Skip to main content

raja-pedang-41-kho-ping-hoo

Pek Gan Siansu dan Lian Bu Tojin menjadi serba salah. Mereka juga adalah ketua-ketua dari partai persilatan yang besar. Tentu saja mereka pun sukar un-tuk melangkah mundur, sukar untuk me-nyatakan sikap ragu-ragu menghadapi perlombaan adu kepandaian. Di dalam dunia kang-ouw sudah jelas bahwa siapa mundur dalam menghadapi pibu, dia di-anggap takut dan pengecut! Apalagi se-karang Thio Ki dan Kui Lok sudah me-lompat maju dengan tangan meraba gagang pedang, keduanya berlumba berkata, "Akulah jago pertama yang maju mem-bela nama baik Hoa-san-pai!" Dan Bun Lim Kwi yang tadinya bermuka muram, sekarang nampak berseri-seri mukanya, matanya yang lebar itu bersinar-sinar dan dia memandang kepada suhunya de-ngan pandang mata penuh permohonan supaya diberi ijin untuk mempertahankan nama baik Kun-lu-pai! Agaknya pertandingan sebagai gantinya perjodohan untuk menyelesaikan perkara itu tak dapat dihindarkan lagi.



 



Tiba-tiba seorang pemuda berlari-lari keluar dari kelompok pengikut yang berada paling belakang. Pemud. ini bu-kan lain adalah Beng San. Melihat keadaan demikian gawat, pemuda ini tak dapat menyembunyikan dirinya lagi. Ia tidak peduli akan pandangan orang ba«-nyak kepadanya, juga dia menahan hati-nya untuk tidak menengok ke arah duat orang yang pada saat itu mengeluarkan seruan heran. Yang seorang adaiah Thio Eng. Begitu gadis baju hijau ini melihai Beng San berlari-lari menghampiri dua orang ketua yang sedang bersitegangy . gadis ini berseru.



 



"Saudara Tan.....”. Ia dapat segera nhenahan keheranannya dan tidak me-lanjutkan kata-katanya, hanya memandang dengan mata terbuka lebar ke arah Beng San yang tersaruk-saruk lari mendekati dua orang kakek ketua itu."



 



Orang ke dua yang berseru heran tertahan adalah pemuda teman Souw Kian Bi. Pemuda ini sampai bangkit dari bangkunya ketika memandang Beng San. Tentu saja perbuatan dua orang ini tidak menyolok benar karena pada saat itu, semua tamu juga memperhatikari Beng, San, apalagi setelah pernuda ini berteriaki teriak.



 



"Ji-wi Locianpwe (kedua orang tua gagah), harap tahan dulu! Saya metn-punyai dua benda untuk diberikan kepada Ji-wi (tuan berdua)!" Beng San yang masih hendak menyembunyikan kepandaian-nya, sengaja lari tersaruk-sanik dan ter-engah-engah.



 



Pek Gan Siansu memandang heran, dan Lian Bu Tojin tersenyum, berkata halus.



 



"Beng San, kau hendak memberi apaf kah kepada kami?"



 



Sementara itu, para tamu saling pan-dang dan saling bertanya. Siapakah pe-muda berpakaian sastrawan itu? Apa maunya bocah ketolol-tololan itu? Beng San dengan gugup rnerogoh-rogoh saku dalam bajunya dan mengeluarkan dua lipat kertas. Pemuda ini cukup cerdik untuk tidak mau menyebut-nyebut nama Ciu Goan Ciang. la maklum bahwa di Sltu banyak nnata-mata pernerintah dan dia ingat pula bahwa Souw Kian Bi adalah seorang Pangeran Mongol, maka katanya.



 



"Ji-wi Locianpwe, ketika saya nendak naik ke Hoa-san, di tengah jalan saya dititipi dua pucuk surat ihi untuk Ji-wi dari seorang gagah. Pesannya agar supaya saya memberikan surat ini kepada Ji-wi untuk mencegah terjadinya pertempuran dan permusuhah. Silakan Jiwi menerima dan membacanya." ia menyerahkan sebuah surat kepada Lian Bu Tbjin dan sebuah tagi kepada Pek Gan Siansu. Tentu saja dua orang tua itu menjadi heran sekali, namun mereka dengan tenang menerima surat-surat itu. Bahkan Lian Bu Tojin sendiri juga amat terheran karena belum pernah Beng San menyebut-nyebut tentang surat ini.



 



Wajah mereka yang tadinya terheran itu menjadi makin heran dan berubah merah ketika mereka sudah membuka lipatan surat-surat itu. Pek Gan Siansu menujukan matanya yang putih itu ke-pada Beng San sambil berkata. Orang mu« da, apa maksudmu dengan kelakar ini?"



 



Juga Lian Bu Tojin menjadi heran sekali setelah membuka surat, malah segera menegur, "Beng San, mengapa kau mempermainkan kami seperti ini? Katakanlah, apa maksudmu dengan main-main ini?"



 



Beng San terkejut sekali, lebih-lebih lagi kagetnya ketika dia melihat dua orang kakek itu menibalikkan surat fce-padanya dan setelah dia memandangnya, ternyata bahwa yang dipegang oleh dua orang kakek itu adalah sehelai kertas yang tidak ada tulisannya lagi! Hanya ada bekas-bekas tulisan-tulisan yang sudah tak dapat terbaca karena tulisan-tulisan tinta itu telah lenyap tersapu air menjadi sehelai kertas! kosong! Otaknya yang cerdik cepat bekerja dan tahulah dia sekarang bahwa ini adalah gara-gara pertemuannya dengan gadis baju hijau! la pernah terjatuh ke dalam air dan tentu1 saja, ah, alangkah bodohnya, surat itu' telah basah oleh air dan tintanya tersapu' hilang! Kalau orang lain yang berada dalarn keadaan seperti Beng San, kiranya dia akan kehabisan akal dan menjadi bingung. Akan tetapi, tidak demikian dengan pemuda ini. Sedetik kemudian dia telah dapat mengatasi keadaannya dan dapat mencari akal. Melihat dua orang ketua itu memandangnya dengan penuh penasaran dan pertanyaan, dia malah tertawa lebar.



 



"Ji-wi Locianpwe tentu menghendaki penjelasan, bukan?"



 



"Jelaskanlah maksudmu main-main ini!" Pek Gan Siansu mienegur.



 



"Beng, San, kau bicaralah," kata Lian Bu Tojin.



 



Kembali Beng San tertawa. "Si-wi? (kalian berdua) adalah ahli-ahli kebatinan, masa tidak tahu akan maksud orang gagah yang memberi surat? Kertas itu kosong dan bersih? Apa yang lebih sempurna daripada kosong dan sempurna? Kalau Ji-wi dapat rnengosongkan hati dan membersihkan pikiran, 'kiranyc segala keruwetan dunia-akan dapat idipecahkan dengan mudah. Bukankah Nabi Locu dan Nabi Khong-cu sama-sama menganjurkan agar kita dalam menghadapi segala hal dapat mengosongkan hati dan pikiran?"



 



Pek Gan Siansu dan Lian Bu Tojin saling pandang, lalu mengangguk-angguk. Mereka seperti terbuka mata hati masing-nnasing. Memang tadi mereka terlalu menurutkan perasaan hati dan jalannya pikiran maka hampir saja keduanya tak dapat menguasai keadaan. Keduanya kini serentak lalu mengangkat tangan ke arah pengikut dan peinbela masing-masing sambil berkata.



 



"Biarkan orang muda ini bicara sam-pai habis!" Perbuatan mereka ini adalah karena di sana-sini terdengar suara ejek-an dan celaan terhadap Beng San yang dianggap orang gila.



 



Beng San menjadi lega. Langkah pertama sudah dia ambil dan agaknya berhasil. Kemudian dia berkata lagi, suaranya lantang, "Ji-wi Locianpwe, terima kasih kalau ji-wi sudi mendengarkan kata-kata saya selanjutnya. Akan tetapi lebih dulu saya peringatkan bahwa mung-kin apa yang akan saya katakan ini tidak enak didengarnya, bukankah Nabi Lo-cu pernah bersabda demikian.



 



Kata-kata jujur tak enak didengar,



kata-kata enak didengar tidak jujur.



 



Orang yang mengerti tidak mau cekcok.



yang suka cekcok tidak mengerti.



 



Orang yang tahu tidak sombong



yang sombong tidaklah tahu.



 



Orang bijaksana tidak kikir,



ia menyumbang sehabis-habisnya



namun ia makin menjadi kaya.



la memberi sehabis-habisnya,



namun ia makin berlebihan.



 



Jalan yang ditempuh langit



selalu menguntungkan, tidak pernah merugikan.



 



Jalan yang ditempuh. orang bijaksana selalu memberi,



tidak pernah merebut.



 



Kembali dua orang kakek itu mengangguk-angguk dan Lian Bu Tojin sambil tersenyum berkata lirih, "Syair dalam To-tik-king bagian terakhir."



 



Beng San makin senang melihat bahwa Lian Bu Tojin sudah bisa tersenyum dan Wajah Pek Gan Siansu kembaJi sabar seperti tadi.



 



"Ji-wi Locianpwe hampir safa lupa akan jsifat-sifat kebajikan dan hampir saja membiarkan terjadinya kekerasan yang amat patut disayangkan. Bukankah Nabi Locu pernah pula mencela kekerasan?



 



Di waktu hidup, manusia iemah dan lemas,



kalau hati menjadi kaku dan keras.



 



Segala benda hidup di waktu tumbuh lemah dan lemas



kalau mati menjadi kering dan getas (mudah patah)



 



Maka dari itu;



KAKU KERAS adalah teman kematian,



LEMAH LEMAS adalah teman kehidupan.



 



Inilah sebabnya maka senjata keras mudah menjadi rusak



Pohon kayu keras mudah menjadl tumbang dan patah.



 



Oleh karena itu :



Yang kuat keras akan tumbang menduduki tempat bawah,



yang lemah dan lemas akar» terus bersemi di tempat yang atas.



 



Oua orang kakek itu kernbali saling panjang dan mengangguk-angguk. Memang semua ujar-ujar To-tik-king yang diucapkan Beng San untuk mengingatkan mereka ini amat cocok dengan isi hati mere-ka tadi sebelum mereka dibikin panas oleh orang-orang yang lebih muda.



 



"Heee! Apakah kita ini disuruh mendengarkan bualan penjual obat?" seorang muda yang duduk di belakang, yang tadi sudah "panas" sekarang berteriak mengejek.



 



Kita mau dijadikan banci-banci yang tidak memiliki kejantanan!" Giam Kin tertawa menghina. "Urusan hendak dibicarakan melalui segala macam syair busuk oleh seorang sastrawan jembel. Apakah kedua fihak sudah tidak punya nyali lagi untuk mengandalkan kepandaian sendiri?"



 



"Ha-ha-ha! Betul itu.'" Souw Kian Bi menambah minyak dalam api. "Aku tidak mengerti yang manakah yang sebetulnya tidak berani, Kun-lun-pai ataukah Hoa-san-pai!"



 



Mendengar suara-suara mengejek ini, Kiam-eng-cu Lien Sian Hwa sudah habis kesabarannya. Kebencian nona ini terhadap Kun-lun-pai memang sudah amat mendalam. Hal ini tidak aneh karena nona ini merasa sakit hati sekali kepada bekas tunangannya, Kwee Sin yang dianggapnya telah membunuh ayahnya, kemudian malah membunuh dua orang suhengnya, Thio Wan It dan Kui Keng.



”Ia tadi pun sudah kurang sabar melihat gurunya hendak berunding secara damai. Kini dengan api dan mi-nyak yang dinyalakan Giam Kin dan Souw Kian Bi melalui mulut mereka yang ber-bisa, nona jagoan Hoa-san-pai ini melon-cat maju sambil mencabut pedang.



 



"Keparat Souw Kian Bi! Siapa takut? Hoa-san-pai tak pernah takut, biar harus menghadapi seorang manusia macammu sekalipun!" , Nona ini memang juga benci kepada Souw Kian Bi yang pernah menghinanya dahulu.



 



Souw Kian Bi tersenyum-senyum sedangkan para tamu lain berdebar tegang dan gembira. Pangeran Mongol ini meng-gerakkan pundaknya. "Nona manis, kita semua sekarang sedang mengurus persoalan antara Hoa-san-pai Kun-lun-pai, kenapa kau memilih aku untuk ditantang? Kalau kau tidak berani terhadap Kun-lun-pai, jangan mencari musuh lain' Ha-ha-ha!"



 



"Setan busuk, siapa takut? Boleh orang-orang Kun-lun-pai maju, aku Kiam-eng-cu Liem Sian Hwa takkan mundur setapak!" Sepasang pedangnya sudah siap di kedua tangan dan mukanya yang cantik itu menjadi merah, matanya berapi-api.



 



Beng San melototkan matanya ke arah Giam Kin dan Souw Kian Bi. Hati-nya ingin sekali memberi hajaran kepada dua orang itu, akan tetapi dia menenangkan hatinya, lalu berkata lagi keras-keras



 



"Ji-wi Locianpwe, harap suka mendengarkan kata-kataku sampai habis!"



 



Pek Gan Siansu dan Lian Bu Tojin memang amat tertarik oleh ucapan Beng San tadi, maka mereka segera memberi tanda dengan tangan, mencegah orang-orang itu ribut sendiri. Lian Bu Tojin malah membentak Sian Hwa, "Sian Hwa kau duduklah kembali, jangan lancang mendahului pinto!"



 



Keadaan menjadi tenang kembali dan Beng San melanjutkan kata-katanya dengan suara nyaring.



 



"Ji-wi Locianpwe sebagai ciangbunjin-ciangbunjin (ketua) partai besar, hendaknya bertindak wajar dan sesuai dengan ujar-ujar yang mulia itu. Urusan antara kedua partai Ji-wi seyogianya diurus mempergunakan kelemasan, yaitu dengan secara damai dan mengusut keadaan yang sebenarnya. Asal sudah didapatkan siapa "salah”, kemudian yang salah mengakui kesalahannya, bukankah semua akan menjadi beres? Pembunuhan tak dapat diselesaikan dengan pembunuhan lain lagi, karena hal itu akan menjadi makin berlarut, dendam dan sakit hati akan bertumpuk-tumpuk tiada habisnya."



 



Kembali kedua orang kakek itu mengangguk-angguk dan semua tamu sekarang mulai memperhatikan Beng San. Siapakah pemuda ini? Aneh dan berani sekali sungguhpun kelihatan tidak memiliki kepandaian silat sama sekali.



 



"Tadi ada beberapa orang saudara yang menyinggung-nyinggung bahwa pokok persoalan ini yang menjadi biang keladinya adalah Kwee Sin orang termuda dari Kun-lun Sam-hengte. Pendapat ini keliru! Pek-lek-jiu Kwee Sin memang mempunyai kelemahan dan kesalahan, namun bukan-lah dia yang melakukan pembunuhan terhadap ayah Liem-taihiap!"



 



Kembali suasana menjadi ramai, akan tetapi dengan isyarat tangan dua orang ketua partai itu dapat menenteramkan suasana.



 



"Baik Kun-lun-pai maupun Hoa-san-pai adalah partai-partai yang terkena fitnah jahat dan yang menyebar fitnah ini memang sengaja melakukan hal ini untuk mengadu domba antara Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai. Mengapa demikian? Mudah sekali diduga. Orang-orang atau fihak tertentu tidak ingin melihat dua partai besar ini bersatu dan umumnya mereka tidak ingin melihat rakyat bersatu padu, lebih senang melihat perpecahan-perpecahan di mana-mana. Orang gagah yang menitipkan surat kepadaku berkata bahwa apabila Kun-lun-pai dan Hoa-san-pai dapat membuang perasaan mau menang sendiri dan mau bersatu, maka dua partai itu akan merupakan kekuatan yanig maha hebat dan dapat dipergunakan untuk menolong negara dan rakyat. Ji-wi Locianpwe, sekarang rakyat sedang menderita, negara sedang kacau-balau, pergerakan patriotik bangkit di mana-mana, orang-orang gagah tidak ada yang ketinggalan untuk menanam sahamnya dalam perjuangan, untuk menyumbangkan setitik keringat, setetes darah, kalau perlu bahkan selembar nyawanya-untuk tanah air. Masa dalam waktu seperti ini, Ji-wi Locianpwe hendak membawa anak murid masing-masing untuk saling gempur dan saling bermusuhan? Di manakah letaknya jiwa ksatria Ji-wi Locianpwe? Di manakah letak jiwa patriotik jika Ji-wi (kalian) yang mengaku pendekar-pendekar bangsa tidak berusaha membela tanah air sebaliknya malah saling gempur dan saling bunuh? Semestinya Ji-wi malah bekerja sama membangun dan menghalau musuh, eh, siapa kita, Ji-wi malah bekerja sama tanpa disadari untuk merusak dan tanpa disadari pula malah membantu musuh rakyat dengan jalan mentaati kehendak mereka.



 



Ya, memang kehendak merekalah agar supaya kita saling hantam dan karenanya kita menjadi lemah sehingga mudah kelak mereka menguasai kita!"



 



Kini ramailah lagi para tamu. Giam Kin, Souw Kian Bi dan temannya yang sejak tadi memandang Beng San, bangkit berdiri, rnuka mereka sebentar merah sebentar pucat. Inilah kata-kata berbahaya sekali, kata-kata seorang pemberontak terhadap pemerintah Mongol!



 



"Ketahuilah, Ji-wi Locianpwe," Beng San bicara terus tanpa pedulikan sikap para tamu.



"Ji-wi telah kena dipermainkan oleh fihak Ngo-lian-kauw! Ngo-lian-kauw yang mengatur semua ini, yang menyamar sebagai Pek-lian-pai dan yang mendorong Kwee Sin ke dalam jurang lumpur. Ngo-lian-kauw yang melakukan semua pembunuhan sambil menyamar, jadi dalam hal ini, fihak Hoa-san-pai maupun Kun-lun-pai tidak salah. Seharusnya Ji-wi memusuhi Ngo-lian-kauw!"



 



Berubah air muka dua orapg kakek itu. "Tapi...., tapi kenapa Kwee Sin tidak mau mengaku salah dan malah pergi dengan orang-orang Ngo-liah-kauw? Kenapa pula dia melakukan semua itu? Beng San, kalau kau berusaha membersihkan diri Kwee Sin, kau kurang berhasil," kata Lian Bu Tojin menggeleng kepala dengan sangsi.,"



 



"Toyu, memang bekas muridku Kwee Sin itu menyeleweng, akan tetapi sekarang dia tidak kuanggap muridku lagi. Andaikata kau suka mengulurkan tangan" kepada Kun-'lun-pai dan mengajak kami; bersama kalian menggempur Ngo-lian-kauw, percayalah, aku sendiri .akkan ragu-ragu untuk menghancurkan kepala manusia durhaka bernama Kwee Sin! kata Pek Gan Siansu gemas.



 



"Bagus kalau begitu'." Lian Bu Tojin berseru girang. "Pek Gan Siansu, mendengarkan kesanggupanmu, pinto nyatakan bahwa mulai sekarang Hoa-san-pai tidak menganggap Kun-lun-pai sebagai 'iawan, bahkan sebagai kawan untuk bersama membasmi Ngo-lian-kauw yang jahat dan menangkap Kwee Sin!"



 



Orang-orang yang menyetujui dialakukan perdamaian antara dua partai ini bersorak girang, tetapi mereka yang menghendaki perpecahan menjadi marah dan kecewa.



 



"Enak benar bocah ini!" Souw Kian Bi membentak marah. "Ji-wi ciangbunjin (dua ketua) dari Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai yang sudah tua-tua mengapa mudah saja ditipu dan dibohongi bocah seperti ini? Ji-wi harus ingat bahwa bocah ini bukanlah apa-apa, kenapa percaya begitu saja? Enak benar dia kalau kelak ternyata bahwa kata-katanya itu bohong semua, bukankah ji-wi akan ditertawai oleh seluruh kolong langit? Dua orang ketua yang besar dan terkenal diingusi oleh seorang bocah tak bernama. Apalagi mendengar kata-katanya bocah ini sudah sepatutnya kutangkap atau kubunuh mam-pus. Dia patut kucurigai sebagai pem-berontak! Ji-wi Lo-cianpwe, saya tidak mau bertindak demikian di sini karena menghormatinya sebagai tamu Hoa-san-ciangbunjin. Akan tetapi, dia harus dapat membuktikan dulu omongannya. Dia harus dapat membuktikannya dengan membawa Kwee Sin ke sini agar semua kata-katanya itu dapat dicocokkan dengan pengakuan Kwee Sin. Bukankah ini adil namanya?"



 



Dalam kata-kata ini terkandung ancaman hebat. Memang, semua orang maklum bahwa Souw Kian Bi adalah orang Mongol, maka dia itu berhak mengecap siapa saja menjadi pemberontak. Dua orang kakek itu saling pandang, Pek Gan Siansu bertanya, "Orang muda, kau tadi bicara tentang orang gagah yang menitipkan surat dan pesanan, siapakah dia itu?"



 



Beng San yang sudah merasa kepalang tanggung, tak dapat mundur kembali, menjawab dengan .sejujurnya, beliau she Ciu."



 



Mendengar ini, dua orang kakek Itu menjadi pucat mukanya dan mereka cepat membungkuk tanda menghormaf. Sebaliknya, Souw Kian Bi menyumpah-nyumpah dan berteriak, "Awaslah siapa saja yang merasa berdosa, aku Souw Kian Bi sudah mendengar dan melihat semua. Hayo, saudara Tan, kita pergi!"



 



Beng San dengan berani memandang ke arah mereka, terutama sekali ke arah orang she Tan yang dia yakini adalah kakak kandungnya, Tan Beng Kui itu. Akah tetapi, orang she Tan ini meman-dang kepadanya dengan mata melotot, lalu membuang ludah dengan sikap meng-hina, mengebutkan lengan baju dan pergi mengikuti Souw Kian Bi. Para tamu yang merasa tidak setuju dengan omongan Beng San dan yang selama ini bahkan membantu pemerintah Mongol menentang para pemberontak, memandang dengan sikap mengancam, malah ada yang ikut meniru perbuatan Souw Kian Bi mening-galkan tempat itu tanpa pamit.



 



Pek Gan Siansu menarik napas panjang. "Saudara muda ini ternyata lebih gagah dan berani daripada kita orang-orang tua..... ah, Lian Bu toyu, aku be-nar merasa menyesal kalau kedatanganku ini hanya menjadi pengganggu perayaan ulang tahunmu. Tentang usulku perjodoh-an tadi, biarlah sementara kutunda dulu, kelak kalau kau merasa setuju, kau boleh memberi kabar. Tentang Kwee Sin, aku orang tua akan merasa berterima kasih kalau saudara muda ini mampu membuktikan segala ucapannya dan mendatangkan Kwee Sin sebagai saksi utama. Lim Kwi, hayo kita pergi!"



 



Bu Lim Kwi, pemuda gagah itu, mengangguk. Tapi baru saja guru dan murid ini melangkah sejauh lima tindak, tiba-tiba melayang bayangan hijau yang di-susul bentakan nyaring.



 



"Orang she Bun! Hutang nyawa bayar nyawa!"



 



Hebat sekali gerakan Bu Lim Kwi dan Beng San memandang kagum. Nampak pemuda ini seakan-akan tidak menghiraukan bayangan hijau yang menyambar ke arahnya akan tetapi tahu-tahu "traanggg.....!" bunga api berpijar menyilaukan mata ketika pedang di tangan nona baju hijau terpental karena tangkisannya, menggunakan pedang yang tadinya tergantung di pinggang. Tangkisan ini dia lakukan dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya tetap memondong pedang pusaka Kun-lun-pai! Bentrokan pedang ini tidak berhenti sanripai di situ saja karena wanita baju hijau itu, Thio Eng, sudah melanjutkan serangannya bertubi-tubi secara hebat dan dahsyat sampai lima kali. Terdengar bunyi pedang bertemu sampai lima kali dan pertemuan yang terakhir demikian kuatnya sehingga baik Thio Eng maupun Bun Lim Kwi terhuyung mundur! Semua ini berjalan dengan cepat sekali, hanya beberapa detik dan selama itu Pek Gan Siansu menoleh pun tidak!



 



Melihat dua orang pemuda ini sudah terhuyung mundur, Beng San mendapat kesempatan bertindak tanpa memperlihatkan kepandaiannya. la berlari-lari dan berdiri di tengah-tengah antara mereka.



 



 



"Eng-moi (adik Eng)..... tahan pedang."



 



"Tan-ko (kakak Tan), kau minggirlah dan jangan turut campur. ini urusan sakit hati yang terpendam bertahun-tahun lama-nya!" Wajah Thio Eng masih beringas, .bibirnya digigit dan matanya bersuiar:-sinar mengandung api kemarahan.



 



"Tidak, Eng-moi. Apakah kau hendak imerusak semua usahaku tadi? Eng-moi, ingatlah, 'kau menjadi tamu di sini, tidak selayaknya kalau kau melakukan apa saja sesukamu tanpa memandang muka tuan rumah."



 



Thio Eng terpukul oleh kata-kata ini. Semenjak kecil ia dididik orang sakti, tentu saja ia mengenal aturan kang-ouw dan benar sekali apa yang dikatakan Beng San. Tadi ketika mendengar bahwa pemuda murid Kun-lun-pai itu 'bernama Bun Lim Kwi putera mendiang Bun Si Teng, ia tak dapat menahan kemarahan-nya lagi. Ayahnya, Thio San, dibunuh oleh dua orang saudara Bund dan inilah keturunan mereka, inilah musuh besarnya. Saking marahnya ,ia tadi sampai lupa bahwa dia dan pennuda musuh besarhya itu sedang menjadi tamu Hoa-san-pai maka tidak selayaknya ia menyerangnya di tempat itu. Akan tetapi Thio Eng sudah terlalu marah, juga penasaran ka-rena lima kali serangannya yang hebat tadi dapat ditangkis oleh lawannya. Kemarahannya sudah memuncak sehingga peringatan Beng Sen tidak berapa di-pedulikannya.



 



"Maafkan aku, Tan-ko. Kali ini aku tidak mendengarkan siapa-siapa kecuali suara hatiku sendiri. He, orang she Bun. Kalau kau bukan pengecut, mari kita berkelahi sampai seorang di antara kita mati disini!" tantangnya mendesak kembali.



 



Bun Lim Kwi menjawab duka, "Nona, aku tidak mengenalmu..... bagaimana kau bisa memusuhiku.....?" Suara pemuda ini tenang dan sabar sekali, dan sepasang matanya memandang wajah Thio Eng penuh penyesalan, penuh kedukaan sehingga untuk sedetik hati Thio Eng terpukul.



 



"Ayahmu membunuh ayahku'" Thio Eng menyerang lagi



.



"Adik Eng, jangan berkelahi di sini. Kau tamu.....!" Beng San coba membujuk. "Akan tetapi Thio Eng yang sudah marah sekali sudah mengirim tusukan kilat ke arah dada Bun Lim Kwi.



 



Tiba-tiba mata Beng San menjadi silau ketika sesosok bayangan merah menyambar dari luar. Gerakan bayangan marah ini luar biasa cepatnya, seperti seekor burung garuda saja. Sambil melayang bayangan merah ini mengeluarkan sepasang senjata yang berkilauan seperti mengeluarkan api, sekali sepasang pedang digerakan sekaligus sudah menangkis pedang Thio Eng yang ditusukkan ke arah dada Lim Kwi dan pedang Lim Kwi yang hendak menangkis.



"Trang..... tranggg.....!" Thio Eng dan Lim Kwi berseru kaget sambil melompat mundur. Ternyata pedang di tangan mereka itu ujungnya telah patah terkena tangkisan aneh dari bayangan merah ini. Sementara itu, dengan gerakan cepat hampir tak dapat diikuti pandang mata, bayangan merah itu sudah menyimpan sepasang pedangnya kembali ke dalam sarung pedang besar di punggungnya. Sepasang mata bersinar-sinar tajam sebuah mulut mungil berbibir merah segar, wajah cantik seperti bidadari akan tetapi juga amat angkuh dan mengandung kekerasan hati yang mengerikan, seorang gadis cantik jelita sebaya Kwa Hong, berpakaian serba merah indah dari sutera merah panjang melambai-lambai, sepatunya juga merah berkembang batu kemala dengan kedua ujung sepatu dipasangi baja. meruncihg. Seorang nona berpakaian serba merah yang luar biasa cantik, akan tetapi juga nampak gagah perkasa!

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor...

Jaka Lola 23 -> karya : kho ping hoo

"Bocah setan, lari ke mana engkau?" Ang-hwa Nio-nio berrseru, kemudian me-noleh kepada Siu Bi dan Ouwyang Lam berkata, "Kejar, ia dan ayahnya adalah sekutu musuh besar kita. Pendekar Buta!" Mendengar seruan ini, Ouwyang Lam dan Siu Bi cepat berkelebat melakukan pengejaran di belakang Ang-hwa Nio-nio. Juga para pembantu pengurus Ang-hwa-pai beramai-ramai ikut mengejar. Tentu saja Ang-hwa Nio-nio, Ouwyang Lam dan Siu Bi yang paling cepat gerak-annya sehingga para pembantu itu ter-tinggal jauh. Ternyata Cui Sian memiliki ginkang yang hebat, larinya cepat seperti kijang. Akan tetapi karena ia tidak me-ngenal tempat itu, tanpa ia ketahui ia telah lari ke daerah karang. Melihat ini, Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam tertawa dan sengaja tidak mempercepat larinya, hanya mengejar dari belakang. Siu Bi merasa heran, akan tetapi segera ia melihat kenyataan dan me-ngetahui persoalannya. Wajahnya seketika berubah pucat. Gadis yang dikejar itu telah lari memasuki sarang ular hijau!...

Jaka Lola 27 -> karya : kho ping hoo

"Marah-marah tidak karuan? Pandai memutarbalikkan fakta!" Siu Bi membentak marah sekali, pedangnya yang terhunus itu ia acung-acungkan. "Kalian yang mengumbar mulut jahat menggoyang lidah membicarakan orang semaunya dan tidak karuan! Hayo mau bilang apa sekarang, apakah kfclian kira aku tidak mendengarkan kasak-kusuk kalian yang busuk? Apakah ini sikap orang-orang gagah, lelaki dan wanita kasak-kusuk di tempat sunyi, membicarakan orang lain?" Seketika wajah Cui Sian menjadi merah. Tadinya ia kagum dan suka kepada Siu Bi, apalagi dara remaja itu telah menolongnya di Ching-coa-to. Akan tetapi ucapan yang galak ini benar-benar menyinggung hatinya, karena rnengandung sindiran tentang dia berdua Yo Wan. "Nanti dulu, adik yahg baik. Kami memang telah bicara tentang dirimu, akan tetapi bukan membicarakan hal yang buruk....." "Cih! Bicarakan hal buruk atau pun baik, aku melarang kalian bicara tentang diriku! Apa peduli kalian kalau aku rusak atau tidak apa sa...