Skip to main content

Raja Prdang 9 (Kho Ping Hoo)

Karena bersungguh-sungguh hendak menolong kakek ini, Beng San memperhatikan dengan seksama, lalu dia berdiri dan meniru gerakan-gerakan itu. Mula-mula tentu saja kaku dan keliru, akan tetapi dengan tekun dia mempelajari dengan petunjuk kakek itu.

Kemudian dia di beritahu tentang gerakan tangan dan tubuhnya. Kakek itu nampak bersemangat sekali, berkali-kali memuji, “Tulang bersih, bakat-bakat baik....” Pujian ini memperbesar semangat Beng San dan membuat kakek itu tak mengenal lelah. Setelah dapat melakukan jurus pertama dengan baik, dia mendapat petunjuk cara bernapas dalam melakukan jurus ini dan cara menyimpan hawa dalam tubuh. Kemudian dia diberi pelajaran jurus kedua yang disebut Khong ji twi san (hawa kosong mendorong bukit). Jurus ketiga disebut Khong ji lo hai (hawa kosong mengacau lautan). Untuk mempelajari tiga jurus ini dengan baik mereka telah berlatih sehari penuh.



“Phoa Ti, mana jago mudamu?” berkali-kali suara di seberang lain bertanya.



“Orang she Tek, ajalmu sudah dekat. Tunggulah sampai besok pagi, pasti kau beres oleh tiga jurusku dari Khong ji ciang.”



Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Beng San sudah diberi makan oleh Phoa Ti. Apa makannya? Hanya tiga helai daun muda! Akan tetapi anehnya, begitu makan daun-daun itu, Beng San merasa perutnya kenyang dan tenaganya penuh, membuat dia makin kagum. Ternyata kakek ini membawa bekal banyak daun semacam ini.



“Anak baik, sekarang kau pergilah ke seberang sana dan kau boleh perlihatkan tiga jurus penyerangan ini. kalau dia tidak mampu memecahkannya satu saja dari yang tiga jurus ini, berarti dia kalah.” Beng San mengangguk dan hendak memanjat tebing akan tetapi tiba-tiba kakek itu memegang lengannya dan berkata.



“Terlalu lambat.... .terlalu lambat.... bersiaplah!” sekali tangannya mendorong, tubuh Beng San melayang melewati jalan kecil dan meluncur ke dalam jurang di sebelah kiri.



“The Bok Nam, terimalah kedatangan penguji kita.”



Ketika Beng San merasa betapa tubuhnya ditahan dua buah tangan, dia mulai merasakan tubuhnya ringan dan enak, rasa panas di tubuhnya yang selalu mengganggunya agak berkurang. Maka dia menjadi gembira dan begitu dia dilepaskan dan berdiri di depan kakek tinggi besar yang duduk bersimpuh itu, dia berkata.



“Kakek yang baik, apa betul kata kakek Phoa Ti itu bahwa kau sudah hampir tewas?”



kakek tinggi besar yang suaranya melengking itu mendelik matanya dan membentak, “kalau betul begitu, bukan aku sendiri yang mati, dia pun sudah hampir mati!”



“Kau betul, karena itu aku hendak mengajukan sebuah usul padamu?”



“Hemmm, apa maksudmu?”



“Kalau kalian berdua sudah mendekati mati, kenapa tidak melakukan perbuatan baik yang terakhir? Kekek Phoa Ti itu menghendaki supaya kau mengaku kalah. Lakukanlah itu, kau mengalah saja, mengaku kalah dan membiarkan aku keluar dan pergi dari sini. Bukankah dengan begitu sedikit banyak kau telah meringankan dosamu?” memang aneh mendengar seorang anak berusia sepuluh tahun bicara seperti ini, akan tetapi tidak aneh lagi kalau diketahui bahwa dia besar di dalam kelenteng, dari usia lima sampai sembilan tahun.



Tentu saja bagi kakek The Bok Nam yang tidak mengetahui asal usul anak ini, menjadi melongo mendengar ucapan ini. namun hanya sebentar dia tertegun, lalu dia tertawa melengking dan tahu-tahu dia telah mencengkeram baju Beng San di bagian dada.



“Apa katamu? Jangan mencoba untuk membujuk dan menipuku. Aku tidak mau mati sebelum menundukkan kakek tua bangka she Phoa itu! Hayo kau keluarkan tiga jurus ilmu cakar bebek itu, hendak kulihat bagaimana buruknya!”



Mendongkol juga hati Beng San. Karena kakek tinggi besar ini memperlihatkan sikap kasar, berbeda dengan Phoa Ti yang menangis minta bantuannya, sekaligus dia lalu berpihak kepada kakek Phoa Ti. Dengan penuh semangat dia lalu mengeluarkan jurus-jurus itu satu demi satu dengan gerakan sebaik mungkin. Anehnya, kali ini tiap kali bergerak dia merasa dadanya tidak begitu tertekan lagi oleh gangguan hawa panas di tubuhnya yang timbul setelah dahulu dia melatih diri selama

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Silat Indonesia Download

Silahkan download Cerita Halaman ke 1 Serial Putri Hatum dan Kaisar Putri Harum dan Kaisar Jilid 1 Putri Harum dan Kaisar Jilid 2 dan 3 Putri Harum dan Kaisar Jilid 4 dan 5 Putri Harum dan Kaisar Jilid 6 dan 7 Putri Harum dan Kaisar Jilid 8 dan 9 Putri Harum dan Kaisar Jilid 10 dan 11 Putri Harum dan Kaisar Jilid 12 dan 13 Putri Harum dan Kaisar Jilid 14 dan 15 Putri Harum dan Kaisar Jilid 16 dan 17 Putri Harum dan Kaisar Jilid 18 dan 19 Putri Harum dan Kaisar Jilid 20 dan 21 Putri Harum dan Kaisar Jilid 22 dan 23 Putri Harum dan Kaisar Jilid 24 dan 25 Putri Harum dan Kaisar Jilid 26 dan 27 Putri Harum dan Kaisar Jilid 28 dan 29 Putri Harum dan Kaisar Jilid 30 dan 31 Putri Harum dan Kaisar Jilid 32 dan 33 Putri Harum dan Kaisar Jilid 34 dan 35 Putri Harum dan Kaisar Jilid 36 dan 37 Serial Pedang Kayu Harum Lengkap PedangKayuHarum.txt PKH02-Petualang_Asmara.pdf PKH03-DewiMaut.pdf PKH04-PendekarLembahNaga.pdf PKH05-PendekarSadis.pdf PKH06-HartaKarunJenghisKhan.pdf PKH07-SilumanGoaTengkor...

Komunikasi Data

Link ini juga saya letakkan di ebook campuran http://www.ziddu.com/download/3344575/Komdat1.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344576/Komdat5.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344577/Komdat4.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344578/Komdat3.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344579/Komdat2.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344815/Komdat9.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344816/Komdat6.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344817/Komdat7.pdf.html http://www.ziddu.com/download/3344818/Komdat8.pdf.html

Jaka Lola 26 -> karya : kho ping hoo

Setelah kedua orang muda pelarian itu melompat ke darat dengan selamat, barulah Cui Sian sempat berhadapan dengan Yo Wan. Gadis ini dengan perasaan kagum lalu menjura memberi hormat yang dibalas cepat-cepat oleh Yo Wan. "Hari ini saya, Tan Cui Sian, menerima bantuan yang amat berharga dari sahabat yang gagah perkasa. Saya amat berterima kasih dan bolehkah saya me-ngetahui nama dan julukan sahabat yang mulia?" Akan tetapi orang yang ditanya membelalakkan kedua matanya, lalu menatap wajah Cui Sian penuh selidik, kadang-kadang kepala pemuda itu miring ke kanan kadang-kadang ke kiri wajahnya membayangkam keheranan dan kegirang-an yang besar. Cui Sian mengerutkan alisnya, dan kecewalah hatinya. Apakah pemuda yang tadinya ia anggap luar biasa, gagah perkasa dan sederhana ini sebenarnya seorang laki-laki yang kurang ajar? Kedua pipinya mulai merah, pan-dang matanya yang penuh kagum dan hormat mulai berapi-api. Akan tetapi semua ini buyar seketika berubah men-jadi keheranan ketika pe...