Skip to main content

raja-pedang-43-kho-ping-hoo

Thio Eng menahan pedangnya, mendengarkan dengan pandang mata heran. "Nona, percayalah, aku tidak menyalahkan kau kalau kau mendendam sakit hati. Aku pun demikian. Ayahku terbunuh orang. Tapi, berilah kesempatan kepada-ku untuk membereskan urusanku. Kau sudah mendengar semua di Hoa-san tadi. Biarkan aku mencari susiok..... eh, men-cari Kwee Sin sampai dapat sehingga urusan pembunuhan terhadap orang tuaku bisa diselesaikan. Setelah itu, nah..... setelah itu kalau kau hendak membalas dendammu kepadaku, silakan. Aku akan nriemberikan kepalaku kepadamu."



 



"Cih, siapa sudi mendengar obrolanmu”.



 



"Betul, Nona. Entahlah.... hatiku tidak" mengijinkan aku marah kepadamu. Aku kasihan kepadamu yang bernasib buruk. Aku dapat merasakan penderitaanmu. Andaikata sakit hatimu itu dapat dipuaskan karena kematianku sebagai penebiis dosa ayahku, biarlah aku berkorban. Taai tunggulah sampai aku selesai mengurus urusanku sendiri."



 



"Bohong! Kau hanya rhencari alasan untuk melepaskan diri dariku. Hemmw, orang she Bun, jangan harap aku dapat kaubodohi. Atau kau pengecut..... tidak berani menghadapi pedangku!"



 



Betapapun juga, Lim Kwi adalah se-orang pemuda. Dia memang penyabar sekali, .dan memang sudah menjadi dasar wataknya yang jujur dan sabar, berani mengalah. Akan tetapi karena sekarang didesak sedemikian rupa oleh nona ini, apalagi karena dianggap pengecut, sifat lantannya menonjol. la cepat menggerakkan pedangnya menangkis dan berkata.



 



"Nona Thio, sungguh aku tidak ingin bertempur denganmu. Jangan kau memaksaku!" Namun Thio Eng terus terdesak dan sebentar saja dua orang muda itu sudah bermain pedang dengan hebatnya. Serangan-serangan Thio Eng benar-benar amat berbahaya, Sebagai murid Swi Lek Hosiang, tentu saja kepandaian-nya amat tinggi, ilmu pedangnya sudah masak dan juga ilmu pedang yang berasal dari daerah pantai timur ini mempunyai gaya tersendiri, mempunyai keistimewaan sendiri. Permainan pedangnya cepat, tangkas, lincah dan mengandung tenaga yang bergelombang, seperti gelombang samudera yang memecah di pantai timur!



 



Akan tetapi Bun Lim Kwi adalah murid termuda Kun-lun-pai yang amat disayang oleh gurunya. Hampir seluruh Umu pedang yang dimiliki Pek Gan Sian-Su diturunkan kepada muridnya ini sehingga dalam permainan Kun-lun Kiam-hoat boleh dibilang dimasa itu Bun Lim Kwi 'menjadi orang ke dua di Kun-lun setelah gurunya sendiri. Bahkan tingkat ilmu pedang yang dimiliki oleh paman dan ayahnya, juga yang dimiliki Kwee Sin, masih kalah setingkat olehnya. Tentu saja dia masih banyak membutuhkan pengalaman pertempuran untuk mematang-kan ilmunya. Gaya permainannya tenang dan kuat seperti batu karang di pantai laut, akan tetapi juga kadang-kadang kalau dia mau dia bisa melancarkan se-rangan yang mematikan. Betapapun juga, menghadapi Thio Eng dia tidak tega untuk melakukan serangan maut, hanya mempertahankan dan melindungi tubuh-nya, kadang-kadahg memancing dan meng-gertak untuk mengurangi daya tekanan lawan. la merasa sedih sekali dengan kenekatah gadis ini yang agaknya tak dapat ditahannya lagi. Bun Lim Kwi maklum bahwa percuma saja dia membujuk, maka dia mengambil keputusan untuk merobohkan gadis ini tanpa melukai berat atau kalau mungkin mening-galkannya lari. Yang pertama tadi, yaitu merobohkan tanpa melukai agaknya lebih mudah dipikirkan daripada dilakukan. Tingkat kepandaian gadis ini boleh dibilang seimbang dengan tingkatnya sendiri, mana mungkin dia merobohkannya tanpa melukai? Setelah berpikir demikian, Lim Kwi mengambil keputusan untuk mening-galkannya lari saja. Tidak peduli dia dicap pengecut atau takut, karena soal-nya bukan dia takut, melainkan karena dia tidak mau bermusuhan dengan gadis yang sekaligus menarik cinta kasihnya dan juga menimbulkan kasihan di hatinya ini.



 



"Maaf, Nona Thio, aku tak "dEtpa«. melayanimu lebih lama lagi!" Pedangnya berkelebat cepat dan pedang nona itu tertangkis dengan kerasnya sehingga ter-pental. Thio Eng kaget sekali karena merasa telapak tangannya sakit. Baiknya dia masih dapat menjaga sehingga pedang-nya tidak terlepas dari pegangan. Ketika dia dapat menguasai keadaannya, pe-muda itu sudah meloncat jauh lari cepat.



 



"Orang she Bun, kau hendak lari ke mana?" bentaknya marah dan cepat dia mengejar. Dari pertandingan pedang kedua orang muda ini sekarang melakukan perlumbaan lari cepat juga dalam ilmu ini keduanya memiliki tingkat seimbang. Thio Eng sukar sekali untuk dapat me-nyusul lawannya, juga amat sukar bagi Lim Kwi untuk memperjauh jarak antara dia dan pengejarnya. Gadis itu seakan-akan menjadi bayangannya, terus meng-ikuti, ke mana pun juga dia lari atau meloncat. Ada sejam mereka berkejaran. Lim Kwi mulai merasa gelisah. la me-masuki hutan-hutan dan sengaja meng-ambil jalan pegunungan yang amat sukar dengan harapan agar gadis itu akhirnya membiarkan dia pergi. Akan tetapi, de-ngan penuh semangat Thio Eng mengejar terus.



 



Karena merasa tak sanggup lari pergi delri gadis itu, Bun Lim Kwi membalik-kan tubuhnya dan kembali dia membujuk.



 



"Nona Thio, kenapa kau bertekat hendak membunuhku sekarang juga? Tidak kasihankah kau kepadaku yang juga rnempunyai semacam sakit hati dan pena-saran seperti yang kauderita? Aku minta waktu tiga bulan, Nona. Berilah tiga bulan agar aku dapat menyelesaikan dulu urusanku sendiri, setelah itu, aku akan mencarimu dan terserah kalau kau hen-dak membalaskan sakit hati ayahmu."



 



Tertegun juga hati Thio Eng mendengar ini. Pemuda ini lihai, belum tentu ia akan dapat menang kalau mereka bertempur. 3uga buktinya tadi, biarpim ia sudah mengerahkan seluruh kepandaian-nya berlari cepat, sampai sedemikian lamanya belum juga dia mampu menyu-sulnya. Kiranya pemuda ini merupakan tanding yang seimbang dan belum tentu kalah kalau melawan, mengapa tidak mau melawan dan bahkan memberi janji akan suka dibunuh tiga bulan kemudian? Bukan-kah ini aneh sekali? Akan tetapi pikiran ini hanya sebentar saja memenuhi kepala-nya, segera terganti oleh rasa dendam yang sudah ditanggungnya semenjak ia kecil. Kemarahannya datang lagi. Pedangnya bergerak menyerang disusul bentakan.



 



”Tak usah banyak cakap, seorang dt antara kita harus mati!"



 



Bun Lim Kwi merasa sedih sekali sehingga dia agak terlambat mengelak. Pedang yang menusuk lehernya itu kini menyerempet pundaknya. Baju Lim Kwi robek berikut kulit dan sedikit daging-nya. Darah mulai mengucur deras mem-basahi baju. Kembali Thio Eng tertegun, akan tetapi segera ia menyerang lagi lebih hebat. Lim Kwi sudah bersiap dan pedangnya menangkis. Kembali dua orang ini bertempur hebat sampai lenyap tubuh mereka terbungkus gulungan dua sinar pedang.



Dua orang itu saking hebatnya rrteil-curahkan perhatiannya di ujung senjata masing-masing, tidak tahu bahwa sesosok bayangan datang mendekat. Setelah me-lihat siapa yang sedang bertempur, ba-yangan ini mengeluarkan segenggam ben-da lalu dengan kecepatan kilat dia me-nyambitkan benda-benda kecil dalam genggaman itu ke arah Bun Lim Kwi.



 



Pemuda ini tidak dapat memperta-hankan diri terhadap serangan gelap ini karena benda-benda itu ternyata adalah jarum-jarum halus sekali yang ketika melayang ke arah tubuhnya tidak me-ngeluarkan bunyi. Tahu-tahu dia merasa punggungnya panas dan gatal-gatal, tubuhnya kaku-kaku dari tak dapat ditahaftnya lagi dia terguling dan pedangnya terlepas dari pegangannya!



 



Thio Eng heran bukah maln. Masih sempat ia menarik kembali pedangnya dan dengan mata terbelalak dia melihat betapa Bun Lim Kwi telah roboh telentang dalam keadaan mengerikan. Muka pemuda yang tampan itu menjadi Nru menghitam, tubuhnya kaku tak bergerak lagi. Ketika gadis ini mengangkat muka, ia melihat seorang pemuda sudah berdiri tersenyum-senyum di depannya. Pemuda ini bukan lain adalah Giam Kin! Tahulah , Thio Eng sekarang bahwa diam-diam Giam Kin membantunya dan menyerang Lim Kwi dengan senjata rahasia yang aneh.



 



"Nona Ehg, puaskah kau sekarang melihat musuhmu menggeletak di depan kakimu? Nah, jangan buahg waktu lagi, segera kaupenggal lehernya!" kata Giam Kin sambil tersenyum lebar. Akan tetapi alangkah herannya ketika ia melihat nona itu dengan mulut cemberut dan mata berapi membentak.



 



"Kenapa kau mencampuri urusanku? Kenapa kau membunuhnya?"



 



"Eh, Nona. Bukankah dia musuhmu? Tadi kulihat kau tidak kuat mengalahkannya, maka aku membantumu."



 



"Siapa sudi bantuanmu? Siapa butuh pertolonganmu? Laginya, kau menyerang secara pengecut!" Gadis itu dengan marah lalu meloncat dan lari pergi dari situ.



 



Giam Kin berdiri terpaku di tempatnya. la menyeringai, kemalu-maluan dan juga penasaran. Akhirnya dengan marah dia lalu menoleh ke arah tubuh Lim Kwi yang masih menggeletak di situ, meludahinya dan mengomel, "Sialan!" Dengan hati murung Giam Kin lalu pergi dari situ juga. la tertarik oleh kecantik-an Thio Eng, akan tetapi berbeda dengan menghadapi gadis-gadis lain, terhadap Thio Eng dia tidak berani bersikap sem-brono. Selain gadis ini memiliki kepandai-an yang cukup lihai, juga dia harus mengingat guru gadis itu, Thai-lek-sin Swi Lek Hosiang yang tak boleh dipandang ringan.



 



Belum lama Giam Kin pergi, tubuh Bun Lim Kwi bergerak-gerak dan terdengar dia merintih perlahan. Patia saat itu Beng San berlari-lari cepat dalam usahanya mengejar Thio Eng dan mencari Bun Lim Kwi.



 



"Celaka, terlambat.....!" katanya ketika dari jauh dia melihat tubuh murid Kun-lun itu menggeletak di situ. Cepat dia memeriksa dan alangkah kagetnya melihat betapa seluruh tubuh pemuda ini membiru, napasnya empas-empis. Beng San adalah seorang pemuda yang .telah mewarisi ilmu yang hebat, akan tetapi dia bukanlah seorang ahli pengobatan. Betapapun juga, setelah mendapat ke-nyataan bahwa di punggung pemuda ini terdapat jarum-jarum halus yang menancap, dia dapat menduga bahwa tentu Bun Lim Kwi terkena racun yang amat berbahaya. Dicabutnya jarum-jarum halus berjumlah tujuh buah itu, dan dengan hati-hati dia bungkus jarum-jarum itu dimasukkan ke dalam saku bajunya.



 



"Terlalu sekali Thio Eng. Betulkah nona itu sampai hati menggunakan senjata rahasia begini ganas dan keji?" la merasa penasaran, lalu tanpa ragu-ragu lagi Beng San menempelkan bibirnya pada luka-luka di punggung Lim Kwi, kemudian mengecupnya kuat-kuat. Darah-darah menghitam dapat dia isap keluar dan diludahkan, akan tetapi hanya ber-hasil mengeluarkan darah beracun yang berada di sekitar luka. Segera Beng San menggunakan kepandaiannya. Dengan menempel kedua pundak Bun Lim Kwi dengan kedua telapak tangannya, dia menahan napas mengerahkan tenaga dalamnya, mempergunakan tenga Im Yang berganti-ganti untuk mendorong hawa beracun dari tubuh Bun Lim Kwi. Karena ? dia tidak tahu tergolong apakah racun itu, Im atau Yang, dia tidak tahu harus mempergunakan tenaga apa untuk me-lawannya.



 



Baiknya hawa mujijat dalam tubuh Beng San memang hebat sekali. Ketika dia mempergunakan tenaga Im, darah hitam banyak mengucur keluar dari luka-luka di punggung Lim Kwn. Akhirnya muka pemuda ini tidak biru lagi dan napasnya agak lega. Akan tetapi dia masih kaku dan pingsan.



 



Beng San teringat akan ular pemberian Giam Kin kepada ketua Hoa-san-pai,



 



"Ah, kenapa aku begini bodoh? Hoa-san tidak terlalu jauh, kalau kubawa ke sana dan minta Lian Bu Tojin memberi-kan ular-ular itu untuk menolong, bukan-kah Lim Kwi akan dapat tertolong segera?" Tanpa ragu-ragu lagi dia lalu memondong tubuh Lim Kwi dan memper-gunakan kepandaiannya untuk berlari cepat sekali naik ke puncak Hoa-san.



 



Setelah tiba di puncak, dia segera berjalan seperti biasa menuju ke tempat tinggal Lian Bu Tojin. la melihat bahwa masih ada sedikit tamu di tempat pesta. Untuk tidak menarik perhatian orang, Beng San menggunakan kepandaiannya meloncat dan menyelinap menuju ke , belakang dan memasuki bangunan itu dari belakang. Beberapa orang tosu melihat-nya dan menegur heran.



 



"Beng San, kau dari mana dan..... eh, 'Siapa itu...,.?" Para tosu terheran-heran, apalagi setelah mereka mendapat kenyataan bahwa orang yang dipondong Beng San itu bukan lain adalah Bun Lim Kwi, murid Kun-lun-pai yang tadi datang bersama Pek Gan Siansu.



 



"Harap para Totiang tenang-tenang saja dan tolonglah panggilkan Lian Bu tOtiang, katakan aku Beng San mohon bertemu, ada urusan amat penting.



 



Para tosu segera melaporkan kepada Uan Bu Tojin yang masih duduk diruang-an depan menanti habisnya para tamu» Tosu tua ini begitu mendengar laporan, segera mengundurkan diri dan menuju ke belakang, membiarkan Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa melayani para tamu. Akan tetapi Kwa Hong yang berada di dekatnya ketika ada tosu memberi laporan,. segera mengikutinya. Hal ini terlihat oleh Thio Bwee, Kui Lok dan Thio Ki yang segera mengikuti pula dari belakang.



 



"Beng San, kenapakah dia itu.....?" I.ian Bu Tojin menegur dengan kaget setelah melihat Bun Lim Kwi menggeletak di atas sebuah dipan dalam keadaan amat payah.



 



"Totiang yang baik, saya mohon belas kasihan Totiang. Tolonglah Bun Lim Kwi yang teecu (saya) ketemukan sudah menggeletak dalam keadaan begini di lereng bukit. Melihat keadaannya, teetu rasa dia terkena senjata beracun dan..... teecu tenngat akan pemberian Giam Kin. Bukankah ular-ular kecil itu adalah ttlar penolak racun?"



 



Lian Bu Tojin tidak menjawab An cepat dia memeriksa tubuh Bun Lim Kwi. Sebagai seorang ketua partai persilatan besar tentu saja kakek ini mengerti tentang ilmu pengobatan. Wajahnya berubah ketika dia memerlksa pemuda itu.



 



"Dia telah terkena racun yang amat berbahaya," katanya. "Pinto sendiri tidak ynempunyai penolak racun yang akan dapat melawan racun ini."



 



"Totiang, bukankah Giam Kin telah memberi hadiah ular-ular penolak racun itu?"



 



Kakek itu mengangguk-angguk akan tetapi nampak ragu-ragu. "Hemmm, pinto pernah mendengar kemanjuran Ngo-tok-coa, akan tetapi belum pernah membuktikannya sendiri. Memang kata orang Ngo-tok-coa dapat menyembuhkan segala macam penyakit akibat keracunan, akan tetapi pinto belum pernah melihat ke-nyataannya, bahkan ularnya pun bard se-karang pinto melihatnya. Pemuda ini benar-benar hebat dan amat berbahaya keadaannya, kalau tidak mendapatkan obat yang cocok, takkan kuat menahan sampai dua pekan." Tosu itu nampak ragu-ragu dan khawatir.



 



"Totiang, kalau begitu, tolonglah Totiang berikan Ngo-tok-coa kepada teecu untuk mengobati Lim Kwi," Beng San berkata gelisah.



 



"Baiklah...... memang seharusnya begitu ....." kata kakek itu.



 



Tiba-tiba Thio Ki berkata dengan suara tak senang, "Sukong, dia itu adalah anak murid Kun-lun-pai, seorang niusuh besar. Luka atau matinya bukanlah urus— an kita dari Hoa-san-pai!"



 



Thio Bwee dan Kui Lok menyatakan persetujuannya, malah Ku.i Lok menyambung, "Inilah tanda bahwa Thian akan selalu menghukum mereka yang jahat. Kun-lun-pai sudah terlalu amat jahat terhadap kita, maka dia ini murid Kun-lun-pai juga mengalami nasib seburuk ini. Sukong, dia ini musuh kita, tak ada perlunya kita menolongnya."



 



Akan tetapi Kwa Hong yang selama ini amat bersemangat dalam permusuhan golongan Hoa-san-pai terhadap Kun-lun-pai, agaknya berpikiran lain. Entah bagaimana, gadis ini sudah menaruh simpati besar terhadap Beng San dan berlawanan dengan suara hatinya kalau menentang pemuda ini.



 



"Teecu tidak setuju dengan kedua Suheng," katanya kepada kakek ketua Hoa-san-pai.



 



"Biarpun dia ini musuh besar kita, akan tetapi dia terluka di Hoa-san, tentu orang luar akan menyangka bahwa kita yang melukainya dengan cara yang begini keji."



 



"Peduli apa dengan segala fitnah? Pokoknya kita tidak melakukan penyerangan gelap habis perkara. Biarkan orang lain menuduh!" Thio Ki bersitegaog de-ngan sikapnya.



 



"Apalagi Beng San ini selalu memperlihatkan sikapnya memihak golongan Kun-lun-pai. Dahulu, bertahun-tahun yang lalu juga dia sudah memperlihatkan sikap membela Kun-lun, sekarang pun dia mati-matian hendak menolong orang Kun-lun. Sukong, kita harus berhati-hati terhadap orang ini dan jangan mendengarkan omongannya!" kata Kui Lok.



 



Semua ucapan cucu-cucu muridnya ini berkesan juga dalam hati Lian Bu Tojin. Dengan pandang mata tajam dia bertanya kepada Beng San, "Beng San, kenapa kau selalu berfihak kepada Kun-lun? Kenapa kau bersusah payah hendak menolong Lim Kwi murid Kun-lun ini?"



 



Beng San sudah marah sekali men-dengar ucapan Thio Ki dan Kui Lok tadi. Makin marah dia setelah mendengar per-tanyaan Lian Bu Tojin yang jelas ter-pengaruh oleh ucapan-ucapan itu.



 



"Lian Bu totiang, saya harap Totiang suka ingat akan beberapa hal ini. Pertama, seorang yang sudah menjunjung tinggi keadilan menilai baik buruk seseorang dari perbuatannya, bukanlah dari keturunannya! Biarpun Lim Kwi seorang murid Kun-lun, tapi kesalahan apakah yang pernah dia lakukan terhadap Hoa-san-pai? Kedua, seorang yang tahu akan Ketuhanan tahu pula bahwa soal keturunan adalah hasil pekerjaan Tuhan. Lim Kwi menjadi anak keluarga Bun bukanlah karena kehendaknya melainkan karena kehendak Tuhan, maka apabila ada orang menyalahkannya karena .keturunannya, sama artinya dengan orang itu menyalahkan hasil pekerjaan Tuhan! Ke tiga, seorang kuncu (budiman) selama hidupnya takkan meninggalkan perikemanusiaan dan akan menolong siapa saja yang mem-butuhkan pertolongan. Lian Bu totiang, saya menolong Lim Kwi karena dua hal, pertama karena saya selalu teringat akan hal-hal yang saya sebutkan tadi, kedua kalinya, kiranya Totiang in-gat juga akan pesan terakhir Bun Si Teng kepada saya di dekat ajalnya. Pesan orang yang sudah meninggal dunia adalah pesan keramat yang harus dihargai, asal saja pesan itu demi kebaikan. Nah, hendaknya Totiang segera mengambil keputusan, Totiang suka nrienolongnya ataukah tidak?"



 



Wajah kakek itu menjadi merah. Ia merasa terpukul oleh ucapan-ucapan pemuda itu. Sambil menoleh kepada cucu-cucu muridnya dia berkata.lirih,. "Ambilkan Ngo-tok-coa itu....."



 



Thio Ki, Thio Bwee, dan Kui Lok tidak bergerak dari tempatnya, malah memandang marah kepada Beng San. Akan tetapi Kwa Hong segera berlari dan tak lama kemudian dia sudah kembali membawa tabung-tabung bambu terisi dua ekor ular kecil. Lian Bu Tojin menerima dua tabung itu dan berkata kepada Beng San.



 



"Inilah dua ekor Ngo-tok-coa itu, beng San. Pinto hanya menggunakan cara yang biasa untuk mengambil racun ular ini kemudian meminumkannya sebagian dan sebagian lagi digosokkan pada luka-lukanya. Akan tetapi karena pinto belum menyatakan sendiri khasiat racun Ngo-tok-coa, maka hasilnya pinto tidak berani menanggung."



 



"Totiang," kata Beng San dengan hormat dan berterima kasih, "keadaan Lim Kwi sudah payah. Kalau Totiang suka berusaha mengobati, itu saja sudah merupakan budi besar, tentang riwayatnya hanya terserah kepada Thian."



 



Lian Bu Tojin lalu membuka tutup tabung, menangkap ular pada belakang lehernya. "Buka mulutnya," katanya kepada Beng San yang cepat membuka mulut Lim Kwi. Dengan menekan pada leher dan belakang kepala ular itu, keluarlah cairan menguning dari mulut dan gigi ular, menetes-netes ke dalam mulut Lim Kwi. Kwa Hong sudah datang membawa secangkir air yang segera dipergunakan oleh Lian Bu Tojin untuk diminumkan pula sehingga racun tadi dapat masuk ke dalam perut. Setelah racunnya habis dan dilepas, ular itu menjadi lemas dan tak dapat berkutik lagi. Ular ke dua dikeluarkan dan seperti tadi, racunnya dikeluarkan, ditadahi cangkir kemudiari dengan tangannya Lian Bu Tojin meng-gosok-gosokkan racun ini di punggung Lim Kwi. Pengerahan tenaga dalamnya dapat mendorong racun ini masuk tubuh melalui luka-luka kecil itu. Setelah selesai, Lian Bu Tojin dengan napas agak terengah-engah lalu mundur dan mencuci tangannya.



 



Beng San merasa berterima kasih sekali. Dari napas kakek itu dia maklum bahwa tadi Lian Bu Tojin teJah mengerahkan seluruh Iweekangnya dan dia merasaa kagum akan budi kakek ini. Ia tidak pedulikan lagi kepada tiga orang cucu murid Hoa-san yang memandang semua itu dengan mulut cemberut dan sinar mata penuh kemarahan kepadanya. Hanya Kwa Hong yang dengan setulus hati membantu pengobatan tadi dan diam-diam dia pun berterima kasih sekali kepada nona ini.



Tubuh Bun Lim Kwi bergerak dan mulutnya mengeluh. Semua orang memandang dengan penuh perhatian. Girang hati Beng San ketika melihat betapa tubuh yang kaku tadi kini mulai menjadi lemas, warna kehitaman lenyap dan makin lama muka itu menjadi makin pucat. Lalu tubuh itu berhenti bergerak dan Lim Kwi kelihatan seperti orang tidur nyenyak, hanya napasnya agak terengah-engah.



 



Lian Bu Tojin lalu mendekat dan memeriksa pergelangan tangan dan detak jantungnya.



 



"Celaka.....!" Tosu itu berteriak kaget, wajahnya berubah pucat. "Keparat betul Giam Kin!" Saking marahnya tosu ini mengeluarkan makian.



 



"Bagaimana, Totiang?" Beng San berseru heran dan kaget.



 



Kakek menggeleng-geleng kepala dan memandang sedih ke arah Bun Lim Kwi.



 



"Tidak baik, tidak baik..... racun ular itu bukannya menyembuhkan, malah menambah payah. Agaknya bukan Ngo-tok-coa....." tiba-tiba kakek itu menghentikan ucapannya, wajahnya makin pucat ketika dia berbisik, "..... ngo-tok (lima racun).....? Ah, jangan-jangan ada hubungannya dengan Ngo-lian-kauw, bukan ular-ular obat yang diberikan malah ular beracun berbahaya."



 



Kalau Beng San menjadi kaget bukarv main, adalah Thio Ki dan Kui Lok sekarang girang sekali. "Beng San, lekas bawa pergi dia dari sini, tidak ada tempat untuk mengubur mayat orang Kun-lun! kata Kui Lok.



 



Pada saat itu Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa muncul. Para tamu yang melihat, Lian Bu Tojin mengundurkan diri, lalu berpamit dan di puncak Hoa-san sudah menjadi sunyi.



 



"Bagaimana, Suhu?" tanya Kwa Tin Siong yang tadi sudah mendengar tentang peristiwa yang terjadi atasdin Bwi Lim Kwi.



 



"Kita ditipu Giam Kin," jawab kakek itu. "Dua ekor ular itu bukan ular obat setelah dipergunakan racunnya mudah membuat dia makin parah."



 



"Bagaimana baiknya sekarang? Totiang, Kwa lo-enghiong, tolonglah beri petunjuk kepadaku," kata Beng San, nampak gelisah sekali. Kwa Hong menjadi terharu melihat sikap Beng San, akan tetapi gadis ini diam saja hanya menahan air matanya yang hendak keluar dari matanya.



 



"Tidak ada obat di dunia ini dapat menolongnya..... kecuali Thian turun tangan sendiri....." kata Lian Bu Tojin.



 



"Hanya ada satu jalan....." tiba-tiba Kwa Tin Siong berkata. Semua mata ditujukan kepada jago Hoa-san-pai ini, tapi Kwa Tin Siong melihat dengan pandang mata jauh ke arah kaki gunung di sebelah utara.



 



"Ah, dia.....?" Kui Lok dan Thio Ki berkata dengan nada mentertawakan.



 



"Ayah, tak mungkin....." kata Kwa Honfo penuh kekhawatiran memandang kepada Beng San. Adapun Lian Bu Tojin hanya menggeleng-geleng kepala saja. jpw "Kwa-enghiong, siapakah dia itu? Siapa yang dapat menolong Lim Kwi dan apakah yang kau maksudkan dengan satu jalan tadi?" Beng San mendesak, akan tetapi Kwa Tin Siong hanya menggeleng kepala. Beng San segera mendesak Lian Bu Tojin.



 



"Totiang, harap berbelaskasihan dan beri petunjuk. Siapakah dia yang dimak-sudkan oleh Kwa-enghiong dan yang bisa menolong Lim Kwi?"



 



"Tidak ada, tidak ada..... tak mung-kin ditolong lagi....." kata kakek ini pula.



 



Melihat bahwa Kwa Tin Siong dan ketua Hoa-san-pai agaknya hendak me-nyembunyikan nama orang yang kiranya dapat menolong Lim Kwi, Beng San lalu menoleh kepada Kwa Hong, "Adik Hong, maukah kau memberi penjelasan kepada-ku?"



 



Bukan main panasnya hati Thio Ki dan Kui Lok mendengar pemuda itu rne-nyebut adik kepada Kwa Hong. Menurut pendapat mereka, tak patut pemuda ini menyebut adik, seharusnya menyebut nona.



 



"Sebetulnya bukan kal-ena Ayah dan Sukong tidak mau memberi tahu, San-ko. Akan tetapi memang tidak ada guna-nya mendatangi orang itu, malah amat berbahaya. Ketahuilah, di kaki gunung ini sebelah utara terdapat seorang sakti yang amat aneh, terkenal disebut Toat-beng Yok-mo (Setan Obat Pencabut Nya-wa). Baru namanya saja sudah menerang-kan bahwa dia itu adalah seorang ahli obat sampai disebut Setan Obat. Akan tetapi, sebutan Toat-beng sudah jelas pula bahwa dia mempunyai satu kesuka-an, yaitu mencabut nyawa orang. Me-nurut kabar, segala macam penyakit dia dapat menyembuhkan, akan tetapi begitu orangnya sembuh, dia lalu turun tangan membunuhnya. Karena inilah maka Ayah dan Sukong tidak tidak mau menyebut namanya."



 



"Apa dia gila.....?" Beng San berseru marah dan heran.



 



Kwa Tin Siong menarik napas panjang sebelum berkata."Sama sekali kami tidak tahu bagaimana keadaannya se-betulnya, Beng San, dan kami tidak mau mencoba-coba untuk menanam permusuh-an dengan orang kang-ouw. Dia tidak mengganggu kami dan kami tidak pedulikan dia, akan tetapi tentang kepandaiannya mengobati sudah amat terkenal di dunia kang-ouw."



 



Lian Bu Tojin mengarigguk-angguk. "Dia sama terkenalnya dengan Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan, keduanya adalah keturunan tokoh-tokoh hebat di jaman dahulu. Kalau Ciu Hui Gan masih keturunan dari si dewi pedang Ang 1 Niocu, adalah dia itu masih keturunan dari Yok-ong (Raja Obat) sayangnya..... hemmm, dia rnempunyai kebiasaan yang amat keji dan aneh itu."



 



Beng San tidak berkata apa-apa, lalu menghampiri dipan dan memondong tubuh Lim Kwi yang masih pingsan dan lemas.



 



"Beng San, kau hendak ke mana?" tanya Kwa Tin Siong dan semua orang memandang kepada pemuda ini.



 



"Ke mana lagi, Kwa-enghiong? Ke kaki gunung sebelah utara itu untuk minta pertolongan Toat-beng Yok-mo.



 



"San-ko! Kau akan dibunuhnya!" seru Kwa Hong, wajahnya pucat. Sikap gadis ini amat menarik perhatian sampai ayahnya sendiri menoleh dan memandang heran.



 



Beng San menoleh kepada Kwa Hong dan tersenyum pahit. "Apa boleh buat, tapi akan kuusahakan supaya dia ttepat menyembuhkan Lim Kwi."



 



"Beng San, dia tni apamu dan ada hubungan apakah kau dengan Kun-lun-pai maka kau bertekad mengorbankan nyawa untuk menolongnya?" Lian Bu Tojin bertanya, mata kakek ini memandang kagum.



 



"Totiang, menolong orang lain dengaii pamrih untuk keuntungan bagi diri sendiri bukanlah pertolongan namanya. Manusia hidup harus saling tolong-menolong dan apakah artinya pertolongan tanpa disertai pengorbanan?" Setelah berkata demikian, dia berjalan pergi sambil memondong tubuh Lim Kwi, sengaja dia memberatkan langkahnya sehingga kelihatan keberatan memondong tubuh itu.



 



Semua mata mengikutinya, mata Kwa Hong basah air mata. Lian Bu Tojin menggeleng kepalanya, menarik napas panjang berkali-kali dan berkata penuh pujian.



 



"Siancai..... siancai..... selama hidupku baru kali ini pinto melihat orang dengan budi pekerti sebaik dia..... kalian semua lihatlah baik-baik dan ingat baik-baik, dialah orang yang patut dihormati, dialah patut disebut seorang gagah!" Setelah berkata demikian kakek ini terbongkok-bongkok memasuki pondoknya.



* * *

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor...

Jaka Lola 23 -> karya : kho ping hoo

"Bocah setan, lari ke mana engkau?" Ang-hwa Nio-nio berrseru, kemudian me-noleh kepada Siu Bi dan Ouwyang Lam berkata, "Kejar, ia dan ayahnya adalah sekutu musuh besar kita. Pendekar Buta!" Mendengar seruan ini, Ouwyang Lam dan Siu Bi cepat berkelebat melakukan pengejaran di belakang Ang-hwa Nio-nio. Juga para pembantu pengurus Ang-hwa-pai beramai-ramai ikut mengejar. Tentu saja Ang-hwa Nio-nio, Ouwyang Lam dan Siu Bi yang paling cepat gerak-annya sehingga para pembantu itu ter-tinggal jauh. Ternyata Cui Sian memiliki ginkang yang hebat, larinya cepat seperti kijang. Akan tetapi karena ia tidak me-ngenal tempat itu, tanpa ia ketahui ia telah lari ke daerah karang. Melihat ini, Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam tertawa dan sengaja tidak mempercepat larinya, hanya mengejar dari belakang. Siu Bi merasa heran, akan tetapi segera ia melihat kenyataan dan me-ngetahui persoalannya. Wajahnya seketika berubah pucat. Gadis yang dikejar itu telah lari memasuki sarang ular hijau!...

Jaka Lola 27 -> karya : kho ping hoo

"Marah-marah tidak karuan? Pandai memutarbalikkan fakta!" Siu Bi membentak marah sekali, pedangnya yang terhunus itu ia acung-acungkan. "Kalian yang mengumbar mulut jahat menggoyang lidah membicarakan orang semaunya dan tidak karuan! Hayo mau bilang apa sekarang, apakah kfclian kira aku tidak mendengarkan kasak-kusuk kalian yang busuk? Apakah ini sikap orang-orang gagah, lelaki dan wanita kasak-kusuk di tempat sunyi, membicarakan orang lain?" Seketika wajah Cui Sian menjadi merah. Tadinya ia kagum dan suka kepada Siu Bi, apalagi dara remaja itu telah menolongnya di Ching-coa-to. Akan tetapi ucapan yang galak ini benar-benar menyinggung hatinya, karena rnengandung sindiran tentang dia berdua Yo Wan. "Nanti dulu, adik yahg baik. Kami memang telah bicara tentang dirimu, akan tetapi bukan membicarakan hal yang buruk....." "Cih! Bicarakan hal buruk atau pun baik, aku melarang kalian bicara tentang diriku! Apa peduli kalian kalau aku rusak atau tidak apa sa...