Giam Kin adalah murid utama dari Siauw-ong-kwi dan kepandaiannya pun tinggi, namun menghadapi Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut dari Li Cu, dia repot bukan main. Sudah kalah murni ilmu pedangnya, ditambah lagi kecantikan lawan membuat dia kacau pikirannya. Dalam jurus ke lima puluh, sulingnya kena dibabat putus dan lengan kanannya tergores pedang. Tanpa malu-malu lagi Giam Kin melompat mundur dan lari mendekati gurunya. Sorak-sorai menyambut kemenangan nona rumah i'ni. Siauw-ong-kwi menjadi pucat mukanya dan sudah berdiri hendak maju sendiri meng-hadapi Cia Hui Gan untuk menebus kekalahan muridnya. Akan tetapi pada saat itu berkelebat bayangan merah dan Bi Goat si gadis gagu sudah berdiri berhadapan dengan Li Cu dengan pedang di tangan! Semua penonton tertegun menyaksikan dua orang nona yang sama-sama berpakaian merah dan keduanya cantik jelita ini.

”Bagus, sekarang baru ramai!" Toat-beng Yok-mo bertepuk-tepuk dan bersorak gembira sambiJ melangkah maju untuk mencari tempat duduk lebih dekat supaya enak menonton. la sudah sering-kali menghadapi ilmu pedang Bi Goat dan merasa ngeri karena kehebatan Yang-sin Kiam-sut dan sekarang melihat Bi Goat hendak bertanding melawan Cia Li Cu, dia merasa gembira sekali.

Cia Li Cu tersenyum dan bukan main manis wajahnya ketika ia tersenyum. "Eh, adik gagu, apakah kau juga hendak merebut gelar Raja Pedang?"

Bi Goat yang mengerti kata-kata orang, menggeleng kepala, hanya menudingkan pedangnya ke arah Toat-beng Yok-mo yang seketika menjadi pucat.

Kembali Cia Li Cu tersenyum. "Ah, jadi kau penasaran karena Yok-mo itu? Dengarlah, adik yang manis. Kalau sudah selesai pertemuan ini, kau boleh saja mengejar dia dan boleh kau bacok putus lehernya, mana sudi aku ikut campur? Tapi sekarang karena dia seorang tamu, ' kau tidak boleh mengganggunya." Di dalam hatinya Li Cu amat suka dan S kasihan kepada Bi Goat, maka bicaranya manis.

"Bi Goat, lekas serang, jangan bikin malu orang tua." terdengar Song-bun-kwi berkata dan kagetlah banyak orang mendengar ini. Baru mereka tahu bah.va gadis cantik yang gagu ini kalau bukan anak tentulah murid Song-bun-kwi. Gem-bira hati mereka karena sebagai murid Song-bun-kwi yang sudah mereka ketahui kesaktiannya, gadis gagu itu tentu lihai sekali dan pertandingan ini tentu akan hebat.

Akan tetapi, siapa duga, begitu Bi Goat meneeerakkan pedangnya menyerang dan ditangkis Li Cu, terdengar suara nyaring dan pedang Li Cu patah menjadi dua! Banyak orang menahan napas karena kalau dalam pertandingan ilmu pedang sampai ada pedang yang terpatahkan, maka orang itu boleh dianggap kalah. Wajah Li Cu agak pucat dan terdengar jerit tertahan dari para pelayannya. Akan te tetapi Bi Goat sama sekali tidak menyerang lagi. Gadis gagu ini dengan wajah tenang memberi isyarat dengan ta-ngannya agar supaya Li Cu memperguna-kan pedang baru. Merah wajah Li Cu karena malu, akan tetapi diam-diam ia memuji kehalusan budi lawannya. Sekarang ia maklum bahwa lawannya meng-gunakan pedang pusaka yang ampuh dan kuat, maka tanpa ragu-ragu lagi ia menggerakkan tangan kanan. Sinar menyilaukan berkelebat ketika pedang Liong-cu-kiam yang pendek tercabut dari sarung-nya. Yang panjang masih tinggal di dalam sarung. Semua orang kaget dan ka-gum sekali, terdengar golongan tua berbisik, "Inikah Liong-cu Siang-kiam?"

"Bi Goat, hati-hati jangan sampai beradu pedang!" Song-bun-kwi berseru kepada anaknya.

Akan tetapi mana Bi Goat mau percaya bahwa pedangnya akan kalah oleh pedang lawan? la telah menyerang lagi dan dua orang gadis berbaju merah ini sebentar saja sudah bertanding hebat. Makin lama makin cepat gerakan mereka sampai lenyap tergulung dua sinar pe-dang. Yang nampak hanya dua bayangan merah terbungkus oleh dua gulungan sinar pedang yang keemasan dan keperak-an, segulung putih berkilau, yang lain t kuning emas. Semua tamu menahan napas, ' kagum sekali menyaksikan dua ilmu pedang yang hebat ini. Juga Cia Hui Gan menahan napas. Makin lama dia makin terheran, kemudian berseru.

"Song-bun-kwi, apakah ini Yang-sin Kiam-sut yang berhasil kau dapatkan itu?"

Song-bun-kwi merah mukanya lalu menjawab. "Yang-sin Kiam-sut apa? Masih belum dapat menangkan Sian-li Kiam-sut punyamu!"

"Trang! Tranggg!" Pertempuran ter-hehti, Bi Goat meloncat mundnr dengan muka pucat. Pedangnya telah patah! Li Cu menahan pedangnya, nampak bangga lalu berkata.

"Adik gagu, kauambillah lain pedang."

Song-bun-kwi marah sekali kepada Bi Goat. Tangannya bergerak dan tahu dia telah mengambil pedang dari pinggang seorang tamu tanpa si tamu mengetahuinya! Pedang ini sudah melayang ke arah Bi Goat disertai seruannya."Pakailah ini!"

Semua orang kaget. Pedahg telanjang itu meluncur seperti anak panah dan seakan-akan hendak menembus dada gadis gagu berpakaian merah itu. Namun dengan mudah Bi Goat menekuk lututnya dan menyambar pedang dari bawah dengan kedua tangan. Kembali mereka bertempur, tapi hanya dalam tiga jurus pedang ini pun patah menjadi tiga po-tong! Kembali Song-bun-kwi "mencopet" pedang yang dilemparkan kepada Bi Goat. Patah lagi. Berkali-kali Bi Goat berganti pedang dengan paksaan ayahnya, tapi mana ada pedang yang dapat menahan pedang Liong-cu-kiam? Pertandingan itu tidak menarik lagi, lebih berupa demon-strasi ketajaman pedang Liong-cu-kiam.

"Bi Goat belum kalah!" Song-bun-kwi membentak ketika terdengar suara para tamu supaya pertandingan itu disudahi saja dan gadis gagu dinyatakan kalah. "Pedangnya patah bukan karena dalam ilmu pedang, melainkan karena pedangnya kalah baik. Kalau dia sudah roboh mandi darah, barulah boleh disebut kalah. Bi Goat, serang lagi, biar dengan gagang pedang atau kepala!"

Bi Goat memang sudah merasa malu sekali karena berkali-kali pedangnya patah. Sekarang mendengar suara ayahnya ia menjadi nekat dan menubruk maju dengan pedang sepotong! Li Cu kaget sekali, tidak mengira bahwa gadis gagu yang gagah ini akan berlaku nekat. Ke-pandaiannya memang tidak terlalu jauh selisihnya, maka menghadapi serangan nekat ini ia tentu akan celaka kalau tidak mendahului. Liong-cu-kiam di tangannya bergerak naik turun dan la sudah mematahkan lagi pedang Bi Goat yang tinggal sepotong lalu ditambah dengan serangan balasan. Bagaikan anak panah Liong-cu-kiam meluncur ke arah tenggorokan Bi Goat. Baiknya sebelum-nya sudah timbul perasaan suka dan ka-sihan dalam hati Li Cu, maka gadis ini pun memaksa diri menurunkan tusukannya mengarah pundak. Para tamu menahan napas bahkan Song-bun-kwi sendiri mengepal tinjunya melihat puterinya terancam bahaya.

"Plakkk!" Pedang di tangan Ll Cu tergetar dan gadis ini sendiri terhuyung mundur dua langkah dengan wajah pucat. Pedangnya tadi telah kena dihantam oleh sebuah benda hitam kecil yang membuat tangannya gemetar dan pedangnya hampir terlepas dari pegangan.

"Song-bun-kwi, jangan main gila!" Cia Hui Gan membentak marah, mengira bahwa tentu Song-bun-kwi yang menolong gadis gagu dan mengirim serangan gelap kepada Li Cu.

"Cia Hui Gan, jangan sembarangan menuduh!" Song-bun-kwi balas membentak marah. Dua orang tua itu sudah berdiri dan saling pandang dengan mata menantang dan mengancam. Keadaan menjadi tegang. Akan tetapi tiba-tiba banyak orang berseru kaget dan heran dan semua perhatian sekarang ditujukan kepada bayangan seorang laki-laki yang baru saja naik ke tempat itu dengan langkah limbung. Laki-laki ini masih seorang pemuda, tapi keadaannya mengerikan sekali. Rambutnya awut-awutan, mukanya hijau, warnanya seperti orang terserang racun hebat, matanya merah, mukanya luka-luka berdarah, pakaiannya kusut tidak karuan.

Selagi semua orang terheran-heran, mereka dibikin lebih heran dan kaget ketika melihat Bi Goat mengeluarkan suara "uh-uh" dan gadis gagu yang cantik jelita ini berdiri menyambut orang itu, terus dipeluknya sambil menangis!



Song-bun-kwi dan Hek-hwa Kui-bo segera mengenal orang ini, bahkan yang lain-lain akhirnya mengenalnya pula. Orang itu bukan lain adalah Beng San!

Memang dla Beng San. Pemuda ini hampir menjadi gila semenjak terjadi peristiwa antara dia dan Kwa Hong di dalam benteng te.ntara kerajaan. Sekarang, bertemu dengan Bi Goat yang amat mencintanya sehingga tanpa ragu-ragu menunjukkan cinta kasihnya di tempat ramai seperti itu, hatinya makin perih seperti ditusuk-tusuk, merasa berdosa. Dengan halus dia membelai rambut gadis gagu itu, lalu berkata perlahan dan mendorong Bi Goat ke samping, "Bi Goat, kau mengasolah....." Kemudian dengan sekali melompat dia telah berdiri menghadapi Li Cu yang memandang dengan wajah pucat.

"Kau..... kau pencuri pedang! Kembalikan Liong-cu Siang-kiam kepadaku!" kata Beng San, matanya yang merah memandang tajam seakan-akan hendak menusuk dada gadis cantik itu dengan pandang matanya. Li Cu yang tadinya merasa ngeri, sekarang berbalik marah ketika mendengar ia dimaki pencuri. la tidak mengenal lagi pemuda yang hanya satu kali ia lihat dahulu di puncak Hoa-san-pai sebagai Seorang sastrawan lemah yang berani mati mencampuri urusan Hoa-san-pai dengan Kun-lun-pai.

"Keparat, kau barangkali sudah gila. Pergi!" Li Cu mengancam dengan pedangnya, akan tetapi sekali melangkah maju Beng San mengulur tangan hendak merampas pedang itu. Hampir saja pedangnya kena dirampas kalau Li Cu tidak segera cepat menarik kembali pedangnya. Ia kaget. Gerakan orang ini cepat dan tidak terduga sekali. Teringat ia akan sambitan gelap tadi.

"Kaukah penjahat yang menyambit pedangku tadi?"

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed