Skip to main content

raja-pedang-53-kho-ping-hoo

"Hong-moi..... Hong-moi..... jangan menangis..... ah, Hong-moi, apa yang terjadi.....? Aduh, kau cantik sekali Hong-naftt».,»." Kagetlah Kwa Hong ketika tiba-tiba Beng San memeluknya. Ketika ia memandang, ia melihat pemuda itu me-mandangnya dengan mata setengah ter-katup, mulutnya berbisik-bisik dan dalam keadaan setengah sadar.

Kwa Hong amat mencinta Beng San, Semenjak pertemuannya dahulu, ia sudah mempunyai perasaan luar biasa terhadap Beng San. Makin lama perasaan ini men-jadi makin kuat dan akhirnya, pertemuan mereka kembali ketika sudah dewasa, membuat perasaan luar biasa itu ber-kembang menjadi perasaan cinta kasih yang mesra. Apalagi setelah mendapat j kenyatan bahwa Beng San adalah seorang pemuda yang memiliki ilmu sakti, cinta kasihnya menjadi makin hebat dan ia rela meninggalkan siapa saja, rela melakukan apa saja demi cinta kasihnya terhadap pemuda ini. Sekarang, baru sekarang, ia melihat sikap Beng San yang membalas cintanya. la tidak tahu bahwa keadaan Beng San dalam setengah sadar, tidak tahu bahwa Beng San berada dalam pengaruh obat mujijat, tidak sadar pula bahwa dia sendiri pun terpengaruh obat beracun itu. Betapapun kuat batin orang, kalau dia masih muda, mudah sekali dia tunduk kepada nafsu. Apalagi dalam ke-adaan seperti mereka itu yang terkena, racun, dalam keadaan setengah sadar, mudah sekali bagi iblis untuk menguasai hati dan pikiran mereka. Maka, ber-bahagialah orang-orang muda yang ber-batin teguh, yang kuat untuk menahan nafsu, yang selalu ingat akan susila, menjauhkan diri daripada perbuatan mak-siat. Sebaliknya, celakalah mereka yang berbatin lemah!

Masa muda remaja adalah masa yang paling gawat dan paling berbahaya dalam kehidupan manusia. Justeru di masa inilah, masa akil baliq, di waktu keadaan jasmani manusia sedang berkembang dan di waktu semangat sedang bernyala-nyala, di waktu manusia mengalami perubahan dari kehidupan kanak-kanak berubah men-jadi manusia dewasa, dalam penghidupan paling banyak datang goda yang beraneka macam. Dalam menanjaknya usia dewasa ini manusia masih belum banyak meng-alami derita pengalaman pahit getir se-bagai' akibat daripada perbuatannya yang hanya menuruti perasaan hati dan nafsu, oleh karena kurang pengalaman ini mem-buat dia lalai dan lengah. Jiwa yang belum matang oleh gemblengan hidup penderitaan, membuat dia hanya melihat hai-hal dari segi keindahannya dan ke-nangannya belaka. Tidak cukup luas pan-dangannya, tidak cukup jauh wawasannya dan semua ini mengakibatkan pertahanan batin yang amat lemah menghadapi goda-an iblis yang selalu mengirrtai di balik hati perasaannya.

Orang muda seperti Beng San sesungguhnya tak mudah tergelincir oleh perangkap yang dipasang iblis di mana-mana, yang membahayakan setiap langkah dalam kehidupannya. Semenjak kecil biarpun jauh orang tua, namun boleh dibilang Beng San menemukan keadaan yang amat menguntungkan batinnya. Hi-dup sebagai kacung di kelenteng dekat dengan orang-orang saleh yang selalu mengutamakan perbuatan baik selalu mempelajari ilmu filsafat kebatinan yang mendekatkan manusia kepada Tuhan dan mengharamkan perbuatan maksiat Gcdaan terbesar dan paling berbahaya bagi orang muda, yaitu goda berupa nafsu pelanggaran susila, sebetulnya tidak akan mudah menundukkannya. la sudah digembleng oleh orang-orang sakti, sudah memiliki dasar batin seorang ksatria utama, kiranya dia akan lebih suka kehilangan nyawanya daripada melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan dan . perikemanusiaan.

Akan tetapi, malang baginya, pada waktu itu dia sudah kehilangan kesadar-annya akibat obat yang tercampur dalam arak dan makanan. Obat mujijat yang, JTiennbuat dia lupa diri dan hanya men-)adi hamba daripada nafsu tidak sewajar-nya yang timbul oleh obat beracun itu. Semua ini ditambah lagi oleh keadaan Kwa Hong yang memang mencintanya, seorang gadis muda yang semenjak kecil sudah memiliki sifat hendak menurutkan kata hati sendiri, yang lebih-lebih lagi pada waktu itu juga dipengaruhi oleh racun yang membuat iamenjadi hamba nafsu mujijat.

Namun, agaknya memang segala macam peristiwa di dunia ini sudah ditentukan lebih dahulu oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Manusia boleh berusaha sekuat tenaga, boleh berikhtiar sedapatnya, bah-kan sudah menjadi kewajiban manusia untuk berusaha dan berikhtiar, namun akhirnya hanya Tuhan yang menentukan. Peristiwa yang nampak kecil selalu menjadi sebab daripada perkara besar. Setitik bunga api dapat menyebabkan kebakaran sebuah kota. Peristiwa yang terjadi malarn itu pun kelak mengakibatkan terjadinya cerita hebat, cerita berjudul RAJAWALI EMAS yang akan menjadi cerita tersendiri sebagai lanjutan cerita RAJA PEDANG ini.

* * *

 



Gemuruh disertai hiruk-pikuk teriakan-teriakan di luar kamar membangunkan Beng San dari tidurnya. Pemuda ini mem-buka mata dan tubuhnya yang sudah memiliki kepandaian silat itu otomatis melompat turun dari pembaringan, siap sedia menghadapi segala kemungkinan. Kekagetan suara gemuruh itu tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan ke-i kagetannya ketika dia melihat keadaan di dalam kamar yang indah ini. Kwa Hong tidur di atas pembaringan itu pula dalam keadaan yang membuat wajah pemuda ini seketika pucat. Ingatannya segera dapat membayangkan kembali apa yang telah terjadi malam tadi. Kwa Hong juga ter-kejut mendengar suara gemuruh di luar. Gadis ini membuka mata, bangun duduk dan melihat Beng San sudah berdiri di pinggir pembaringan, gadis ini meman-dang dengan mata sayu, bibir mengulum senvum dan kedua pipinya menjadi merah. Beng San merasa seakan-akan jantungnya ditusuk pedang, dia terhuyung mundur tiga langkah, makin terang sekarang ingatannya dan sambil memekik aneh dia melompat keluar kamar, sekaJi dorong dia merobohkan daun pintu dan terus meloncat keluar.

Dua orang perwira datang menubruk dengan pedang di tangan. Tapi Beng San .Segera timbul marahnya, kemarahan luar biasa yang baru kali ini dia alami selama hidupnya. Tangannya menyambar dan dua orang perwira itu roboh dengan kepala remuk. Baru kali ini Beng San membunuh orang, membunuh dengan sengaja karena kemarahannya. la berlari terus keluar dari bangunan itu dan kiranya di dalam cuaca pagi yang masih remang-remang itu terjadi peperangan hebat. Benteng it'u , ternyata diserbu orang dan di sana-siru terjadi perang tanding yang amat hebat. Semua ini membuat dia berdiri me-matung. Dari gerakan orang-orang itu dan menilik pakaian mereka, dia dapat menduga bahwa penyerang itu tentulah barisan orang-orang Pek-lian-pai dan dia melihat pula tosu-tosu Hoa-san-pai dan orang-orang Kun-lun-pai! Kiranya Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai telah bergabung dengan Pek-lian-pai lalu menyerbu benteng ini. Juga dia melihat Lian Bu Tojin sendiri bersama Pek Gan Siansu ikut mengamuk, malah dua orang ini menan-dingi Hek-hwa Kui-bo dan Siauw-ong-kwi. Juga tampak olehnya Thio Bweeikut berperang di samping Thio Ki dan Kui Lok. Yang amat mengherankan hatinya, di situ kelihatan pula nona Lee Giok yang dulu menyamar sebagai nyonya Liong atau yang oleh Pangeran Souw Kian Bi disebut Ji-enghiong, ikut bertempur di samping lima orang gadis lain yang ilmu pedangnya hebat-hebat!

Melihat semua orang gagah ini m< nyerang barisan pemerintah, hati Beng San makin perlh. Semua orang itu, pa-triot-patricrt sejati, orang-orang gagahg» perkasa sejati, berjuang untuk negara, mati-matian bertempur untuk mengusir penjajah. Dan dia? Ah, dia kena dibujuk. musuh, untuk menolong nyawa sendiri dan nyawa Kwa Hong serta dua orang Hoa-san-pai, dia malah sudi berpesta-pora dengan musuh. Lebih hebat lagi, dia dan Kwa Hong..... ah, mengapa terjadl hal itu? Seperti orang gila, Beng San menjambak-jambak rambutnya, menampar kedua pipinya dengan tangan sampai darah mengalir dari mulut dan hidungnya, menjambak-jambak lagi rambutnya sambil menangis.

"Apa yang kulakukan.....? Ah. Tuhan apa yang kulakukan? Mampus saja kau mampus!" Ia menampari lagi mukanya yang sudah tidak karuan macamnya itu.

Tiba-tiba dia dipeluk orang "San ko..... San-ko..... kau kenapa... ?"

"Hong-moi.... tidak..... tidak! Biar aku mampus aku harus mampus..... . la merenggutkan tubuhnya sampai Kwa Hong terpelanting. Tapi gadis ini menubruk lagi sambil menangis, memeluk tubuh Beng San, rambutnya terlepas, terurai membelai leher Beng San. Hal ini lebih-lebih mengingatkan Beng San akan peristiwa malam tadi. Kembali dia merenggutkan diri dan terlepaslah pelukan Kwa Hong.

'San-ko..... kauingatlah... San-ko, lihatlah aku. Aku Hong moi, aku istrimu ... San ko suamiku....."

Ucapan ini seperti garam pada hati yang terluka, membuat Beng San roboh terguling dan kembali dia menghantam muka sendiri. Darah mengucur dari ping-gir matanya. la bertekad untuk memukul kepalanya dengan pukulan maut. Akan tetapi tiba-tiba terngiang di telinganya wejangan-wejangan para hwesio di kelenteng dahulu tentang orang yang membunuh diri. Di waktu dia masih kecil, lia melihat seorang petani membunuh diri setelah membunuh isterinya sendiri kare-na keadaan yang terlampau miskin. Hwe-sio kepala dari kelenteng di mana dia ttekerja berkata tentang itu, "Membunuh diri untuk-menyesali perbuatan dosa adalah perbuatan yang amat pengecut, malah menambah berat dosanya. Dosa harus ditebus dengan perbuatan-perbuatan baik. Membunuh diri karena menyesal berarti tidak berani mempertanggungjawabkan kesalahanannya, tidak berani menghaddpi hukuman atas perbuatannya itu."

Seketika dia menjadi tenang. la mengusap darah yang memenuhi mukanya, yang membuat mulutnya terasa sesak bernapas dan matanya terasa pedas,sukar dibuka. la lalu bangkit berdiri dan ketika Kwa Hong hendak memeluknya, dia mengulur kedua tangan menolaknya halus.

"Jangan, Kwa Hong. Jangarn ulangi perbuatan kita yang biadab!'

"Apa katamu? San-ko, kau bilang perbuatan biadab? San-ko, aku adalah isterimu, isterimu yang mencintamu sepenuh jiwa ragaku."

"Diam, Kwa Hong! Kita sudah melakukan pelanggaran susila. Aku harus mampus untuk itu, tapi biarlah kau saja yang membunuhku. Aku..... aku tak dapat membunuh diri. Hong-moi, aku telah menodaimu, nah, kaucabut pedangmu dan , kaubunuh aku."

"Tidak, San-ko. Kau adalah suamiku ......"

"Bukan, Hong-moi. Aku tidak bisa menjadi suamimu....."

"Tapi..... tapi aku isterimu yang mencinta. Aku..... aku cinta padamu....."

Beng San menarik napas panjang, menggeleng kepala. "Dulu sudah kukatakan kepadamu. Aku tidak mencintamu sebagai seorang kekasih. Aku cinta kepadamu sebagai seorang kakak terhadap adiknya. Hong-moi, memang aku sudah berdosa kepadamu. Aku tidak sengaja..... hemmm, tak perlu aku membela diri, pendeknya, aku sudah berdosa kepadamu. Hanya tepat ditebus nyawa. Kaubunuhlah aku sebelum orang lain tahu, Hong-moi .... bunuhlah aku, bunuhlah!" Beng San menjerit-jerit minta dibunuh.

Tapi Kwa Hong terhuyung-huyung mundur, mukanya pucat sekali. Rambut-nya yang terurai dan hitam itu menam-bah kepucatan mukanya. Air matanya bercucuran. "San-ko..... kau..... kau tetap - tidak mau mengambil aku sebagai isteri setelah..... setelah apa yang terjadi .ma-lam tadi.....?"

Beng San merasa jantungnya seperti diremas-remas. "Tidak, Hong-moi. Kalau aku memaksa diri, dosaku makin beaar. ; Hal itu berarti aku membohongimu, mem-bohongi diri sendiri. Kau akan lebih ter-siksa lagi kelak. Aku...., aku tidak bisa menjadi suamimu.



"San-ko... katakanlah, apakah..., apakah ada orang lain.....?"



Beng San tersenyum pahit lalu mengangguk. "Sungguhpun sekarang aku tidak ada harganya lagi untuk mencintanya, ?. namun ..... di dalam hatiku aku bersumpah .. aku hanya dapat mencinta dia seorang....."

”Siapa dia? Bilang, siapa dia?"

Karena sedang bingung dan gelisah, pikirannya kacau-balau, Beng San menerangkan juga. "Dia seorang gadis gagu, puteri Song-bun-kwi....."

Kwa Hong menjatuhkan diri berlutut lalu menangis terisak-isak. Hati Beng San makin hancur melihat gadis itu berurai rambut sambil menangis demikian sedihnya.

"Hong-moi, kau..... kau bunuhlah aku sekarang juga. Aku sudah tidak suka lagi hidup di dunia ini....." katanya dengan suara serak.

Tiba-tiba Kwa Hong meloncat bangun, mukanya pucat sekali, sepasang matanya tidak lagi menangis. "Beng San! Kau..... kau manusia berhati kejam! Kau sudah dua kali menghinaku, menolak cintaku dan kau..,.. ah, seharusnya kubunuh engkau!"

"Bunuhlah, aku akan berterima kasih...."

Tiba-tiba Kwa Hong tertawa, nyaring dan aneh bunyinya sampai meremang bulu tengkuk Beng San. "Jangan tertawa seperti itu Hong-moi, kau bunuhlah aku orang kejam dan hina ini....."

"Ha-ha-ha, tidak! Aku takkan membunuhmu, biar kau hidup menderita dan gila karena perbuatanmu semalam. Dan aku..... ha-ha-ha, kaudengar Beng San, aku akan kawin dengan laki-laki yang paling buruk, yang paling bodoh, kawin dengan laki-laki mana saja yang pertama kali kujumpai....." Setelah berkata demikian Kwa Hong melompat dan lari pergi dari situ. Dari jauh, mengatasi suara hiruk-pikuk peperangan, terdengar jeritnya melengking tinggi, terdengar seperti tertawa akan tetapi juga seperti tangis sedih.

Beng San menjatuhkan diri berlutut dan menutupi muka dengan kedua tangan. Akan tetapi dia tidak lama berada dalam keadaan seperti ini. Ketika dia teringat akan semua peristiwa yang dialami, ke-marahannya memuncak terhadap Pange-ran Souw Kian Bi dan kakak kandungnya, Tan Beng Kui. Dua orang itu yang menjadi gara-gara sehingga dia mabuk dan melakukan perbuatan hina itu. Serentak dia bangun, matanya kemerahan dan liar. Lalu, melihat orang-orang berperang tanding, dia mengeluarkan suara meng-geram keras dan lari menyerbu ke arah pertempuran. Seperti menggila dia meng-amuk, entah berapa banyaknya tentara musuh dia robohkan dengan tangan ko-song saja. Setiap memegang seorang ten-tara musuh, dia tanya di mana adanya Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui. Kalau tentara itu menjawab tidak tahu, lalu dibantingnya orang itu sampai remuk kepalanya. Dan memang dua orang yang , dia cari itu sudah tidak ada lagi di situ, sudah sejak tadi pergi setelah melihat bahwa keadaan benteng tak dapat diper-tahankan lagi. Bahkan Hek-hwa Kui-bo, Siauw-ong-kwi, Kim-thouw Thian-li dan Giam Kin juga sudah tidak kelihatan bayangannya lagi. Mereka ini pun maklum bahwa kalau pertempuran dilanjutkan, mereka tentu akan menjadi korban karena selain fihak lawan banyak terdapat orang tangguh, juga jumlah lawaa iriakin lama makin membanjir datangnya amat banyaknya. Jelas sudah benteng itu tak dapat dipertahankan lagi, korban fihak tentara pemerintah luar biasa banyaknya dan yang masih sempat lari mulai menyelamatkan diri.

Setelah mendapat kenyataan bahwa dua orang yang dicarinya itu tidak ada di situ, Beng San lalu berlari pergi dalam keadaan yang mengerikan. Mukanya bengkak-bengkak hidung dan mulutnya masih berdarah, matanya merah sekals, rambutnya awut-awutan dan mukanya pucat kehijauan.

Berulang-ulang bala tentara pemerintah diserbu dan dihancurkan oleh fihak pejuang. Bahkan kini para pejuang sudah berani mengganggu dan kadang-kadang Bnenyerbu kota raja secara bergerilya. Di sekeliling kota raja, di luar tembok kota, sudah mulai tidak aman. Para bangsawan, pembesar dan keluarga kerajaan mulailah merasa gelisah, bahkan ada yang sudah pergi mengungsi jauh ke utara. Semua usaha yang telah dilakukan oleh para perwira terutama sekali Pangeran Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui untuk rrieng-hancurkan para pejuang, selalu gagal. Malah agaknya setiap rencana penyerbuan mereka, setiap gerak-gerik dan taktik perang mereka, selalu diketahui Jebih dahulu oieh fihak pejuang sebelum taktik itu dilaksanakan. Misalnya seorang pen-jaga dan penyelidik melapor akan adanya sepasukan musnh di luar tembok kota. Pangeran Souw Kian Bi segera mengatur sebuah pasukan yang lebih besar untuk menyergap dan membinasakan pasukan lawan itu. Akan tetapi sesampainya di sana, tak seorang pun tentara pejuang kelihatan, malah dalam perjalanan kembali, pasukan pemerintah ini tahu-tahu sudah dikurung musuh yang lebih banyak jumlahnya dan dihancurkan! Dinasti Goan yang dibangun oleh Jengis Khan itu se-karang sudah berada di pinggir jurang kehancuran. Kejayaan bangsa Mongol di Tiongkok agaknya sudah hampir berakhir,.

Justeru kekacauan di kota raja ini yang membuat Beng San selalu tidatiJ berhasil dalam usahanya mencari Pangeran Souw Kian Bi dan Tan Beng Ku4 Berkali-kali dia menyerbu ke istana di kota raja, namun selalu tidak menemukari . dua orang itu yang agaknya amat repot dalam menghadapi penyerbuan-penyerbu-an para pejuang. Akhirnya dia teringat akan tugasnya yang belum dia laksanakan, yaitu merampas kembali pedang Liong-cu Siang-kiam, maka pergilah dia, ke Thai-san karena dia teringat bahwa saatnya telah tiba untuk diadakan perebutan gelar Raja Pedang seperti yang sering dia dengar di luaran. la merasa yakin bahwa gadis she Cia yang mencuri Liong-cu Siang-kiam itu pasti akan mun-cul di dalam arena perebutan gelar Raja Pedang itu» mengingat akan iimu pedangnya yang amat hebat ketika gadis she Cia itu mendemonstrasikan kepandaian-nya di puncak Hoa-san setahun yang lalu dengan mengalahkan Pek Tung Hwesio dan Hek Tung Hwesio, Apalagi sudah jelas bahwa pada masa ini yang memiliki gelar Raja Pedang adalah Cia Hui Gan, ayah gadis itu. Teringat akan semua ini, Beng San lalu melakukan perjalanan cepat ke Thai-san agar tidak sampai terlambat kedatangannya.

Pagi-pagi benar di puncak Gunung Thai-san sudah nampak kesibukan. Cia Hui Gan atau terkenal sebagai Raja Pedang tinggal di salah sebuah puncak bukit ini. Cia Hui Gan adalah seorang pendekar besar yang amat terkenal namanya sebagai ahli waris Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut yang dahulu diciptakan oleh pendekar wanita sakti Ang 1 Niocu. Akan tetapi jarang sekali pendekar ini turun gunung karena sesungguhnya semenjak isterinya yang tercinta meninggal dunia, Cia Hui Gan menjadi bosan di dunia rarnai, hidup sebagai pertapa di puncak Thai-san bersama puteri tunggalnya, Cia l.i Cu. Karena memang dia adalah ke-turunan bangsawan kaya raya sebelum bangsa Mongol menjajah di Tiongkok, maka biarpun hidup mengasingkan diri di puncak Gunung Thai-san, dia hidup serba kecukupan. Apalagi setelah berada di tempat sunyi itu, dia tidak membutuhkan banyak keperluan, adapun untuk makan sehari-hari bersama puteri dan pelayan-pelayan serta murid-muridnya dia r en-dapatkan hasil dari sawah ladangnya.

Cia Hui Gan amat mencinta puteri tunggalnya sehingga ilmu pedangnya telah dia turunkan kepada Cia Li Cu. Bahkan untuk menyenangkan hati puterinya yang agak manja, pendekar ini sengaja men-datangkan dua belas orang pelayan wa-nita-wanita yang muda-muda dan cantik-cantik untuk menjadi teman Li Cu, ma-lah berkenan menurunkan ilmu pedang yang cukup lihai bagi para pelayan atau teman anaknya ini.

Pagi hari itu, tidak seperti biasanya, pagi-pagi sekali Cia Hui Gan sudah duduk di ruangan depan rumahnya yang amat lebar. Semua bangku dan kursi di dalam ruangan dikeluarkan dan diatur di pekarangan itu, memutari pekarangan yang berlantai rumput hijau. Pendekar ini yang usianya sudah lima puluh tahun, nampak gagah dalam pakaiannya yang ringkas berwarna kuning. Di pinggangnya tergantung sebatang pedang panjang dan dia nampak gesit dan berseri wajahnya yang biasanya muram. Para pelayan yang berjumlah dua belas orang dan cantik-cantik itu pun berpakaian serba ringkas, juga di pinggang setiap orang pelayan tergantung sebatang pedang. Karena pa-kaian para pelayan ini kesemuanya sama, berwarna kuning berkembang merah, mereka tampak angker dan juga cantik-cantik, seperti puteri-puteri dalam pesta di istana. Yang hebat adalah Cia Li Cu sendiri. Gadis itu seperti biasanya berpakaian serba merah, sepasang pedang Liong-cu Siang-kiam tergantung di punggung. Rambutnya yang panjang meng-hitam itu digelung ke atas sehingga tampak kulit lehernya yang putih kuning. Di dekat nona ini kelihatan seorang nona lain, juga cantik manis berpakaian serba kuning. Nona ini bukan lain adalah Lee Giok!

Mengapa Lee Giok yang dikenal se-bagai .li-enghiong pemimpin mata-mata pemberontak itu berada di situ? Hal ini tidak aneh kalau diketahui bahwa Lee Giok sebenarnya masih murid Cia Hui Gan yang kepandaiannya pun hebat, sung-guhpun ia hanya mewaris» ilmu pedang ciptaan Raja Pedang itu sendiri. Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut terlalu tinggi untuk dapat dipelajari oleh Lee Giok. Tidak sembarang orang dapat mempelatari ilmu pedang sakti ini karena membutuh-kan dasar dan tenaga murni yang kuat.

"Sumoi (adik seperguruan), kali ini tentu ramai nanti di sini," kata Lee Giok sambil tersenyum, kelihatan gembira dan tidak sabar menanti datangnya para tamu yang hendak memperebutkan gelar Raja Pedang.

"Suci (kakak seperguruan), dahulu ketika diadakan perebutan gelar Raja Pedang, aku masih kecil dan kau belum menjadi murid ayah. Aku pun ingin sekali melihat apakah aada orang yang akan dapat mengalahkan ilmu pedang ayah kali ini," kata Li Cu. Biarpun dalam tingkat-an kepandaian, Li Cu jauh lebih tinggi daripada Lee Giok, akan tetapi karena Lee Giok lebih tua, maka menyebutnya, suci dan nona she Lee ini rrienyebutnya sumoi..

Melihat puteri dan muridnya bicara sambil tertawa-tawa, Cia Hui Gan menegur, "Kalian kelihatan gembira amat. Kiraku kalian takkan segembira ini kalau tahu bahwa kali ini yang datang ke sini tentulah orang-orang sakti yang amat lihai kepandaiannya. Aku sendiri meragu-kan apakah aku masih akan dapat mem-pertahankan gelar Raja Pedang yang se-betulnya kosong melompong itu." Orang tua ini menarik napas panjang. "Apalagi setelah umum mengetahui bahwa murid-murid Thai-san banyak yang menjadi pejuang. Kali ini aku tidak akan dapat menyembunyikan rahasiaku lagi, aku akan berterus terang bahwa memang kita ada-lah pejuang-pejuang yang benci melihat penjajahan di negeri kita. Oleh karena itulah maka aku sengaja menahan Lee Giok biar mereka tahu bahwa Lee Giok yang terkenal di kota raja adalah muridku!" Ucapan terakhir ini diucapkannya dengan suara bangga. Lee Giok menjadi merah mukanya, kemudian terbayang kesedihan.

"Suhu, teecu telah gagal dalam tugas teecu..... sehingga terlambat pula menolong..... Kwee-taihiap....."

"Hemmm, Kwee Sin harus dipuji. Dia seorang patriot sejati yang untuk tanah air dan bangsanya rela mengorbankan nama baik, mengorbankan perguruan, mengorbankan tunangan dan akhirnya mengorbankan nyawanya. Jarang di masa sekarang terdapat orang seperti Jia." Setelah orang tua ini berkata demikian, keadaan menjadi sunyi dan terdengarlah isak tertahan dari Lee Giok. Semua orang, termasuk gurunya sendiri tidak tahu bah-wa nona ini selama bekerja sama dengan Kwee Sin, telah jatuh cinta kepada pe-muda Kun-lun-pai itu. Hanya sebentar Lee Giok terisak karena ia segera dapat Tnenekan perasaannya.

"Suci, memang menyedihkan kalau diingat nasib Kwee-taihiap. Akan tetapi, setelah kau dikenal sebagai pejuang, apakah kiranya tidak akan ada pasukan pemerintah yang mengejarmu ke sini? Ayah, apa sekiranya pertemuan kali ini tidak akan memancing datangnya pasukan musuh?" tanya Li Cu.



”Biarkan mereka datang! Aku akan melawannya, pula, kiraku teman-teman seperjuangan kita takkan tinggal diam begitu saja. Pek-lian-pai juga sudah siap sedia. Memang pertemuan kali ini hanya kupergunakan sebagai kedok saja. Yang penting adalah mengumpulkan orang-orang gagah untuk kubujuk dan bersama-sama menggulingkan pemerintah penjajah yang sudah makin lemah ini."

"Sumoi dan Suhu harap tidak berkhawatir. Agaknya sudah pasti barisan besar penjajah akan datang ke sini, akah tetapi semua ini sudah diatur oleh dia di kota raja, dan Pek-lian-pai juga sudah bersiap bersama pasukan-pasukan pejuang yang lain. Sudah dapat teecu bayangkan, Suhu, bahwa pada saat di sini kita merayakan perebutan gelar Raja Pedang, kota raja pasti akan mengalami hal-hal yang hebat sekali!" Kembali wajah yang tadinya sedih ini berseri-seri dan penuh semangat.

"Mudah-mudahan dia berhasij....." kata Li Cu dan segera muka gadis cantik jelita ini berubah merah, semerah baju-nya ketika melihat betapa Lee Giok mengerlingnya dengan senyurn menggoda.

Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari bawah puncak, disusul berkelebatnya ba-yangan orang yang berlari-lari naik sam.-bil berteriak-teriak, "Wah celaka..... cela-ka betul..... mana ada aturan begiru.....?" Ketika semua orang memandang, ternyata yang berlari-lari dengan napas sengal-sengal itu adalah seorang kakek yang tubuhnya bongkok dan matanya besar sebelah. Biarpun dia lari sambil terbongkok-bongkok, namun kedua kaki-nya ternyata dapat bergerak cepat sekali. Cia Hui Gan segera mengenal orang ini dan bertanya.

"Yok-mo (Setan Obat), kenapakah kau datang berlari-lari seperti dikejar setan?"

"Hayaaa, memang setan yang mengejarku malah raja setan, iblis sendiri....." Kakek itu terengah-engah sambil menoleh ke belakang ketakutan. "Coba kaupikir, Kiam-ong (Raja Pedang), mana ada aturan begini? Orang memaksa-maksaku untuk menyembuhkan penyakit, kemanapun aku pergi aku dikejar terus dan nyawaku terancam....."

"Yok-mo, kau adalah ahli pengobatan, sudah sewajarnya kalau orang minta tolong kepadamu," kata Cia Hui Gan tenang.

Mata yang besar sebelah itu melebar. ”Apa kaubilang? Namaku adalah Toat-beng Yok-mo (Setan Obat Pencabut Nyawa), mana bisa aku menyembuhkan orang? Boleh kusembuhkan penyakitnya, tapi nyawanya harus kucabut."

Wajah Raja Pedang yang angker itu nampak tak senang, lalu kata Cia Hui Gan, suaranya angkuh, "Hemmm, setiap orang memang berhak mempunyai pendapat sendiri. Toat-beng Yok-mo, habis apa keperluanmu datang berlari-lari ketakutan ke tempat kami ini?"

"Kiam-ong kautolonglah aku kali.

Diam-diam Cia Hui Gan heran juga. Orang seperti Toat-beng Yok-mo ini memiliki kepandaian yang tinggi, tidak sembarang tokoh kang-ouw dapat mengalahkannya, apalagi membuat dia ketakutan seperti itu. Pendekar ini mengeluarkan dengus mengejek. "Hemmm, kau sendiri pantang menolong orang tapi masih tidak malu minta tolong kepada orang Jain! Yok-mo, kalau kedatanganmu hanya minta tolong, kau pergilah lagi. Aku tidak suka mencampuri urusanmu."

Toat-beng Yok-mo adalah seorang yang amat cerdik biarpun kadang-kadang dia seperti tidak normal otaknya. Cepat dia berkata, "Bukan, bukan hanya ingin minta tolong, tapi terutama sekali untuk menghadiri perebutan gelar Raja Pedang. Bukankah hari ini diadakannya? Kiam-ong, aku hari ini menjadi tamumu pertama!"

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor

Pendekar Buta 3 -> karya : kho ping hoo

Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai. Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu. Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu. "Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!" Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini. Kun Hong menghentikan langka

Jaka Lola 21 -> karya : kho ping hoo

Sementara itu, Ouwyang Lam dan Siu Bi tertawa-tawa di pulau setelah berhasil nnelernparkan kedua orang tosu ke dalam air. "Jangan ganggu, biarkan mereka pergi!" teriak Ouwyang Lam kepada para anggauta Ang-hwa-pai sehingga beberapa orang yang tadinya sudah berinaksud melepas anak panah,terpaksa membatal-kan niatnya.. Siu Bi juga merasa gembira. Ia Sudah membuktikan bahwa ia suka membantu Ang-hwa-pai dan sikap Ouwyang Lam benar-benar menarik hatinya. Pemuda ini sudah pula membuktikan kelihaiannya, maka tentu dapat menjadi teman yang baik dan berguna dalam mepghadapi mu-suh besarnya. "Adik Siu Bi, bagarmana kalau kita berperahu mengelilingi pulauku yang in-dah ini? Akan kuperlihatkan kepadamu keindahan pulau dipandang dari telaga, dan ada taman-taman air di sebelah selatan sana. Mari!" Siu Bi mengangguk dan mengikuti Ouwyang Lam yang berlari-larian meng-hampiri sebuah perahu kecil yang berada di sebelah kiri, diikat pada sebatang pohon. Bagaikan dua orang anak-anak sed